Bab 20. Bantuan Tak Berguna

1101 Words
“Pak, tunggu dulu! tunggu!” Orlando mengejar dua petugas polisi yang hendak pergi tersebut. Ia masih memohon agar mereka kembali. Orlando berhasil mencegat mereka sebelum keluar. “Kalian tidak bisa pergi begitu saja. Sophie berada di dalam bahaya, pria itu membawa senjata dan kemarin dia turut mengancamku!” ujar Orlando mengadukan dirinya. “Kami tidak bisa menahan, Tuan Belgenza. Dia adalah suami sah Nona Sophie dan mereka masih terikat dalam pernikahan. Jika Nona Sophie tidak mengadukan suaminya, kami tidak bisa bertindak,” jawab salah satu polisi menjelaskan. “Apa kalian akan menunggu sampai jatuh korban dan kalian baru bertindak?” sindir Orlando menatap tajam pada kedua polisi tersebut. Cassidy yang ikut mendengar hal tersebut kemudian datang menghampiri para polisi tersebut. “Maaf, Pak. Jika memang aku melakukan kekerasan, Sophie bisa melaporkanku segera pada kalian. Kalian bisa meletakkan kamera pengawas jika memang perlu. Akan tetapi jika tidak terbukti, aku akan menuntut Tuan Benson atas fitnah yang dikatakannya barusan. Bagaimana?” ujar Cassidy balik membalas dengan tantangan yang lebih berat. Polisi itu berbalik dan meminta Cassidy agar lebih tenang. “Tuan Belgenza, tenanglah. Kami menerima semua laporan termasuk dari Nona Sophie jika dia memang melakukannya. Kami harap Anda semua bisa berdamai dan masalah salah paham ini selesai dengan baik.” Cassidy tersenyum mengangguk tapi tidak dengan Orlando. Polisi-polisi tersebut kemudian pergi bahkan diantar oleh Cassidy Belgenza ke balkon depan dapur. Ia juga bersalaman sebelum berbalik dan masuk. “Masih di sini? Apa kau tidak punya malu mengganggu rumah tangga orang lain?” ejek Cassidy mengusir Orlando. Orlando mendengus kesal lalu melihat ke arah Sophie. Ia berharap Sophie mau bicara setidaknya untuk membela dirinya. “Sophie, kenapa kamu diam saja? Kenapa kamu tidak bicara pada para Polisi itu jika dia sudah menyakitimu?!” pungkas Orlando mendesak. “Karena memang itu tidak terjadi. Untuk apa mengarang cerita jika aku menyakiti Sophie? Apa yang kau tahu soal aku, hah!” tantang Cassidy dengan angkuh. Rasa kesalnya yang terpendam akan ia lampiaskan jika Orlando tidak segera pergi. “Kau itu adalah pria yang sudah menipu dan menyakiti Sophie selama ini. Kau datang kembali untuk membalas dendam karena dia sudah meninggalkanmu. Apa yang kau inginkan? Uang? Aku bisa memberikannya padamu!” sahut Orlando membuat Cassidy makin congkak. Cassidy menoleh pada Sophie dengan wajah sinis menyeringai. “Apa itu yang kamu katakan padanya? Kalau aku ingin balas dendam. Kenapa tidak mengatakan jika kamu sudah mencuri 22 juta dolar dariku dan merancang kematian serta penculikanmu sendiri?” ujar Cassidy masih menoleh pada Sophie. Sophie hanya bisa diam saja menatap Cassidy yang terus membuatnya terdesak. Sedangkan Orlando mengernyit bingung lalu ikut menoleh pada Sophie. “Apa ....” “Iya. Apa kau pikir aku datang mencari Sophie untuk balas dendam? Tidak, Tuan Benson. Aku datang untuk mengambil kembali uangku yang dicuri oleh Sophie─” “Aku tidak mencurinya!” teriak Sophie akhirnya bicara. Cassidy hanya menyeringai saja. “Wow, sekarang kamu tidak mau mengaku? Baik, mumpung pacarmu ini mau memamerkan uangnya padaku, bagaimana jika dia saja yang bayar, hhm!” ucap Cassidy balik menjebak Orlando. Orlando sedikit bernapas lebih cepat. “Kau hanya mengada-ada!” sontak Cassidy tertawa. Ia pun mengangguk. “Tunggu, aku akan memberikan seluruh rincinya dan aku hanya menerima cash saja, Tuan Benson. Bersiaplah untuk bangkrut!” ancam Cassidy tanpa rasa iba. Cassidy lalu mengambil seluruh draft perjanjiannya dan Sophie. Di dalamnya terdapat seluruh uang yang dirinci secara jelas. Saat Cassidy memperlihatkannya pada Orlando, Sophie pun maju. “Orlando, sebaiknya kamu pergi dari sini. Jangan pedulikan aku. Aku baik-baik saja,” ujar Sophie menyela agar Orlando tidak terlibat. Orlando mengernyit bingung. Ia sudah melihat perjanjian itu dan sekarang Sophie sedang mencegahnya terlibat. “Apa benar yang dikatakannya?” Orlando makin mendesak. Cassidy sudah jengah sekaligus cemburu. Ia memilih membuang muka dari pada melihat adegan keharuan di antara Sophie dan Orlando yang menurutnya memuakkan. “Kumohon, Orlando ....” “Apa benar kamu yang membohonginya? Apa benar kamu yang menipunya?” imbuh Orlando lagi. Ia masih belum percaya jika Sophie bisa berbuat hal seperti yang diucapkan oleh Cassidy. “Aku ....” “Apa lagi yang kau tunggu? Jika tidak bisa membayar sekarang sebaiknya pergilah. Aku masih punya banyak urusan dengan Istriku,” sahut Cassidy langsung menyela. Jika Orlando masih berani membantah, Cassidy benar-benar akan menghajarnya. “Suami macam apa dirimu?” “Urus saja urusanmu, Tuan Benson. Pergi!” usir Cassidy sekali lagi. Orlando tampak kecewa dengan Sophie yang memang melarikan diri dari kesalahannya. Ia separuh melempar dokumen tersebut ke atas meja dan berbalik pergi begitu saja. Sophie hanya bisa diam menatap Orlando pergi. Matanya berkaca-kaca lalu berbalik lagi pada Cassidy yang menatapnya dingin. “Kamu memang kejam, Cass!” desis Sophie marah. “Karena aku mengusir pacarmu itu? Kamu bilang aku kejam? Kamu pasti tidak tahu apa yang sudah aku alami selama aku mengira kamu sudah mati, Sophie. Jika aku tahu kamu menipuku, seharusnya aku mengurungmu hari itu,” balas Cassidy tidak kalah sinis. Sophie bungkam dengan pandangan tajam pada Cassidy yang juga melakukan hal yang sama. “Sekarang semua sudah terbukti dan semua orang sudah pergi, apa lagi yang kamu tunggu? Sebaiknya tanda tangan perjanjiannya sekarang.” Cassidy menyambung dengan mengungkapkan tujuan awalnya. “Aku tidak mau!” sahut Sophie masih keras kepala. “Ah, Sophie. Pria bodoh dan miskin itu tidak akan mampu membayar utangmu ini. Orang tuamu bahkan tidak punya cukup uang saat ini bahkan untuk membiayai hidupmu. Kakakmu? Kamu menunggunya kan?” Sophie tampak kaget tapi masih diam saja. “Dia tidak akan pernah datang, Sophie.” “Apa yang kamu lakukan pada Laura?” ucap Sophie dengan mata melotot. Cassidy malah balik menertawai Sophie. “Aku sudah pernah mengatakannya jika kamu mencari bantuan dari keluargamu, mereka akan masuk penjara. Maka aku memulai dari Kakakmu, Laura. Selanjutnya jika kamu masih belum mau tanda tangan, aku akan memenjarakan kedua orang tuamu!” ancam Cassidy. “Apa? jadi Laura ditangkap?” pekik Sophie dengan wajah ketakutan. Cassidy hanya menyeringai lalu menaikkan kedua alisnya bersamaan. “Bagaimana?” “Kamu jahat, Cass!” pekik Sophie membentak Cassidy. Cassidy malah tertawa puas dan masih terus menyodorkan perjanjian tersebut. “Tanda tangan, Sayang. Kamu punya waktu 40 hari untuk melunasi 22 juta dolar uangku. Ayo!” Cassidy bagai tidak punya hati menyodorkan perjanjian tersebut. Sophie sudah tidak lagi memiliki nyali seperti dulu saat ia berhasil menipu Cassidy. Maka dengan penuh keterpaksaan, Sophie pun menandatangani perjanjian itu. Cassidy tersenyum melihat Sophie yang akhirnya menurut. Sophie sampai melempar pena yang diberikan Cassidy padanya. “Kemari!” Cassidy menarik Sophie lalu memasangkan sebuah jam tangan pada pergelangan tangan Sophie. “Apa ini?” pekik Sophie tak terima. “Pelacak!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD