Tiga Puluh Enam

1037 Words
Terus terang aku tidak mampu mengingat kriteria yang aku rumuskan dan kemudian kupergunakan untuk memilih Kantor Hukum Jackob and Associates sebagai buruanku yang pertama, tapi aku pikir itu ada hubungannya dengan iklan mereka yang bagus dan anggun pada halaman kuning. Iklan itu mencantumkan sebuah foto hitam-putih bernuansa kasar dari Mr. Jackob. Pengacara-pengacara jadi sama buruknya dengan tukang jamu dalam urusan menempelkan wajah mereka di mana-mana. la kelihatan sebagai orang yang tulus, sekitar empat puluh tahun, senyum ramah, berlainan dengan kebanyakan pas foto dalam bagian pengacara di halaman kuning. Biro hukumnya punya empat pengacara, mengkhususkan diri dalam perkara kecelakaan mobil, mencari keadilan di semua jalan raya, seperti kasus-kasus ganti rugi kecelakaan dan asuransi, bertempur bagi kliennya, dan tak mengambil apa pun sampai uang ganti kerugian dibayarkan. Peduli amat. Aku harus mulai dari suatu tempat. Aku menemukan alamatnya di sebuah gedung bata kecil, bujur sangkar yang benar-benar jelek, dengan halaman bebas parkir di sampingnya, Fasilitas parkir bebas itu disebutkan di halaman kuning. Bel bernyanyi ketika aku membuka pintu. Seorang perempuan gemuk kecil di belakang meja kerja yang penuh barang menyambutku dengan sesuatu antara seringai mencemooh bercampur beringsut kesal. Aku membuatnya berhenti mengetik. "Ada yang bisa saya bantu?" ia bertanya, jari jarinya yang gemuk tergantung beberapa inci dari tombol mesin tik. Sialan, ini sulit. Kubujuk diriku sendiri untuk tersenyum. "Ya, apakah saya bisa bertemu dengan Mr. Jackob?" "Dia ada di pengadilan federal," katanya, sementara dua jari memukul tombol. Sepotong kata pendek dihasilkan. Bukan sekadar kantor pengadilan, tapi pengadilan federal! Federal berarti liga utama, jadi bila pengacara gelandangan macam Mr. Jackob punya kasus di pengadilan federal, sudah pasti ia ingin semua orang tahu. Sekretarisnya diperintahkan menyiarkannya. "Ada yang bisa saya bantu?" ia mengulangi. Aku sudah memutuskan akan jujur secara brutal. Tipuan dan kecurangan bisa menunggu, tapi tidak lama. "Ya, nama saya Edward Cicero. Saya mahasiswa hukum tahun ketiga di Southaven, akan segera lulus, dan saya ingin... ya...kurang-lebih saya sedang mencari pekerjaan.” Pandangan perempuan itu jadi sepenuhnya mencemooh. la mengangkat tangan dari tombol mesin tik, memutar kursi untuk menghadapiku, lalu mulai menggelengkan kepala sedikit. "Kami tidak punya lowongan," katanya dengan nada puas, seolah-olah ia mandor di pabrik pengilangan minyak. "Begitu? Bisakah saya meninggalkan resume dan surat untuk Mr. Jackob?" la mengambil surat-surat itu dengan hati hati, seolah-olah surat-surat itu basah kuyup oleh kencing, kemudian menjatuhkannya ke meja. "Akan saya simpan bersama yang lain." Aku bahkan bisa memaksakan tawa dan senyum lebar. "Banyak di antara kami yang kemari, ya?" "Sekitar satu sehari.” "Oh, baiklah. Maaf mengganggu.” "Tidak ada masalah," ia mendengus, sudah kembali ke mesin tik. la mulai mengetik dengan cepat ketika aku berbalik untuk meninggalkan gedung itu. Aku membawa banyak surat dan resume. Aku menghabiskan akhir pekan itu untuk membereskan surat-surat dan merencanakan penyerbuanku. Saat ini aku punya banyak strategi dan kekurangan optimisme. Kuperhitungkan bahwa aku akan melakukan ini selama sebulan, mengunjungi dua atau tiga biro hukum kecil sehari, lima hari seminggu, sampai aku lulus, lalu... siapa yang tahu? Bolie sudah membujuk Jose Matthew untuk menjelajahi hall of justice guna mencari pekerjaan, dan Altha Abigail mungkin sedang berbicara di telepon, mendesak seseorang untuk mempekerjakanku. Mungkin ada yang akan berhasil. Prospek kedua adalah sebuah biro hukum dengan tiga partner, berjarak dua blok dari yang pertama. Aku benar-benar merencanakan ini, supaya aku bisa bergerak cepat dari satu penolakan ke penolakan yang berikutnya. Tak ada waktu yang terbuang di sini. Menurut buku petunjuk, Kirkland & Ellis adalah biro hukum yang menangani segala perkara secara umum, tiga laki-laki berusia empat puluhan awal, tanpa associate dan paralegal. Mereka tampaknya banyak menangani real estate, sesuatu yang sangat tidak aku sukai, tapi kini bukan saatnya untuk pilih pilih. Mereka berkantor di lantai ketiga sebuah gedung beton modern. Liftnya panas dan lamban. Ruang tamunya ternyata nyaman, dengan permadani oriental pada lantai kayu keras. Beberapa majalah bertebaran di meja kopi dari kaca. Sang sekretaris menutup telepon dan tersenyum. "Selamat pagi. Ada yang bisa saya bantu?" "Ya. Saya ingin bertemu dengan Mr. Kirkland." Masih tersenyum, ia melihat buku janji pertemuan yang tebal di tengah mejanya yang bersih. "Apakah Anda punya janji?" ia bertanya, tahu benar bahwa aku tak punya janji. "Tidak. " "Begitu? Mr. Kirkland agak sibuk saat ini." Karena musim panas lalu aku bekerja di sebuah biro hukum, aku tahu benar bahwa Mr. Kirkland tentu akan sibuk. Itu prosedur baku. Tak ada satu pun pengacara di dunia yang bakal mengakui atau me nyuruh sekretarisnya mengakui bahwa ia tidak diban jiri pekerjaan. Bisa lebih buruk lagi. la bisa saja berada di pengadilan federal pagi ini. Chad Kirkland adalah partner senior di kantor ini, lulusan Southaven University, demikian kata buku petunjuk. Aku sudah mencoba merencanakan seranganku ini sedemikian rupa, dengan memasukkan sebanyak mungkin alumni. "Saya tidak keberatan menunggu," kataku sambil tersenyum. La tersenyum. Kami semua tersenyum. Sebuah pintu terbuka di gang pendek, dan seorang laki-laki tanpa jas dengan lengan kemeja digulung berjalan ke arah kami. la mengangkat muka, melihatku, dan sekonyong-konyong kami sudah berdekatan. la menyerahkan setumpuk berkas kepada sekretaris yang penuh senyum itu. "Selamat pagi," katanya. "Apa yang bisa saya kerjakan untuk Anda?" Suaranya keras. Jenis yang benar-benar ramah. Sang sekretaris mulai mengucapkan sesuatu, tapi aku mendahuluinya. "Saya perlu bicara dengan Mr. Kirkland," kataku. "Saya sendiri," katanya sambil mengulurkan tangan kepadaku. "Chad Kirkland." "Saya Edward Cicero," kataku sambil menerima tangannya dan menjabatnya erat. "Saya mahasiswa tahun ketiga di Southaven University, akan segera lulus, dan saya ingin bicara tentang pekerjaan dengan Anda." Kami masih berjabat tangan, tak ada tanda-tanda genggamannya mengendur ketika aku menyebut pekerjaan. "Yeah," katanya. "Pekerjaan, ya?" la melirik sang sekretaris, seolah-olah mengatakan, "Bagaimana kau membiarkan ini terjadi?" "Ya, Sir. Kalau Anda bisa menyisihkan sepuluh menit saja. Saya tahu Anda sibuk." "Yeah, saya harus menyelesaikan deposisi ini dalam beberapa menit, lalu berangkat ke pengadilan." la berdiri pada tumit, melirikku, lalu ke sekretaris, lalu ke jam tangannya. Namun dalam hati, ia orang baik, berhati lembut. Mungkin ia sendiri pernah mengalami hal ini. Aku memohon dengan mataku, dan mengangsurkan berkas tipis berisi resume dan surat itu kepadanya. "Yeah, baiklah, mari masuk. Tapi sebentar saja." "Saya akan bel Anda dalam sepuluh menit," kata sang sekretaris cepat-cepat, mencoba memperbaiki kesalahan. Seperti semua pengacara sibuk, ia melirik jam tangan, mengamatinya sejenak, lalu mengatakan kepada sekretaris itu dengan muram, "Yeah, sepuluh menit, maksimum. Dan telepon Bentley, katakan padanya aku mungkin terlambat beberapa menit."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD