Bab 21. Terikat Perjanjian

1076 Words
Dengan wajah cemberut serta kesal, Sophie mencoba menarik jam tangan yang dipasangkan oleh Cassidy beberapa saat lalu. Jam tangan tidak bisa dilepaskan dan terkunci begitu dipasangkan. “Ah, sakit.” Sophie meringis karena rasa sakit akibat menarik jam tangan tersebut. Terdapat beberapa informasi pada layar sebesar 1,73 inci tersebut. Salah satunya adalah angka 40 yang merujuk pada berapa hari yang ditentukan oleh Cassidy agar Sophie bisa membayar uang sebesar 22 juta dolar. Tidak lelah mencoba, Sophie mencoba menggunting tali jam tangan tersebut. Sayangnya talinya begitu keras dan tidak bisa putus. “Jam apa ini? Kenapa tidak bisa putus!” gerutu Sophie masih kesal. “Jam itu hanya bisa dibakar. Jika kamu mau kamu bisa membakar tanganmu untuk melepaskan jam tangan itu,” sahut Cassidy tiba-tiba menyela. Sophie berhenti menggunting, ia berbalik pada Cassidy. “Lepaskan aku! untuk apa kamu melakukan ini semua padaku? Aku bukan penjahat!” teriak Sophie begitu marah pada Cassidy. Cassidy hanya tersenyum saja. Ia terkekeh kecil lalu menarik pergelangan tangan Sophie untuk menunjukkan jam tangannya. “Jam tangan ini dibuat khusus oleh salah satu perusahaan perangkat lunak paling canggih di dunia. Kamu kan tahu jika Superhart Tech adalah perusahaan mesin yang memiliki banyak kolega hebat di seluruh dunia kan?” ujar Cassidy menyombongkan dirinya. Sophie makin dongkol dan mendelik pada Cassidy yang tidak peduli. “Jadi aku meminta mereka membuat sebuah jam yang tahan air sampai ke dalaman 100 meter, lalu tahan benturan, gesekan, potongan dan benda tajam. Jadi meski tanganmu terpotong, jam ini akan tetap utuh.” Cassidy dengan usilnya makin menakut-nakuti Sophie. Sophie makin melotot dan menghardik Cassidy. “Kenapa tidak bunuh saja aku sekalian?” “Karena kamu sedang mengandung bayiku, Sophie. Aku tidak mungkin membunuh Ibu dari bayiku,” jawab Cassidy dengan pandangan tajam. Sophie terdiam masih menatap Cassidy yang kemudian menundukkan pandangan demi melanjutkan penjelasan soal jam tangan tersebut. “Ini juga berfungsi sebagai telepon, email layaknya smartwatch pada umumnya. Kamu juga bisa memanggil panggilan darurat menggunakan ini. Lalu tanggal dan hari perjanjian kita mulai berlaku. Beberapa fitur seperti detak jantung dan tekanan darah. Semua informasi yang didapatkan oleh jam ini akan dikirimkan ke ponselku,” urai Cassidy lagi. “Jadi kamu akan tahu ke mana pun aku pergi?” Sophie kembali mengulang. “Iya, aku akan tahu apa pun yang kamu lakukan termasuk jika kamu diam-diam bertemu dengan kekasih simpananmu itu─” “Orlando bukan kekasih simpanan, dia sahabatku!” potong Sophie ketus. Cassidy lantas melebarkan senyumannya dan mengangguk. “Akhirnya kamu mengakuinya ya? Rupanya dia memang bukan Ayah dari bayi yang kamu kandung kan?” Sophie diam dan membuang muka. Apa gunanya membantah lagi. Toh, Sophie sudah sama seperti tahanan. “Sekarang daripada kamu menunggu Laura, lebih baik kamu membuatkan aku sarapan, aku lapar, hhm!” Cassidy menyengir lalu mengucek rambut Sophie dengan gemas. Sophie dengan cepat menepis tangan Cassidy yang berbalik tertawa sambil kembali ke kamar atas. “Kurang ajar dia malah menyuruhku membuat makanan!” rutuk Sophie begitu kesal. Ia ingin marah tapi kemudian ingat pada bayinya. Tangannya mengelus perut dan sebelah lagi mengusap d**a untuk mengatur napas. “Huff, aku harus tenang. Aku harus tenang ....” Sophie merapal beberapa kali. Matanya kembali melihat ke arah pintu dapur yang memperlihatkan bagian taman belakang tempat Cassidy juga memarkirkan Camper Van-nya. “Laura, kamu di mana?” gumam Sophie dengan nada lirih. Sementara itu, Laura keluar dari mobil ke depan sebuah kapel di pinggir pantai. Moses dan Kevin yang dulu pernah mengawal Laura, datang mendekat memberikan sebuah buket bunga. Laura tersenyum melihat mantan pengawalnya itu. Mereka pun saling berpelukan. “Kami senang kamu akhirnya datang, Nona Laura. Bagaimana kabarmu?” tanya Moses dengan ramah. “Aku baik. Bagaimana kabar kalian?” Laura begitu terharu bisa bertemu dengan keduanya lagi. Setelah acara pernikahan Laura dan Erikkson yang gagal, kedua pengawal tersebut tidak lagi bertugas menjaga Laura. Sehingga nyaris setahun Laura tidak bertemu dengan mereka. “Laura?” obrolan dan canda tawa Laura bersama mantan pengawalnya berhenti saat seseorang memanggil. Laura seketika berbalik dan membesarkan matanya. Ia langsung berlari untuk memeluk Ibu dan Ayahnya. Jonathan dan Kourtney Marigold didatangkan menggunakan pesawat pribadi milik Erikkson Thomas ke pulau tersebut. Pulau pribadi itu juga milik salah satu keponakan Erikkson yang meminta khusus pada Pamannya itu agar menyelenggarakan pernikahan secara tertutup dan intim di tempatnya. “Mom ... Dad, bagaimana kalian bisa ada di sini? A-Apa yang terjadi? Aku pikir kalian di penjara!” ujar Laura begitu kaget. Jonathan dan Kourtney sama-sama saling menoleh dengan raut kebingungan. Sementara Laura masih belum percaya jika Ayah dan Ibunya ternyata baik-baik saja. “Apa maksudmu, Sayang? Untuk apa kami di penjara?” tanya Kourtney. Laura jadi balik mengernyit tidak mengerti. “Bukankah Erik bilang ....” Laura langsung menjeda bicara dan berpikir lagi. “Erikkson bilang apa?” Jonathan menyambung. Ia terus menatap Laura yang kebingungan. “Dia bilang dia akan memenjarakan kalian jika .... “ Jonathan lalu tertawa dan menggeleng. Kourtney juga menggeleng sambil tersenyum melihat Laura. “Ada apa dengan kalian? kenapa kalian malah tertawa? Aku serius!” rengek Laura dengan nada manja. “Erikkson hanya mengusilimu saja, Sayang. Mana mungkin dia memasukkan kami ke penjara. Apa salahku?” Jonathan balik bertanya sambil terkekeh. “Itu karena kita harus membayar 22 juta dolar untuk Sophie, Dad!” sahut Laura dengan pekikan tertahan. Kourtney dan Jonathan hanya tersenyum santai seakan tidak jadi masalah. Sementara Laura mulai curiga dengan sikap orang tuanya. “Sudah kita bicarakan itu nanti saja. Sebaiknya kamu ganti pakaianmu dengan gaun pengantin sekarang, nanti kita terlambat,” ujar Jonathan memotong. “Apa? menikah?” Laura makin kaget. Padahal ia sempat berniat kabur. Hanya saja setelah ia bertemu dengan orang tuanya, Laura mengurungkan niatnya. “Iya. Hari ini kamu dan Erikkson akan menikah, Sayang. Dia sudah menyiapkan gaun pengantin untukmu. Ayo, biar aku temani,” ujar Kourtney menarik Laura bersamanya. Jonathan hanya tersenyum saja melihat anak dan istrinya berjalan ke salah satu bangunan vila tak jauh dari kapel. “Mom, ada apa ini sebenarnya? Kenapa kalian menyetujui pernikahan ini?” Laura menarik tangan Ibunya kala masuk ke dalam kamar. Kourtney tersenyum lembut dan membelai sisi lengan Laura demi menenangkannya. “Kami sudah setuju untuk menerima Erikkson menjadi Suamimu.” Laura menggeleng cepat. “Tapi apa kalian tahu apa yang sudah dilakukan Cassidy pada Sophie? Erikkson tahu semuanya dan dia membiarkannya!” “Erikkson sudah menceritakan semuanya. Dan Cassidy, dia sudah mengakui seluruh kesalahannya pada keluarga kita dan Sophie,” ujar Kourtney menceritakan yang terjadi. Laura ikut duduk mendengarkan Ibunya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD