"Apa salah saya sampai kamu marah seperti itu?"
"Apa? Ma-maksud pak bos apa," Zoya menunduk, menggigit bibir bawahnya menarik tangannya kebelakang menyembunyikan buku catatannya.
Apa pak Oscar lihat? Kalau iya, mampus lah dia. Tamat sudah riwayatnya.
"Pa-pak, saya… " Zoya terdiam, berjalan mundur saat Oscar berjalan ke arahnya.
Duk!
Sial. Pake mentok lagi. Zoya risih, Oscar semakin dekat dengannya.
"Pak, jangan seperti ini, nanti ada yang.. Auh!" Tersentak kaget ketika Oscar menarik pinggangnya memegang kedua tangannya di belakang sana.
Kini Zoya tak dapat bergerak, mimik muka pucatnya benar-benar gemas dengan tingkah menyebalkan Oscar.
"Pak," wajahnya seketika mundur, tatapannya diturunkan tak ingin melihat wajah Oscar yang semakin dekat dengan wajahnya.
Bahkan, dia bisa merasakan bau permen mint di setiap deruan nafasnya.
Ah, sial. Ini orang maunya apa sih?
Tak lama matanya melotot spontan menaikkan pandangan menatap Oscar kini mengangkat tangan sambil memegang buku catatan miliknya.
"I kill you Oscar… well, apa ini nona Zoya?" Oscar tersenyum menyeringai, Zoya terlihat semakin pucat menatapnya khawatir.
"Baiklah, begini saja." Oscar mendekatkan wajahnya, dekat dekat dekat semakin dekat, membuat Zoya seketika tegang, bergidik merinding menggigit bibir bawahnya menatap arah lain.
Iris mata Zoya gelisah, takut, merasa dipermalukan dan dilecehkan.
"Bagaimana kalau… " Oscar sejenak berhenti, mengulum senyum melihat wajah panik Zoya.
"Nungguin ya,"
Brengsek!!
Jantung Zoya hampir copot, dia benar-benar dipermainkan. Dengan cepat mendorong Oscar menjauh darinya.
"Bapak apa-apaan sih, hah!" Zoya tak sengaja meninggikan intonasi suaranya, segera sadar menciut menelan ludah kasar.
"Ohoh… ternyata.. kamu berani juga ya,"
Zoya dengan cepat menggeleng mendongak, cengengesan peace.
"Hehe, peace pak. Su-suara saya memang begitu kadang menanjak nggak bisa mundur lagi." ucapnya.
"Hem," Oscar mengetuk-ngetuk dagu tampak berpikir.
"Maaf pak, janji nggak gitu lagi. It-itu tulisan saya, saya minta maaf." cicitnya kembali menunduk.
"Oke, saya maafkan."
"Beneran pak?" Kedua bola mata Zoya berbinar-binar menatap Oscar.
"Yes. But,"
Kok perasaan Zoya kagak enak ya? Bumerang nih kayaknya.
"Mulai besok, sampai seterusnya… kamu antar jemput saya di rumah. Dan satu lagi, jam enam pagi sudah standby time di depan karena saya paling tidak suka terlambat." Jelasnya tersenyum kecil merogoh saku celana, untung tadi kebawah kunci cadangan.
Oscar melempar kunci itu di meja, melihat Zoya yang tampak shock mendengar ucapan nya yang tidak masuk akal itu.
"P-pak, jam segitu saya masih—"
"Saya tidak peduli. Ini hukuman buat orang sepertimu."
What!?
O-orang sepertiku, orang sepertiku. MEMANGNYA AKU BAGAIMANA BOS GILA. LEBIH GILA DARIMU, YA 'KAN SETAN.
"T-tapi, pak. Saya—"
"Apa kabar dengan gajimu nona Zoya? Kamu yakin tidak ingin mempertahankannya?" ancam Oscar. Tidak peduli gadis di hadapannya itu mungkin saja tengah menyumpah serapah padanya.
Yang penting dia puas melihat wajah tak berdaya Zoya. Kali ini, dia yang menang.
Yang dapat dilakukan Zoya hanya meraih kunci mobil dengan lesu, menatap kunci itu nanar.
"Ayo, keluar. Yang ada kalau lama, orang-orang berpikir yang tidak-tidak." Lontar Oscar.
"Syukurlah, setidaknya saya terbebas dari skandal murahan dengan anda." gumam Zoya lesuh tanpa sadar.
"Apa? Ngomong apa barusan?" sentak Oscar, tak ayal Zoya terkejut menarik diri menjauh dari Oscar.
"Gak ngomong apa-apa kok pak bos, beneran hehe."
"Cih." Oscar pun keluar, tidak lupa membawa jas kerjanya.
Dari belakang, Zoya tampak ancang-ancang ingin menendang Oscar. Sayangnya, dia mengurungkan niatnya sebelum niat jahatnya terpengaruh oleh setan jahat.
Ia pun pasrah mengikuti Oscar keluar, sambil memikirkan bagaimana nasib nya kedepan harus bangun dua kali lebih cepat dari biasanya.
"Kenapa?" Tanya Justin tiba-tiba nongol entah dari mana pria itu datang.
"Jeng jeng jeng… " Zoya memperlihatkan kunci mobil di depan muka Justin. "...aku jadi supir. Ha-ha-ha… ha-ha-ha… bos edan." berlalu pergi dengan tatapan kosong berjalan ke arah meja nya.
Justin meringis, melihat Zoya berjalan seperti robot. Gadis itu menjatuhkan dirinya di kursi kerja, menelungkup menyembunyikan wajahnya di balik lengan.
"Hahh… kamu keterlaluan Oscar." lontarnya sedikit kesal dengan sikap ponakannya yang semakin menyusahkan Zoya.
"Oscar,"
"Ssttt… " Oscar berbisik, kucing kesayangannya tengah tertidur di atas pangkuannya. Otomatis, Justin yang baru masuk niatnya ingin mengomel di urungkan.
Sangat tau bagaimana kesalnya Oscar jika Casper kucingnya bangun.
Ah, Oscar punya satu kucing anak dari Milo kucing kakaknya Arumi.
Dia naruhnya memang jarang di rumah paling di kantor, paling tidak ke apartemen kalau dia lagi gabut pengen sendiri ya ke apartemen.
Justin cuma bisa pasrah, berjalan ke arah sofa, lalu duduk di sana.
Sementara itu, Zoya meringis memegang perutnya.
"Ashh…" Zoya lupa, tadi niatnya sampai kantor dia bisa curi-curi buat makan. Taunya, di kerjain Oscar.
Zoya pun membuka laci, ada roti dan s**u di sana. Ah, stoknya tinggal dua aja lagi.
"Nanti aja deh beli nya." ucapnya membuka roti dan banana s**u nya. "Aahh… setidaknya, terisi." gumamnya tersenyum kecil.
***
Di sisi lain, Ruby tengah memeluk lututnya duduk di depan toko, di atas meja terdapat beberapa cemilan berhamburan.
Dia masih kesal, papa dan mama nya akan tiba besok. Dan Ruby sudah bertekad akan mogok ngomong sama mereka.
Sambil menghabiskan s**u coklatnya, Ruby tanpa henti menggerutu.
"Pokoknya Bee bakal mogok, bodo amat mau dipecat. Syukur banget kalo beneran dipecat, itu yang Bee tunggu."
Ruby menghela nafas berat.
"Kenapa harus bekerja? Siapa yang menciptakan kerja?"
"Oh, jadi disini pelariannya." Ruby menaikkan pandangan, sontak terkejut melihat Joshua.
Pria itu kini duduk di hadapannya, meraih s**u yang nganggur.
"Ih, beli sendiri sana." ketus Ruby menurunkan kaki dari kursi, mencondongkan badannya meraih s**u dari tangan Joshua.
"Ah, lega nya." ucap Joshua.
"Ah, yaahh… itu stok terakhir di dalam udah habis. Jahat banget." Bahu Ruby mencelos menatap nanar bungkus s**u di tangan Joshua.
"Ah," Joshua mengubah posisi nya dengan duduk tegak.
Dia… melakukan kesalahan lagi.
"Eh eh eh, Jangan nangis dong." Joshua menggaruk kepalanya, meringis mengeluarkan slayer menyeka sudut mata Ruby.
Mata bulat Ruby berkaca-kaca menatap Joshua. Semakin membuat Joshua merasa bersalah, melakukan hal bodoh membuat nya semakin minus di mata Ruby.
"Jahat banget." lirih Ruby, merogoh saku mengambil sisa uangnya.
"Yahh… " Ruby cemberut, uangnya tak cukup lagi untuk s**u.
Joshua lagi-lagi meringis melihat uang recehan Ruby. Saatnya memperbaiki kesalahan-kesalahan yang diperbuatnya.
"Mau s**u lagi?"
"Susunya habis, om minum tadi. Hiks," Ruby menenggelamkan wajahnya di balik lengan terisak kecil.
Aduh mampus.
"Kita ke tempat lain, mau nggak? Di tempat lain banyak kok. Bagaimana?" Bujuk Joshua, mencoba bernegosiasi dengan Ruby.
Negosiasi dengan Ruby ternyata lebih menegangkan daripada bisnis.
"Uang nya?"
Joshua dengan cepat mengambil black kart card miliknya dari dompet, lalu menaruhnya di depan Ruby.
"Apapun, Ruby mau apa silahkan." ucapnya hati-hati, takut Ruby salah paham maksudnya.
Namun bibirnya berkedut menahan senyum melihat wajah Ruby tampak cerah kembali. Senyum gadis itu tampak sempurna melihat kartu di depan matanya berbinar-binar.
"Boleh?"
"Yes. Ayo, saya antar."
"Oke, go go go." Ruby mengepalkan tangan bersemangat ia bangkit tak lupa meraih black card milik Joshua.
Pria itu terkikik gemas, Ruby melompat-lompat kecil melangkah lebih dulu mendahului nya.
"Hei, pendek. Mobilnya di sana." panggil nya pada Ruby, dan gadis itu pun menolehkan kepalanya mengangguk-angguk kecil.
"Okey." Ruby mengedipkan sebelah dengan gaya imutnya tak lupa sent lebarnya.
Tak urung membuat Joshua terpaku tanpa kedip memegang dadanya, terpana dengan tingkah menggemaskan Ruby.
"Aku bisa gila kalau seperti ini, dia… menggemaskan." gumamnya hingga tak sadar Ruby kembali ke tempatnya dan duduk dengan kasar.
"Eh?" Joshua pun tersadar, menurunkan pandangan menatap Ruby heran.
"Kenapa?"
"Kata mama, sekarang lagi jaman penculikan jangan mau diiming-iming apapun apalagi Ruby suka s**u. Ntar kalau di ajak ke mobil, di culik deh. Jadi Ruby memutuskan untuk puasa s**u hari ini."
Lah?
Hati Joshua kretek lagi di kira penculik.
Atit tanpa luka ini mah.
Lihat, Ruby berlalu meninggalkan Joshua yang masih cengo.
"Yakh. Rubyyyyy!!" pekiknya tertahan mengerang kesal melihat kepergian anak itu.
"Auhh… dia menyebalkan kali ini." dengus nya meraih black card miliknya setelah itu mengejar Ruby.
"Awas kamu gadis kecil."