Bab 10. Saling Tidak Mau Melepaskan

1157 Words
Sophie menyusul Cassidy yang dengan seenaknya masuk ke dalam kamarnya. Bahkan tanpa melepaskan sepatunya, Cassidy melompat naik ke tempat tidur Sophie yang empuk. “Ahh, nikmatnya matras empuk!” “Apa yang kamu lakukan? Turun dari tempat tidurku!” teriak Sophie berkacak pinggang. Dengan perut yang membuncit dan judes, Cassidy jadi makin tersenyum. Namun Cassidy tetap memasang wajah galak. “Aku mau tidur!” “Turun ... pergi dari sini! Pergi!” Sophie menarik kaki Cassidy yang mengelak cepat. Cassidy berguling dan terus menerus berkelit. Sophie pun malah menanggapi dengan mencoba meraih Cassidy. “Ahh, perutku!” Sophie mengeluh sakit. Cassidy yang semula bermain kucing-kucingan kini melompat dari tempat tidur untuk menolong Sophie. “Kamu tidak apa-apa? Aaahhk!” Sophie dengan cepat menyambar bantal lalu mengayunkannya pada Cassidy. Ternyata itu hanyalah taktik Sophie saja agar Cassidy kalah darinya. “PERGI!” Sophie berteriak. Cassidy yang sadar jika Sophie kembali berbuat curang langsung menangkan kedua tangannya. “Kamu benar-benar tidak bisa diberikan kesempatan, Nyonya Belgenza─” “Aku bukan Nyonya Belgenza!” geram Sophie melotot pada Cassidy. Ia berusaha menarik tangannya dari cengkeraman Cass yang tidak mau melepaskannya sama sekali. “Sekali Nyonya Belgenza tetap Nyonya Belgenza. Kamu masih istriku, ingat itu!” tegas Cassidy mendelik tajam penuh kemenangan. Sophie hanya bisa terengah serta menelan ludahnya berat. Disertai jantung yang berdegup kencang, mata Cassidy berhasil membuat Sophie mati kutu. “Ceraikan aku─” “Tidak akan!” “Aku akan melaporkanmu pada Polisi. Kamu tidak akan lolos kali ini!” “Atas tuduhan apa? penerobosan atau pengancaman? Itu tidak sebanding dengan masalah kriminalmu, Sophie. Kamu merekayasa sebuah kasus penculikan dan percobaan pembunuhan. Hukumannya jauh lebih berat,” ancam Cassidy menekankan kalimatnya. “Kamu tidak akan berani melakukan itu untukku. Kamu sangat mencintaiku,” sahut Sophie ikut tersenyum meski tampak getir. Cassidy termangu sejenak lalu menyeringai dan terkekeh sinis. “Menurutmu begitu ya? Aku jadi berpikir tentang siapa mata-matamu yang mengawasiku selama ini? Apa kamu menyuruh Laura?” Senyuman Sophie langsung hilang. Ia menelan ludah pada tenggorokannya yang kering dengan terus menatap Cassidy. Cassidy samar mengangguk masih belum melepaskan tangan Sophie yang ia cekal. “Aku bisa membuat Kakakmu Laura masuk penjara untuk menggantikanmu, bagaimana? Jika kamu tidak mau masuk penjara dengan alasan hamil, Kakakmu bisa menggantikanmu.” Sophie membesarkan matanya dengan napas yang semakin memburu pada Cassidy. Rasa marahnya semakin menggunung saat ini. “Jangan sentuh Kakakku!” geram Sophie. “Oke, kalau begitu kamu harus mempertanggungjawabkan perbuatanmu. Kamu harus masuk penjara. Aku akan membawamu pulang ke New York!” “Aku sedang hamil, Cassidy!” teriak Sophie dan Cassidy masih menyeringai senang atas apa yang terjadi. Sementara Sophie sudah mulai terpancing emosi. “Lalu aku harus memberikanmu kelonggaran? Oh tentu saja tidak. Setiap perbuatan memiliki konsekuensinya─” Sophie balas menertawakan Cassidy lalu menarik keras sampai tangannya terlepas. “Hah, kamu bicara soal penebusan? Apa menurutmu yang kamu dapatkan dari menipuku? Apa karma sudah datang padamu!” Sophie ikut mengolok Cassidy. Cassidy berdiri berhadapan dengan Sophie. Kedua lengannya bersedekap. Meskipun hatinya terluka mendengar perkataan Sophie yang menyerapahinya tapi Cassidy tetap menampilkan diri sebagai sosok yang angkuh tak tersentuh. “Aku sudah membayarnya dengan menghabisi Angelica. Kamu puas?” sahut Cassidy membungkam Sophie. “Lalu bagaimana dengan akibat dari perbuatanmu? Kamu melibatkan semua orang termasuk keluargamu. Sekarang kamu harus membayar semuanya. Kamu akan kujebloskan ke dalam penjara di New York karena percobaan pembunuhan padaku, lalu soal merekayasa penculikan dan penggelapan uangku sebesar 22 juta dolar!” Sophie segera berdiri dengan napas tersengal berhadapan dengan Cassidy yang mengancamnya. “Kamu tidak punya bukti apa pun menuduhku sama sekali.” “Hahaha ....” Cassidy tertawa keras sambil berkacak pinggang. Ia menggeleng sambil masih terbahak-bahak pada Sophie yang pucat ketakutan. “Apa kamu pikir semua jejakmu itu bersih, Sophie? Orang-orang yang membantumu sudah mengaku bahkan Collin, mantan pacarmu itu juga melakukannya. Aku punya seluruh bukti transfer uang yang kamu alihkan atas nama Angelica. Kamu yang melakukannya agar semua orang mengira Angelica yang menculikmu dan kamu adalah korbannya,” ujar Cass dengan raut wajah dingin bagaikan seorang pemburu. “Aku hanya tidak menyangka jika kamu begitu tega menipuku, menipu cintaku padahal aku tergila-gila padamu. Aku rela meninggalkan semuanya demi kamu. Tapi ternyata, kamu lebih buruk dari Angelica.” Cassidy menambahkan kalimat jahat untuk menyakiti hati Sophie. “Lalu untuk apa kamu masih mencariku? Bukankah kamu membenciku sekarang?” Sophie balik bertanya dengan mata berkaca-kaca. Cassidy mendekat satu langkah di depan Sophie sambil terus menatap matanya. Mereka sama-sama terluka tapi terlalu keras kepala untuk saling memaafkan. “Karena aku ingin kamu merasakan yang kurasakan,” jawab Cassidy dengan nada rendah. Sophie masih diam menatap Cassidy. “Kita sudah saling menyakiti, sebaiknya kita bercerai saja secara hukum.” Sophie berbalik ingin pergi tapi tangan Cassidy mencekal dan menghalanginya. Sophie menarik paksa tangannya dan ia terus menunjukkan sikap membenci. “Aku sudah bilang aku tidak akan bercerai darimu. Jika kamu berani menggugat cerai, aku akan memasukkanmu ke penjara!” “Jangan mengancamku, Cass. Aku sedang hamil!” hardik Sophie melotot marah. “Oke, baiklah. Aku tidak akan memasukkanmu ke penjara tapi aku akan tinggal di sini bersamamu sebagai Suamimu─” “Apa? Kamu gila ya!” “Aku memang Suamimu dan aku tidak gila. Jika ada yang bertanya, kamu harus mengatakan jika aku adalah Suamimu yang baru saja pulang dari perjalanan jauh karena aku adalah seorang pelaut. Bagaimana? Cukup masuk akal kan?” ujar Cassidy mengarang alibi untuk Sophie. “Kamu bukan pelaut, Cass─” “Memang bukan, tapi aku rasa itu alibi yang cukup masuk akal,” sahut Cassidy dengan cengir jahat. “Aku tidak mau!” Sophie menolak dengan geram. “Tidak masalah, aku tinggal seret kamu ke kantor Polisi sekarang. Aku bawa semua buktinya jadi mungkin dalam satu dua jam ke depan kamu sudah bisa masuk penjara lalu sheriff county akan membawamu ke New York dengan mobil tahanan.” Cassidy sampai melirik pada jam tangannya begitu meyakinkan Sophie agar merasa terintimidasi. Benar saja, Sophie jadi panik dan bingung. Ia diam tidak bicara dengan napas tersengal. “Tolong, jangan ....” “Begitu lebih baik. Aku akan pindahkan mobilku ke halamanmu. Tunggu di sini!” Cassidy tersenyum lalu mengedipkan sebelah matanya pada Sophie yang kebingungan sekaligus takut karena terancam. Cassidy benar-benar keluar bersama anjingnya untuk mengambil Camper Van serta barang-barangnya. Sementara Sophie langsung panik. “Aduh, bagaimana ini? Aku tidak mungkin menerima dia kembali!” ucap Sophie lalu mondar-mandir di ruang dapur yang masih berserakan itu dengan rasa gusar. “Apa aku harus lari? Tapi mau lari ke mana?” Sophie merengek kesal bermonolog sendiri. Ia sampai mengentakkan kakinya ke lantai karena kesal. “Sophie!” panggil Orlando yang tiba-tiba masuk lewat pintu dapur. “Orlando? Apa yang kamu lakukan di sini?” pekik Sophie separuh kaget. “Aku datang untuk melihatmu─” Terdengar suara mobil yang masuk ke halaman rumah Sophie. Saat Sophie melongok lewat pintu dapur terlihat sebuah Camper Van yang dibawa Cassidy parkir di sana. “Oh Tuhan ....”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD