Bab 15. Antara Cinta Dan Benci

1002 Words
“Hhm ... kamu sudah bisa memasak ya? Ini lumayan enak!” ujar Cassidy memuji makanan yang dibuat oleh Sophie. Sophie cemberut di ujung meja. Sementara Cassidy dengan lahapnya menghabiskan makan malamnya bersama Frost yang juga memakan makanan yang serupa. “Sudah kenyang, Frost?” Frost menggonggong untuk menjawab. Sophie sampai tersentak kaget. Anjing itu dengan pintarnya menggigit piring lalu membawanya ke wastafel di dapur. “Frost tahu caranya menghargai seseorang yang memberikannya makan. Dia lebih baik dari manusia kebanyakan.” Cassidy menambahkan sekaligus menyindir Sophie. Sophie masih diam menatap Cassidy tajam. Cassidy menarik napas panjang lalu ikut berdiri. Ia membereskan piring makan malamnya dan mencuci tangan setelahnya. “Aku ingin bercerai,” tukas Sophie. Sophie masih duduk di kursinya dan membelakangi Cassidy. Cassidy sedang mengelap tangannya. Ia memperlambat gerakannya dan diam tidak menjawab. Kenyataan bahwa Sophie sangat ingin bercerai darinya adalah sebuah hal yang sangat menyakitkan. “Aku tahu.” Cassidy menjawab singkat. Ia kembali berjalan ke arah Sophie dan duduk berseberangan dengannya. “Aku sudah memilih cara yang paling tepat untuk kita berdua. Aku sudah membuatkan perjanjian untuk kita,” sambung Cassidy. “Perjanjian apa?” “Utang harus dibayar, Sophie─” Sophie mendengkus sinis lalu menggeleng. “Jadi ini soal uang? Aku tidak mencuri uangmu,” sahut Sophie dengan nada dingin. “Aku buktinya.” “Aku juga. Semua sudah aku kirimkan ke pihak ketiga jadi aku tidak mengambil sepeser pun uang yang kamu berikan waktu itu,” jawab Sophie cepat. Cassidy masih menatap Sophie nyaris tanpa berkedip. Kenangan itu berputar lagi ke kepalanya kala Sophie meminta sejumlah uang, perhiasan, rumah, mobil dan yatch yang ternyata hanyalah umpan semata. Seluruhnya berjumlah sampai 22 juta dolar dan sudah dibekukan oleh James Belgenza, ayah kandung Cassidy. “Mengapa kamu melakukan hal itu padaku, Sophie? Kenapa kamu menipuku?” tanya Cassidy dengan nada lirih. Sophie masih diam menatap Cassidy dengan raut datar. “Aku rasa kita impas, Cass. Kamu menipuku dan aku melakukan hal yang sama,” ujar Sophie dengan nada rendah. Cassidy nyaris runtuh di depan Sophie meneteskan air matanya. Akan tetapi Cassidy menahan dirinya. Ia sudah terlalu lama diombang-ambingkan cinta. Begitu lama sampai ingin mengakhiri semuanya. “Jadi semua itu bohong? Kata-kata cintamu─itu hanya untuk mengelabuiku semata.” Sophie masih diam menatap Cassidy. Pelupuk mata mulai digenangi air mata dan Sophie masih bersikukuh untuk tidak meneteskannya. “Aku begitu bodoh,” desah Cassidy pelan. Air matanya jatuh langsung ke pangkuannya. “Aku mencintaimu sampai mati tapi ternyata cintamu adalah dusta. Sebuah kebohongan yang nyaris membuat aku gila,” imbuh Cassidy sambil mengeraskan rahangnya. Ia menahan sakitnya cinta yang sudah meracuni jiwanya sekian lama. Namun hal itu pun tidak cukup membuat Cassidy mampu menceraikan Sophie. Sophie pun sesungguhnya begitu tersiksa kala pergi dari Cassidy. Ia sudah lama terus menangis sendirian. Semenjak Cassidy ketahuan berselingkuh dan bersekongkol bersama selingkuhannya Angelica untuk mengelabui Sophie dengan kehamilan palsu, Sophie terus menangis. “Aku sudah berjanji pada Ayahku untuk membawamu kembali ke New York. Maka aku akan melakukannya─” Sophie langsung memotong. “Aku sudah menyakitimu, kan? Kenapa kita tidak langsung bercerai saja? Aku tidak mau kembali ke New York─” “40 hari ... aku akan berada di sini selama 40 hari!” potong Cassidy cepat. Kening Sophie mengernyit menatap Cassidy. “Untuk apa?” tangan Sophie terus membelai perutnya dengan jantung yang berdegup kencang. “Memastikanmu membayar 22 juta dolar yang sudah kamu curi dariku. Setelah uang itu dibayar, aku akan menceraikanmu. Kamu tidak perlu kembali ke New York. Kita akan melakukannya di sini, bagaimana?” sahut Cassidy memberikan syaratnya. Sophie terperangah dengan syarat yang diberikan oleh Cassidy untuk sebuah perceraian. Ia benar-benar sedang mengincar kerugian yang didapatkannya akibat kebohongan yang dilakukan oleh Sophie. “Kamu ... aku sudah bilang aku tidak mengambil uang itu! Aku sudah memberikannya pada pihak ketiga!” Sophie mulai meninggikan suaranya. “Uang itu sudah hilang, Sophie. Kamu memberikannya pada pihak ketiga dan itu adalah Angelica. Angelica sudah meninggal dan uang itu pun menghilang, jadi kamu yang harus bertanggung jawab!” “Apa!” “Aku tidak meminta kerugian dari apa yang sudah kamu lakukan pada hidupku, jumlahnya jauh lebih banyak. Aku hanya meminta kamu membayar 22 juta dolar─” “Kamu gila!” seru Sophie sampai berdiri dari kursinya. Cassidy menaikkan ujung bibirnya tersenyum menyeringai. “Iya, sebut saja aku gila. Jika saja kamu kembali padaku dengan cara baik-baik, hal ini tidak perlu terjadi. Iya kan?” ujar Cassidy dengan kesinisannya. “Huh, kamu pikir aku rela menjual diriku untuk uang?” “Bukankah itu yang sudah kamu lakukan? Kamu memerasku, lalu pergi meninggalkanku dan hamil.” Sophie dibungkam Cassidy dengan baik. Ia sampai menelan ludah dengan berat dan penuh kepahitan. Cassidy benar-benar berubah. Dia bukan lagi Cassidy yang penuh cinta dan tergila-gila pada Sophie. “Aku sedang hamil, Cass ....” Sophie melirih pelan meneteskan air matanya. “Kamu bisa membawa bayimu, aku tidak akan menuntut tes apa pun. Tapi bayar dulu uangku, setelah itu baru kamu bisa pergi. Aku memberikanmu waktu 40 hari.” Cassidy tanpa ampun menjerat Sophie yang masih terperangah tak percaya jika ia harus membayar uang sebesar itu. Cassidy tanpa ragu membawa sebuah perjanjian padanya. Sebuah dokumen yang ternyata dipersiapkan di dalam Camper Van selama beberapa jam lalu. “Apa ini?” “Perjanjian yang harus kamu tanda tangani. Jika kamu tidak bisa membayar, maka aku bisa memasukkan seluruh keluargamu ke penjara termasuk kakak dan ibumu,” ucap Cass santai. “Apa? Bagaimana bisa ....” “Tentu saja bisa. 22 juta dolar itu bukan jumlah yang sedikit, Sophie. Aku bisa membuat satu perusahaan besar menggunakan uang itu.” Sophie masih menatap tajam pada Cassidy yang tidak memberikannya celah untuk lari lagi sekarang. Sophie mulai bernapas cepat dan panik. Ia berpikir bagaimana caranya lolos. Pagi masih terlalu lama untuk menunggu Laura datang. “Aku ....” “Tanda tangan, Sophie.” Cass mendesak Sophie dengan sikapnya yang dingin. “Aku tidak bisa.” Sophie sudah hampir menangis gara-gara itu. “Ayo tanda tangan!” perintah Cassidy lagi. Sophie menggeleng cepat sambil menangis.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD