Matanya yang seperti cawan berputar-putar dan ia menggelengkan kepala dengan muak, "Apa yang rnereka ajarkan padamu di sekolah?”
“Tidak banyak, tapi yang pasti mereka tidak mengajari kami memburu pekerjaan dari korban kecelakaan.
"Kalau begitu, kau sebaiknya belajar cepat-cepat. Kalau tidak, kau akan kelaparan. Dengar, kau lihat nomor telepon rumah korbannya? Hubungi saja nomor ini, katakan pada siapa saja yang menerima bahwa kau kerja di Divisi Penolong dalam Dinas pemadam Kebakaran Southaven; atau semacam seperti itulah, dan kau perlu bicara dengan korban, siapapun namanya. Dia tidak bisa bicara di telepon, sebab dia ada di rumah sakit? Rumah sakit mana? Kau memerlukan data ini untuk komputer. Mereka akan mengatakannya padamu. Ini selalu berhasil. Pakai imajinasimu. Orang memang gampang tertipu.”
Aku merasa muak. "Setelah itu apa?”
"Lalu kau pergi ke rumah sakit dan bicara begini begitu. Hei, dengar, kau orang baru, kan? Maaf. Begini saja, mari kita beli sandwich, kita makan di mobil, dan pergi ke rumah sakit, lalu buat bocah ini menandatangani kontrak.”
Aku sama sekali tak ingin melakukannya. Aku ingin berjalan keluar dari tempat ini dan tak pernah kembali. Tapi saat ini aku tak ada pekerjaan lain. "Oke,” kataku dengan penuh kebimbangan.
la melompat berdiri, "Temui aku di depan. Aku akan menelepon dan mencari tahu rumah sakit mana.”
***
Rumah sakitnya adalah Rumah Sakit Amal Santo Petrus, bangunan semrawut tempat pasien-pasien trauma dibawa. Rumah sakit itu milik pemerintah daerah dan memberikan layanan bagi pasien-pasien yang tidak
Yuval kenal baik dengan tempat itu, Kami melintasi kota dengan minivan bututnya, aset satu-satunya yang ia dapatkan dari perceraian yang disebabkan oleh bertahun-tahun kecanduan alkohol. la sudah bersih sekarang, menjadi anggota perkumpulan mantan pecandu alkohol dan sudah berhenti merokok. la tak suka berjudi, ia mengaku dengan murung, tapi kasino-kasino baru yang bertumbuhan di garis batas negara bagian Arkansas membuatnya khawatir.
Mantan istri dan dua anaknya masih di California. Aku mendapatkan semua detail ini dalam sepuluh menit, sementara mengunyah hot dog. Yuval mengemudi dengan satu tangan, makan dengan tangan lainnya, berkedut, tersedak, meringis, dan terus berbicara sepanjang perjalanan melintasi separo Southaven dengan segumpal salad ayam menempel di sudut mulut. Aku tak tahan melihatnya.
Kami parkir di tempat khusus untuk dokter, sebab Yuval punya kartu parkir yang mengidentifikasikannya sebagai dokter. Satpam di sana seperti sudah kenal dengannya, dan ia melambaikan tangan, menyuruh kami lewat.
Yuval membawaku langsung ke meja informasi di lobi utama yang penuh manusia. Dalam beberapa detik ia sudah mendapatkan nomor kamar Max Van Nozick, prospek kami. Jari kaki Yuval bengkok dan ia berjalan sedikit pincang, tapi aku kesulitan untuk menyusulnya ketika ia masuk ke lift. "Jangan bertingkah seperti pengacara," ia berbisik tertahan ketika kami menunggu serombongan perawat.
Bagaimana mungkin orang curiga Yuval seorang pengacara? Kami naik ke lantai delapan tanpa berbicara, dan keluar bersama serombongan orang. Yang menyedihkan, Yuval rupanya sudah berkali-kali melakukan hal ini.
Meskipun bentuk kepalanya besar dan aneh, serta cara jalannya agak pincang dan sosoknya mencengangkan, ternyata tak seorang pun memperhatikan kami. Kami menyusuri koridor yang penuh sesak, sampai koridor itu bersimpangan dengan ruang perawat yang sibuk. Yuval tahu persis bagaimana menemukan Kamar 886. Kami menikung ke kiri, melewati beberapa perawat, teknisi, dan seorang dokter yang sedang mengamati bagan. Kereta dorong tanpa seprai berjajar pada satu dinding. Lantai keramiknya sudah tua dan perlu dipel. Ada empat pintu di sebelah kiri, dan tanpa mengetuk, kami masuk ke sebuah kamar semiprivat. Kamar itu remang-remang. Ranjang pertama ditempati oleh seorang laki-laki dengan selimut ditarik sampai ke dagu. Ia sedang menyaksikan opera sabun di TV kecil yang terayunayun di atas ranjang.
Ia melihat kami dengan ngeri, seolah-olah kami datang untuk meligambil ginjal, dan aku merasa benci pada diri sendiri karena berada di sini. Kami tidak berhak melanggar privasi orang-orang ini dengan begitu kejam.
Yuval, sebaliknya, tidak mengendurkan langkah. Sulit mempercayai bahwa penipu kurang ajar ini adalah si musang kecil yang menyelinap ke kantorku belum satu jam yang lalu. Waktu itu ia begitu takut takut. Sekarang ia kelihatan tak kenal takut.
Kami maju beberapa langkah dan berjalan ke celah di samping penyekat lipat. Yuval ragu-ragu sejenak, untuk melihat apakah ada orang lain bersama Max Van Nozick, Ternyata Max sendirian, dan Yuval melangkah maju. "Selamat Siang, Mr. Max Nozick,” katanya sungguh-sungguh.
Max Van Nozick kira-kira berusia menjelang tiga puluh meskipun usianya sulit diperkirakan karena balutan pada wajahnya. Satu matanya bengkak sampai hampir tertutup, sedangkan di bawah mata yang lain ada luka gores. Satu lengan patah, satu kaki tergantung pada alat penarik.
Syukurlah ia sedang terjaga, jadi kami tak perlu menyentuhnya atau berteriak. Aku berdiri di ujung ranjang, dekat pintu masuk, sambil berharap cemas tak ada perawat, dokter, atau anggota keluarganya yang muncul dan memergoki kami melakukan ini.
Yuval membungkuk lebih dekat. "Apakah Anda bisa mendengar saya, Mr. Max Nozick?" ia bertanya penuh simpati, bagaikan seorang pendeta.
Max Van Nozick terikat pada ranjang, jadi ia tak dapat bergerak. Aku yakin ia ingin duduk atau mengatur posisi tubuh, tapi kami melihatnya terpaku di sana. Aku tak bisa membayangkan betapa terkejut perasaannya. Di satu saat ia sedang berbaring menatap langit-langit, mungkin terguncang dan kesakitan, lalu dalam sekejap ia melihat wajah paling aneh yang pernah ia saksikan.
la mengedip-ngedipkan mata dengan cepat, mencoba memusatkan pandangan. "Siapa kau?" ia mendengus dengan gigi dirapatkan. Rapat karena terikat kawat.
Ini tidak adil.
Yuval tersenyum mendengar kata-kata ini dan memperlihatkan empat gigi mengilat. "Yuval Bonjamin, biro hukum Jones Craig." la mengucapkan ini dengan suara meyakinkan, seolah-olah ia memang sudah seharusnya berada di sini. "Anda belum bicara dengan perusahaan asuransi, bukan?"
Dengan cara begitu sederhana Yuval sudah menentukan siapa si jahat. Yang pasti bukan kami. Si jahat adalah orang-orang asuransi. la mengambil langkah raksasa dalam mendapatkan kepercayaan. Kami versus mereka.
"Belum," dengus Van Nozick
"Bagus. Jangan bicara dengan mereka. Mereka cuma mau mempersulit diri Anda," kata Yuval, beringsut lebih dekat sambil memberikan saran. "Kami sudah mempelajari laporan kecelakaan itu. Kasus jelas melanggar lampu merah. Satu jam lagi kami akan keluar," katanya sambil melihat jam tangan dengan lagak penting, "dan memotret tempat kejadian, bicara dengan saksi, pokoknya, pekerjaan-pekerjaan yang perlu. Kami harus mengerjakannya dengan cepat, sebelum penyidik dari perusahaan asuransi bicara dengan para saksi. Mereka terkenal suka menyuap untuk mendapatkan kesaksian palsu. Yaah... hal-hal kotor seperti itu. Kita harus bergerak cepat, tapi kami butuh otorisasi dari Anda. Anda punya pengacara?"
Aku menahan napas. Kalau Van Nozick mengatakan saudaranya seorang pengacara, aku akan keluar.
"Tidak," katanya.
Yuval bergerak untuk menjatuhkan pukulan mematikan. "Nah, seperti kata saya, kita harus bergerak cepat. Biro hukum saya menangani lebih banyak kasus kecelakaan mobil daripada siapa pun di Southaven, dan kami selalu mendapatkan ganti kerugian dalam jumlah besar. Perusahaan asuransi takut pada kami. Dan kami tidak minta bayaran sepeser pun. Seperti umumnya, kami hanya mengambil sepertiga dari ganti kerugian yang dibayarkan." Sambil mengucapkan kata-kata penutup, perlahan-lahan ia mencabut sehelai surat kontrak dari tengah buku tulis. Kontrak yang dibuat terburu-buru—satu halaman, tiga alinea, sekadar cukup untuk menjeratnya. Yuval mengebaskannya di depan wajah si korban sedemikian rupa, sehingga Van Nozick mau tak mau ambilnya. la memegangnya dengan tangan yang tak terluka, berupaya membacanya.
Kasihan sekali orang ini. la baru saja mengalami malam terburuk dalam hidupnya, beruntung masih hidup, dan sekarang, dengan mata berkunang kunang dan kepala pening, ia diharapkan membaca sebuah dokumen hükum dan mengambil keputusan bijaksana.
"Bisakah kau menunggu istriku?” ia bertanya, nyaris memohon.
Apakah kami akan tertangkap? Aku mencengkeram pinggiran ranjang, dan secara ceroboh menyentuh kabel katrol hingga kakinya naik satu inci, "Ahhh!” ia mengerang.
"Maaf,” kataku cepat sambil menarik tangan. Yuval menatapku seolah-olah ingin menyembelihku, kemudian berhasil mengendalikan diri, "Di mana istri Anda?” ia bertanya.
"Ahhh!” Orang malang itu kembali merintih.
“Maaf," Aku mengulangi karena tidak tahan. Sarafku sangat tegang.
Van Nozick menatapku ketakutan. Aku sisipkan tangan dalam-dalam ke saku.
"Sebentar lagi dia kembali,” katanya, rasa sakit terpeta jelas pada setiap suku kata.
Yuval punya jawaban untuk apa saja. "Saya akan bicara dengannya nanti, di kantor. Saya butuh banyak informasi darinya.” Dengan tangkas Yuval menggeser buku tulis di bawah surat kontrak, sehingga tanda tangan bisa dibubuhkan dengan lebih lancar, dan ia membuka tutup pena.
Van Nozick menggumamkan sesuatu, kemudian menerima pena itu dan menuliskan nanıanya. Yuval menyelipkan surat kontrak tersebut ke dalam buku, dan mengangsurkan sehelai kartu nama kepada klien baru. Kartu nama itu menerangkan dirinya sebagai paralegal pada biro hukum Jones Craig.
"Sekarang, ada beberapa hal," kata Yuval. Nada suaranya penuh wibawa. "Jangan bicara dengan siapa pun kecuali dokter Anda. Orang-orang asuransi akan datang mengganggu, bahkan mungkin mereka akan ke sini hari ini untuk memaksa Anda menandatangani berbagai formulir dan surat-surat lain. Mereka mungkin akan menawarkan uang ganti kerugian. Bagaimanapun kejadiannya, jangan ucapkan sepatah kata pun pada mereka. Jangan menandatangani apa pun sebelum saya memeriksanya. Saya punya nomor telepon saya. Teleponlah kapan saja, 24 jam sehari. Di balik kartu nama itu ada nomor Edward Cicero di sini, dan Anda bisa meneleponnya kapan saja. Kami akan menangani kasus ini bersama-sama. Ada pertanyaan?"
"Bagus," Yuval berkata sebelum Van Nozick bisa mengerang atau merintih. "Edward akan kembali besok pagi dengan dokumen-dokumen yang diperlukan. Suruh istri Anda menelepon kami sore ini. Penting sekali kami bicara dengannya." la meremas kaki Van Nozick yang tidak terluka. Sudah saatnya kami pergi, sebelum ia berubah pikiran. "Kami akan mendapatkan banyak uang untuk Anda," Yuval meyakinkannya.
Kami mengucapkan selamat tinggal sambil mundur dan cepat-cepat keluar. Begitu sampai di koridor, Yuval dengan bangga berkata, "Begitulah caranya, Edward. Gampang."
Kami menghindari seorang wanita di kursi roda dan berhenti menunggu seorang pasien yang dibawa lewat dengan kereta dorong. Gang itu penuh manusia. "Bagaimana jika orang itu sudah punya pengacara?” aku bertanya, mulai bernapas kembali.
"Tak ada ruginya, Edward, itulah yang harus ingat. Kita datang ke sini tanpa apa-apa. Kalau dia mengusir kita keluar dari kamar, apa pun alasannya apa ruginya buat kita?"
Sedikit martabat, sejumput kehormatan. Caranya bernalar sepenuhnya logis. Aku tak mengucapkan apa-apa. Langkahku panjang dan cepat, aku mencoba untuk tidak melihatnya berjalan terpincang-pincang dan terseret-seret. "Kau lihat, Edward, di sekolah hukum mereka tidak mengajarimu apa yang perlu kau ketahui Semuanya cuma buku, teori, dan pemikiran angkuh tentang praktek hukum sebagai profesi, seperti di antara para ksatria. Itu panggilan mulia, ditentukan oleh berhalaman-halaman omongan tentang etika.”
"Apa salahnya dengan etika?”
"Oh, tidak ada, aku rasa. Maksudku, aku percaya pengacara harus berjuang untuk kliennya, menjaga diri untuk tidak mencuri uang, berusaha tidak berdusta, kau tahu, hal-hal pokok seperti biasa.”
Pandangan Yuval tentang etika. Berjam-jam kami habiskan untuk meneliti dilema moral dan etika dan... bum... begitu saja, Yuval sudah meringkas Kitab Etika menjadi Tiga Besar: Berjuang untuk klien, jangan mencuri, dan berusaha tidak berdusta.
Kami sekonyong-konyong berbelok ke kiri dal memasuki gang yang lebih baru. Rumah Sakit Si Petrus adalah, labirin bangunan tambahan dan tempelan. Yuval sedang bersemangat untuk menguliah "Tapi apa yang tidak mereka ajarkan padamu, sekolah hukum adalah fakta kau bisa terluka. Ambil saja contoh orang tadi, Van Nozick, Aku punya perasaan kau gelisah berada di kamarnya."
”Memang. Iya.”
"Seharusnya kau tidak gelisah."
"Tapi tidak etis memburu kasus perkara. Itu terang-terangan menarik keuntungan dari korban kecelakaan.
"Benar. Tapi siapa peduli? Lebih baik kita, daripada orang berikutnya. Aku berani bertaruh dalam 24 jam mendatang kalau akan ada pengacara lain yang menghubungi Van Nozick dan mencoba mendapatkan kontrak darinya. Memang beginilah urusan ini dikerjakan, Edward. Ini kompetisi, pasar. Banyak pengacara di luar sana."
Memangnya aku tidak tahu hal ini! "Apa orang ini akan bertahan dengan kita?" tanyaku.
"Mungkin. Sejauh ini kita beruntung. Kita mendapatkannya pada saat yang tepat. Peluangnya biasanya lima puluh-lima puluh, tapi begitu mereka membubuhkan tanda tangan pada titik-titik, kemungkinan delapan puluh-dua puluh mereka akan tetap memakai kita. Beberapa jam lagi kau perlu menghubunginya dan bicara dengan istrinya, tawarkan untuk kembali ke sini pada malam ini, dan rundingkan kasus ini bersama mereka.”
"Aku?"
"Ya. Mudah. Aku punya beberapa berkas perkara yang bisa kau pelajari. Tidak perlu pintar-pintar amat untuk melakukan ini.”
"Tapi aku tidak pasti..."
"Dengar, Edward, tenanglah. Jangan takut dengan tempat ini. Dia klien kita sekarang, oke? Kau berhak mengunjunginya. Orang lain tidak akan bisa apa-apa. Mereka tak bisa melemparmu ke luar. Tenang.”
***
Kami minum kopi dari cangkir plastik di ruang minum lantai tiga. Yuval lebih suka kafetaria kecil ini karena letaknya dekat dengan sayap ortopedi dan karena tempat itu hasil renovasi baru, sehingga tak banyak pengacara yang tahu. Para pengacara, ia menerangkan dengan suara tertahan sambil memeriksa setiap pasien, dikenal suka berkeliaran di kafetaria rumah sakit, memangsa orang-orang yang terluka. la mengucapkan ini dengan nada memandang rendah. Ironi sudah lenyap dalam diri Yuval.
Bagian dari pekerjaanku sebagai associate pada biro hukum Jones Craig adalah bergelandangan di sini dan merumput di padang ini. Ada juga kafetaria besar di lantai utama Rumah Sakit Ende, dua blok dari sana. Dan ada tiga kafetaria di Rumah Sakit HVA. Sudah tentu Yuval tahu letaknya, dan ia membagikan pengetahuan ini.
la menasihatiku untuk mulai dengan Santo Petrus, sebab tempat itu punya unit trauma paling besar. la menggambar peta pada kertas lap untuk menunjukkan lokasi tempat-tempat lain yang potensial—kafetaria utama, tempat minum dekat bangsal bersalin di lantai dua, kedai kopi dekat lobi depan. Malam hari adalah saat saat yang bagus, katanya, masih mengamati calon mangsa, sebab pasien kerap kali merasa bosan di kamar dan keluar memakai kursi roda, untuk mencari makanan ringan. Beberapa tahun yang lalu, salah satu pengacara Henry sedang memancing di kafetaria utama dan mendapatkan seorang bocah yang baru saja mengalami kebakaran. Kasus itu di selesaikan setahun kemudian dengan uang ganti rugi dua juta dolar. Masalahnya, bocah itu memecat Henry dan memakai pengacara lain.
"Lolos," kata Yuval, bagaikan pemancing yang kalah.