“Sejak kalian bermesraan.” Wajah Sean terlihat merah padam seperti daging steak setengah matang. Setumpuk kekecewaan tergambar jelas di sana. Iris biru pucatnya makin menggelap saat menatap Thania dan William secara bergantian. “Aku merasa bersalah karena langsung menuduhmu mengkhianatiku tanpa tahu alasanmu. Ternyata, aku tidak keliru sama sekali. Kau memang murahan, Thania. Kau memang tidak pantas berada di sampingku. Kau hanya pantas menjadi mainannya!” “Sean, maafkan aku,” kata Thania lirih. Thania mendesah kalah. Hatinya bagai ditusuk seribu jarum mendengar penuturan Sean. Ia mengasihani diri sendiri. Tidak seharusnya Sean menyaksikan semua ini. Pupus sudah harapannya untuk membela diri di hadapan kekasih tercinta. Pandangan membunuh Sean beralih kepada William. “Dan kau, Will!