Berusaha Menyenangkan Ayang

1295 Words
Zero memberikan sebuah plastik yang isi dalamnya tidak diketahui oleh Salsabila. Zero hanya ingin memberikan sesuatu yang terasa enak bagi perempuan pada umumnya. Kue yang dibeli oleh Zero adalah kue yang paling banyak dibeli oleh anak-anak muda. Sebagian besar kue tersebut dicampur dengan coklat, tapi tidak semua. "Apa ini, Pak?" Tangan Salsabila tidak bergerak untuk mengambil apa yang diulurkan oleh sang bos. Mana mungkin ia menerima begitu saja. Bagaimana kalau yang diberikan itu adalah sesuatu yang buruk? Salsabila bukan curiga, tapi hanya berjaga-jaga saja. Salsabila tidak punya pikiran negatif tentang laki-laki di depannya. Bagi Salsabila, sosok bosnya sangat baik. Buktinya memberi gaji yang lebih tinggi daripada umumnya. Bahkan seringkali memberikan dia dan karyawan yang lain makanan yang dibeli dari luar. Dimana lagi mendapat bos seperti itu? Oh ya satu lagi, Salsabila hampir lupa. Sosok bos di depannya tidak pernah memarahi dirinya dan karyawan yang lain. Tentu saja Salsabila pernah melakukan kesalahan dengan memberikan pesanan yang salah. Tapi sang bos hanya menyuruhnya untuk lebih fokus ke depannya. "Ambil saja," ucap Zero sambil memalingkan sedikit wajahnya ke sisi kanan. Ia seperti enggan melihat Salsabila. Padahal Zero sedang berusaha mengendalikan getaran pada dadanya. Ia tidak sanggup berkontak mata langsung dengan Salsabila. Bisa-bisa Salsabila melihat wajahnya memerah seperti kepiting rebus. Membayangkan saja sudah sangat memalukan sekali. Salsabila tambah bingung. Harusnya sang bos menjelaskan isi plastik itu apa. Terus tujuan memberikan kepadanya apa. Kalau hanya disuruh ambil tanpa penjelasan, pasti orang-orang pada umumnya yang ada di sisi Salsabila sekarang tidak akan mau mengambil. "Tidak usah, Pak." Salsabila menolak sambil mendorong plastik yang diulurkan oleh sang bos. "Kenapa?" tanya Zero. Kaget dong karena tiba-tiba ditolak. Padahal ia memberikan dengan sangat ikhlas. Dia juga memberikan sesuatu yang baik. Menurut informasi yang Zero cari di internet, katanya untuk menyenangkan perempuan bisa memberikan apa yang ia suka. Menurut Zero, Salsabila suka kue-kue seperti ini. Ia pernah melihat Salsabila tersenyum lebar saat menikmati kue dari coffee shop. Padahal bagi Zero rasanya biasa saja tapi Salsabila sudah tersenyum selebar itu. Apalagi kue yang ada di tangannya ini, pasti Salsabila suka. Itulah yang Zero pikirkan. Salsabila bingung menjelaskan. Bukan salah dia juga, atasannya sendiri langsung suruh ambil-ambil saja. Jelas saja Salsabila tidak akan mau. "Kamu pikir saya memberikan apa?" tanya Zero lagi. Zero ingin menjawab, tapi seperti ragu-ragu. Hal itu tampak dari wajahnya, sangat jelas sekali. "Saya nggak tau, Pak. Kalau saya tau ya..." Salsabila bingung melanjutkan perkataannya sendiri. Apa ia ingin mengatakan kalau ia tahu apa yang diberikan sang bos maka akan ia ambil? Sepertinya memang begitu, tapi Salsabila tidak ingin menyelesaikan kalimat dan membuatnya menggantung. "Apa?" Zero menanti kelanjutannya. "Tidak ada, Pak." Salsabila menjawab dengan buru-buru. Zero baru sadar sehingga tidak sadar tertawa kecil. "Bapak ketawa?" tanya Salsabila tanpa sadar. Ia baru melihat tawa sang atasan. Biasanya hanya senyum saja, apalagi sedekat ini. Tapi setelah sadar, ia langsung menutupi mulutnya sendiri. Bisa-bisanya bertanya dengan sangat lancang. Apa Salsabila sudah tidak ingin bekerja lagi? Tidak...tidak. Salsabila masih ingin bekerja. "Mana ada." Zero tidak mau mengakuinya. Dia langsung memasang wajah datar. "Kok telinga bapak merah?" Salsabila kaget saat matanya tidak sengaja menatap telinga sang atasan. Kok bisa merah gitu? Padahal cuaca tidak terlalu dingin. Zero menutupi telinganya. Ia bahkan tidak sadar bahwa telinganya memerah. Imege coolnya entah kemana. "Dingin," ujar Zero memberi alasan. "Nggak dingin kok." "Itu kamu, bukan saya." Zero tengah berusaha menormalkan detak jantungnya. Kalau jantungnya berdetak normal, pasti telinganya tidak merah lagi. Itu sih menurut Zero saja. Jangan terlalu dipercaya. Salsabila memaksa diri untuk tertawa. Tawa penuh kecanggungan lebih tepatnya. "Sepertinya iya, Pak." "Ini ambil," ujar Zero tanpa sadar mendesak Salsabila. "Tidak usah, Pak." Salsabila kembali menolak. Bahkan ia mundur beberapa langkah seakan menjauh dari sang bos. Kedua tangan Salsabila juga menginstruksikan sebuah jawaban tidak yaitu dengan melambai-lambaikannya. Zero memijat pangkal hidung. Apa Salsabila tidak melihat dengan jelas? Bahkan di luar plastik tersebut tercetak dengan jelas sebuah nama toko kue. Sudah jelas isinya pasti kue. "Ini cuma kue." Zero memberi penjelasan yang sebenarnya sejak awal dibutuhkan oleh Salsabila. "Ha? Kue?" Salsabila kembali diterpa kebingungan. "Iya." "Buat apa, Pak?" "Ya buat kamu." "Ambil saja, saya beli kebanyakan." Zero tidak punya alasan lain. Tapi ia emang beli kebanyakan. "Tidak usah, Pak." Ternyata perempuan di depannya termasuk orang yang keras kepala. Kenapa tidak diterima saja sih? Pikiran Zero memang sesimple itu, sedangkan Salsabila tentu saja tidak ingin menerima sesuatu dari orang lain tanpa ada alasan yang memang tidak bisa membuatnya menolak. "Ya sudah, kalau begitu saja buang saja." Zero membalikkan badan menuju tempat sampah yang memang ada di luar coffee shop. "Eh eh, kenapa dibuang?" Salsabila panik. Mana brand toko kuenya juga terkenal. Pasti harganya tidak murah. Apa membuang uang semudah itu? Memang sih sang atasan memiliki uang yang banyak, tapi tidak perlu sampai dibuang-buang begitu. Mending diberikan kepada dirinya. Eh, bukannya tadi sudah diberikan kepada dirinya? Iya sudah, tapi Salsabila malah menolaknya. "Kamu tidak mau, saya juga tidak memakannya. Jadi dibuang saja." Zero menjawab dengan nada santai. Padahal ia juga tidak ingin buang-buang makanan. Hanya ingin membuat Salsabila mengambilnya saja. Zero yakin Salsabila tidak akan membiarkan dirinya membuang makanan begitu saja. Zero memang seyakin itu. "Buat saya saja, Pak." Salsabila langsung mengambil plastik ditangan sang bos. Sayang juga kalau dibuang. Diam-diam, Zero tersenyum. Tingkah Salsabila memang lucu sekali. Kenapa tidak dari tadi saja sehingga tidak perlu ada drama-drama tidak jelas. "Tadi kamu nggak mau," sindir Zero. Salsabila menyengir. Lantas ia berkata, "Itukan tadi, kalau sekarang saya berubah pikiran." Zero ingin tertawa, tapi ia mencoba untuk menahannya. Padahal senyum dan tawa Zero sangat mempesona. Tapi ia tidak mau menunjukkan kepada Salsabila. "Ya sudah, sana pulang!" "Iya iya, Pak. Saya juga mau pulang. Oh ya, terima kasih." Salsabila sedikit cemberut karena sang bos terkesan mengusir dirinya. "Hm. Hati-hati," ucap Zero. Salsabila memberikan jempol sebagai tanda oke. Ia melangkah menuju ke tempat penyewaan sepeda yang tidak jauh dari coffee shop. Setelah Salsabila sudah menjauh, Zero memegang dadanya sendiri. Debarannya kok tidak berkurang. Hal ini yang membuat Zero menyuruh Salsabila untuk segera menjauh dari dirinya. Sangat-sangat membahayakan jantung Zero. Zero menarik nafas dalam-dalam, kemudian ia hembuskan secara perlahan-lahan. Zero melihat jam di layar ponselnya, hampir pukul sebelas malam. Apa Salsabila aman sampai dirumah? Sepertinya aman, tapi tetap saja ia khawatir. Lebih baik dipastikan sendiri daripada was-was tidak jelas. Pintu cofee shop sudah tertutup. Zero berlari sedikit menuju ke tempat dimana sepeda dapat disewa hanya dengan menscan barcode dengan ponsel. Zero mulai mengkayu sepeda untuk memastikan bahwa Salsabila sampai dirumah dengan selamat. Ia tidak merasa kelelahan sama sekali. Hitung-hitung olahraga malam. Tapi kok lama kelamaan ia juga lelah ya, haha. Apa faktor usia? Lagi dan lagi, Zero ingat perbedaan umurnya dengan Salsabila. Kenapa bisa sampai sepuluh tahun sih? Terlalu kasihan sekali kisah cintanya. Bukannya langsung pulang, Salsabila malah berhenti di jalan. Entah apa yang ia lakukan, Zero hanya melihat dari jauh saja. Lagi dan lagi, Zero takjub dengan Salsabila. Kedua sudut bibirnya terangkat ke atas. Pilihan Zero memang tidak salah. Selain pintar, Salsabila juga baik hati. Lihat saja sekarang ia terlihat memberikan makanan kepada kucing yang ada di jalanan. Salsabila sudah menyiapkan makanan kucing tersebut di dalam botol plastik. Kalau begini ceritanya, Zero ingin cepat-cepat menikah dengan Salsabila. Tapi bagaimana caranya? Terlalu sulit dan tidak mungkin. Selain perbedaan umur yang terlampau jauh, Salsabila pasti tidak mau menikah karena masih kuliah. Setidaknya Zero berusaha terlebih dahulu. Kalau nanti ditolak, apalagi sampai dibilang orang aneh dan gila maka tidak masalah. Sudah jalannya seperti itu, mau bagaimana lagi. Z Zero menunggu dengan sabar sampai Salsabila sudah masuk ke dalam area kompleks perumahannya. Setelah itu, Zero mendekat kepada dua kucing yang diberikan makan oleh Salsabila. Sepertinya tampak sakit, apalagi kupingnya terdapat sedikit jamur. Zero memutuskan untuk membawa kedua kucing tersebut untuk diobati. Ia membuka jaket dan meletakan di keranjang depan sepeda untuk alas. Setelah itu, barulah Zero meletakkan kedua kucing disana agar aman dan nyaman.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD