Bab 11. Mengambil Kesempatan Sempit

1060 Words
Sean pulang lebih awal hari ini. Karena, Deffa sedang dibutuhkan sang ayah, Sean diminta untuk sekaligus pulang bersamanya. "Papaku ada di ruangannya, hampiri saja. Aku mau langsung ke kamar!" pesan Sean. Mengibas-ngibaskan tangannya, seakan menunjukkan jika ia butuh mandi. "Baik Tuan, selamat beristirahat!" Perlu diketahui, Deffa adalah mantan asisten Nathan yang dipindahtangankan kepada Sean. Usianya terpaut jauh dengan anak majikannya itu, maka dari itu Sean juga sangat butuh bimbingannya di saat ia masih pemula untuk berbisnis. Sebagai pewaris nama raja bisnis yang dinobatkan untuk Nathan, Sean harus seperti ayahnya, itu prinsip Nathan. Hanya saja, ia belum terlalu matang seperti Deffa. Di usia yang tak lagi muda, Nathan pun tetap menekuni dunia tersebut, bedanya ia lebih santai. Sean dan Yora lah harapannya, sebelum sang putra bungsu yang saat ini sedang menjalani studi di London, lulus. Setelah melihat sang tuan pergi memasuki kamar, Sean berjalan gagah menghampiri ruang pribadi Nathan. "Selamat malam, Pak!" "Malam Def, aku memang sedang menunggumu. Duduklah!" "Terima kasih, Pak!" "Apa putraku sudah masuk kamar?" "Baru saja!" "Baiklah ...." Nathan mulai terlihat menenggakkan badannya. Menatap lurus, penuh keseriusan. "Bagaimana anakku saat di kantor? Untuk pencarian Briana, apa masih dipertanyakan?" Deffa terlihat menarik napas, seakan mengambil ketenangan untuk menumpahkan berbagai informasi yang akan ia sampaikan. "Mohon jangan terkejut Pak, saya menemukan fakta baru ...." *** Sementara saat Sean baru saja memasuki kamar, bau sabun sudah menusuk indra penciumannya. Benar, ia langsung tersuguhi oleh penampilan Hara yang hanya mengenakan handuk lilitan di badannya. "Sudah mandi yang ke berapa kali?" "Baru tiga!" Sean memejamkan matanya, seakan menahan sabar. Istrinya sangat gemar mandi, sementara kondisinya tidak normal seperti yang lain, tidak mau melibatkan orang pula. "Hara, terlalu banyak mandi gak baik untuk kesehatan kulit. Bukannya meredakan panas, kamu justru akan semakin panas karena lapisan pelindung kulit alami kamu hilang, jadi kering bahkan sampai bisa aja iritasi!" Hara seakan menulikan telinga, pikirannya yang sensitif merasa malas mendengar, apalagi itu bertentangan dengan keinginannya di masa hamil. Jujur, memang selama trimester pertama, di antara yang lain mual-mual hanya Hara yang berbeda, ia lebih sering mandi. "Macam dokter!" tukasnya, menepis posisi Sean yang kemudian melangkah perlahan menyusuri ruang ganti. Sean benar-benar kesal kali ini. Bukan karena ucapannya tak dihargai, ia hanya takut jika aktivitas itu menjadi kebiasaan. "Rasanya aku pengin mengambil tambang dan jadikan dia gandulan lemariku. Huh, baiklah ... sekali lagi aku harus sabar. Demi menikah lagi dan menjadi manusia kaya tanpa naungan papa. Kenapa menahan emosi saja sangat sulit," gerutunya dalam hati. "Bisa dengarkan aku? Jangan banyak mandi, cukup lakukan itu dua kali sehari. Hara, kamu bisa menurut 'kan? Masalahnya, aku yang cemas. Kamar mandi licin, sementara kamu gak mau minta bantuan. Aku gak mau yang anakku kenapa-kenapa karena kecerobohan ibunya!" tegas Sean. Selama kehamilan Hara, Sean juga jadi banyak bicara, dari biasanya yang cuek, acuh dan tak perduli, kini sangat lebih hati-hati dan cerewet. "Karena takut disalahkan?" tuding Hara, meremeh. Akhirnya batas kesabaran Sean sudah sampai puncak, ia menghampiri Hara yang sedang mencari pakaian. Sean langsung mencekal pinggangnya, tidak terlalu kuat. Namun, terasa. "Aku gak suka wanita terlalu berani dan pembakang. Istriku harus menjadi apa yang aku mau. Kamu paham? Jangan sampai malam itu terulang lagi karena emosiku, Hara!" Ucapan Sean berhasil membuat pertahanan harga diri Hara runtuh. Mengakui sedalam mungkin, ia takut itu akan terjadi kembali. Karena, masih membekas dan trauma di hati. "Baik ...." Sean tersenyum, ekspresi isterinya cukup membuat telak. Namun, rengkuhan pinggang itu terlihat nyaman sampai Hara menyadarkannya. "Hara mengerti Kak, tapi tolong menjauhlah. Aku mau ganti baju!" "Ah, ya. Perlu bantuan?" "Nggak!" Sean memundurkan sedikit posisinya, kemudian ia melipat kedua tangan sembari menyaksikan Hara mencari pakaian. Jangan tanyakan bagaimana bisa ia menemukan baju yang sesuai, tentu itu mampu ia lakukan atas pengajaran Surti yang selalu membantunya untuk mandiri. Hanya saja, tatkala ia salah memilih pakaian suaminya dulu, Hara belum menghapal di mana-mana saja letaknya sebab, saat itu Surti belum berstatus jadi pengasuhnya. Maka dari itu, sampai saat ini untuk urusan pakaian dan kebutuhan Sean, Hara masih enggan melayani karena takut menjadi kesalahan. "Sudah benar-benar pergi?" Hara memastikan jika keberadaan suaminya sudah hilang dari ruangan. Namun, benar tak ada suara, ia pun berpikir jika Sean sudah pergi. "Aku akan terus memantau sampai dia benar-benar mengenakan pakaiannya," batin Sean. Posisi pria itu masih tetap sama, tidak bergerak, tidak juga bersuara, tetapi tetap terlihat mengawasi. Namun, saat itu Sean justru dikejutkan oleh sang istri yang tiba-tiba melepas handuknya, benar-benar terlihat bugil tanpa apapun. Apa itu yang dinamakan mengambil kesempatan dalam kekurangan? Astaga, ini karena kesalahanku atau memang suatu keberuntungan? Bagus sekali. Sialnya aku jadi pengen," batinnya. Sean bersusah payah menelan salivanya, melihat pemandangan yang membangkitkan kelaki-lakian. Dia dapat menyaksikan bagaimana cara seorang perempuan buta yang mengenakan pakaian. Awalnya terlihat kesulitan, tetapi pada akhirnya ia mampu menyelesaikan. Sungguh diakui oleh Sean, istrinya begitu hebat, mampu menjalani kehidupan seperti ini hingga di usianya yang ke-19 tahun. Memang salah, ia menduga jika Hara tidak bisa melakukan apa-apa. Jika itu benar, ia tidak mungkin bisa menjalani hidupnya sampai di titik ini. "Akhhh!" Refleks Sean menghampiri istrinya yang tak sengaja menginjak piyamanya sendiri, sehingga sedikit terjungkal ke depan. "Ada yang sakit?" Sean langsung meraba-raba kondisi tubuh sang istri. "Kakak?" Sementara Hara melongok dengan kedatangan suaminya yang sangat cepat dan tiba-tiba. "Lihat aku ganti baju ya?!" Seketika ekspresi Sean menegang. Baru menyadari ia terlepas dari posisi pertahanannya tadi. "Gak, aku baru saja masuk, lihat kamu jatuh!" Bohongnya Karena keluguannya Hara justru percaya, seakan ucapan sang suami tidak terdengar mencurigakan. Sean pun tersenyum lega. "Hampir saja. Aku merasa puas hari ini." *** Sementara di dalam ruangan lain, Deffa masih berbincang, terus menerus membuat Nathan penasaran. "Tuan memutuskan hubungan diam-diamnya, saat di mana sekretaris perempuannya merasa cemas akan saya. Bapak tahu? Ya, semua itu karena tuan lebih memproritaskan nona!" Nathan cukup puas dengan berita yang dibawa oleh mantan asistennya itu. "Kehamilan menantuku sepertinya membawa pengaruh baik, Def. Sudah berapa lama hubungannya dengan sekretaris itu?" "Skandalnya sudah lama, tapi agaknya saya begitu dipercayai oleh tuan agar tidak mengadukan ini pada Bapak, jadi menurut saya simpan saja rahasia kita. Seakan-akan kita tidak tahu apa-apa. Jangan langsung mem-PHK karena dengan adanya dia, kita bisa mengetes seberapa kuatnya pertahanan tuan." "Baiklah Def, aku serahkan itu padamu. Sekarang beralih dengan Briana, bagaimana tentang dia? Apa masih, anakku berusaha mencarinya?" "Terkahir tiga Minggu yang lalu, saya mengatakan menyerah untuk mencari walaupun pada kenyataannya saya sudah mengetahui di mana keberadaan wanita itu, Pak!" "Di mana dia, Deff?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD