Sosok pria tampan dengan balutan jas hitam terlihat tengah mondar-mandir gelisah. Pasalnya, semua sudah siap untuk melakukan janji suci, tetapi sang mempelai wanita belum juga muncul menghadiri.
"Sean bagaimana ini, semua tamu sudah menunggu!" Sang ayah—Nathan Wilson, terlihat cemas.
"Coba sekali lagi hubungi Briana, atau pihak keluarganya saja," sahut Amethana Amoer—sang ibu.
Ya, seorang pria bernama Sean Kendrick Wilson, anak petinggi dari keluarga Wilson itu tengah dilanda resah atas tak hadirnya sang mempelai wanita. Sean memiliki kecemasan jika kekasih—Briana Fanggolina, tak akan datang di hari spesial mereka.
Berbeda dengan kekhawatiran sang ayah, Nathan justru takut menanggung malu karena para tamu yang hadir sudah begitu banyak, terlihat masing-masing dari mereka sedang menunggu pernikahan berlangsung.
"Pa, Ma, Briana kabur. Aku nggak tau apa alasannya pergi, tapi sebelumnya kami baik-baik aja. Briana kabur dari tadi malam."
Sean baru saja mendapat kabar dari pihak keluarga wanitanya, ternyata sang kekasih meninggalkan rumah tanpa seizin mereka.
"Pa ..., bagaimana nasib nama baik keluarga kita? Mama juga yang harus menanggung malu kalau begini," keluh Ametha.
Sementara Nathan langsung menghampiri adiknya yaitu, Elthan Theo Kusuma yang saat itu sedang menjaga putrinya. "Elthan, aku ingin Hara menjadi penggantinya. Apa kau mengizinkan?"
Permintaan ayahnya terlihat sangat ditentang oleh Sean, sampai ia berkata, "Papa, mana mungkin aku menikahi gadis buta sepertinya. Aku nggak mau, lebih baik pernikahanku dibatalkan!"
"Sean jaga mulutmu, ini demi menyelamatkan nama baik keluargaku. Kau yang meminta pernikahan ini, bagaimana pun harus terjadi!" tegas Nathan.
"Tapi, Pa ...."
"Elthan, bagaimana jawabanmu?" tanya Nathan seakan tak dapat dibantah oleh anaknya.
Hara Mesyal Lestari. Putri yang diketahui seorang anak angkat dari pasangan Elthan dan Liana itu, mengalami kebutaan sejak lahir. Hara diadopsi di usianya yang ke tujuh tahun saat kedua orang tua kandungnya meninggal akibat kecelakaan. Selain kasihan, pasangan itu juga mengangkat Hara sebagai anak karena keduanya tidak mampu menghasilkan keturunan.
"Aku tidak enak jika menolak permintaanmu Kak, tapi apa kau bisa berjanji untuk menjaga Hara?"
"Tentu saja Elthan, Hara keponakanku. Aku akan menjamin kehidupannya, bantulah keluargaku untuk kali ini."
Elthan pun membisikkan sesuatu di telinga putrinya, "Nak, kamu akan menikah dengan Kak Sean. Kita harus membantunya, kamu mau 'kan?"
Gadis berparas imut nan ayu itu, terlihat kebingungan. Pandangannya selalu lurus. Meski tidak pernah melihat sosok Sean, tetapi jika menolak permintaan sang ayah, Hara takut akan mengecewakannya. "Baiklah ... demi Ayah, Hara mau."
Akhirnya keputusan sudah bulat, pernikahan tetap terjadi walau tidak sesuai keinginan Sean. Kini, status telah berganti sebagai suami. Ia masih tetap tersenyum di depan tamu, seolah pernikahan mereka terjadi karena rencana, bukan keterpaksaan.
"Briana tega meninggalkanku di hari pernikahan kita sampai berujung menikahi gadis buta ini, sial."
***
Di malam hari. Pernikahan sudah sah secara hukum, agama dan negara, walaupun diketahui jika Hara adalah kerabat, tetapi asal usul gadis itu yang menjadi alasan akurat untuk diperbolehkannya pernikahan tersebut.
Saat ini Hara sudah diboyong oleh keluarga Wilson. Sosok Liana dan Elthan kini tengah merasa kehilangan akan anak tunggalnya. Namun, mereka percaya jika Hara mampu dipelihara oleh sang kakak, walau sesungguhnya dia tidak yakin tentang bagaimana sikap menantunya itu.
"Nak, kamu sekarang sudah menjadi istri dari anak Tante. Hara bisa, 'kan hidup tanpa ayah dan bunda?"
"Hara selalu berharap mereka baik-baik saja," balas Hara tersenyum.
Nathan pun tak kalah bahagia, setidaknya peran sebagai mertua tetap melekat pada dirinya. Kelembutan Hara memang terkadang membuat siapa pun nyaman, tanpa melihat kekurangannya.
"Terima kasih telah menyelamatkan keluarga kami," ucap Nathan.
Sementara Sean tidak ikut pulang bersama mereka. Semenjak pernikahan telah usai, Sean pergi memisahkan diri. Saat ini dirinya berada di sebuah club malam, tempatnya berkumpul di kala dirinya melebur lelah bersama teman-teman.
"Wahh ..., pengantin kenapa berada di club? Sudah punya barang, kenapa datang ke sini? Seharusnya sekarang kau sedang melakukan malam pertamamu, Sean!" Sosok pria berambut merah, menyapa heboh kedatangan pengantin baru itu.
"Briana kabur," jawab Sean langsung menenggak segelas Vodka di hadapannya.
"Demi apa?" tanya Maxime. "Kau, batal menikah?"
"Tidak!"
"Lalu yang kau nikahi, siapa?" tanya Jordy lelaki berambut merah tadi.
"Aku menikah dengan anak paman Elthan," jawab Sean terlihat sangat malas.
Sontak keempat teman Sean di sana sama-sama menggebrak meja, berbarengan. Mereka tahu siapa seseorang tersebut, maka dari itu sangat menjadi keterkejutan bagi mereka.
"Yang buta itu?!!" serentaknya.
"Jangan berisik, bodoh!" cemooh Sean merutuki suara teman-temannya.
"Kenapa harus kaget? Dia cantik, bahkan tidak kalah dengan kecantikan Briana, menurutku. Terima saja karena itu kesalahan Sean sendiri yang tidak tepat mencari istri," ucap Juan, lelaki paling cuek dan bijaksana di antara teman-temannya.
"Tega sekali Briana," sambung Cleo.
"Jangan mengeluh, justru bagus memiliki istri tidak melihat, kau akan merasa puas Sean. Bisa mengambil banyak kesempatan," ucap Jordy, disahuti tertawa oleh Maxime.
"Aku paham, haha!"
"Jangan tidur di lantai atas Sean, aku takut istrimu terjatuh saat menuruni tangga," ledek Cleo.
"Tidak jadi malam pertama, dong," sahut Maxime, diiringi tertawa.
Ternyata mendatangi club tidak sebagus yang diharapkan, pikirannya masih kelabu tentang pernikahan tadi, apalagi dengan ejekan mereka. Akhirnya pulang pun menjadi pilihan, walaupun tidak menutup kemungkinan pikirannya akan tenang jika sudah berada di rumah.
"Walaupun aku malas melihatnya, tapi rumahku jauh lebih baik dari tempat para setan ini." Kesal Sean, beranjak berdiri.
"Termasuk kau!" balas Jordy.
"Setan kok teriak setan!" sahut Maxime.
***
Kembali ke rumah. Sean menghela napas sejenak, sebelum menerima kenyataan. Kini, dirinya sudah menjadi seorang suami, siap tidak siap ia harus menghadapi.
"Aku tidak akan pernah mau mengakuinya istri!"
Dia berjalan memasuki kamar, terlihat seorang gadis berambut lurus panjang tengah menghadap ke arah cermin.
"Tidak bisa melihat, tapi berkaca. Gadis ini aneh!" batin Sean.
"Kak Sean? Apa itu Kakak?" tanya Hara, terlihat kasak-kusuk mencari tongkatnya. Indra pendengar Hara begitu tajam, dia mampu merasakan kehadiran seseorang dari suara-suara yang dia dengar.
"Jangan bergerak, aku gak mau disusahkan!" ketus Sean.
"Tapi Kakak pasti butuh sesuatu, biar aku bantu!"
Sean berdecak jengah, kemudian dia menghampiri istrinya. "Hara, kamu cukup sadar diri sama kondisi kamu. Tujuanmu membantu, tapi pada akhirnya aku yang akan disusahkan. Sekarang, anggap saja pernikahan tadi cuma sementara, jangan pernah merasa jadi istri sungguhan. Ingat, semua ini hanya keterpaksaan!"
"Kalau bukan karena ayah, aku sudah sadar diri dari dulu, bahkan untuk bisa menikah saja menjadi harapan kecil bagiku," batin Hara.
"Kalau begitu kita pisah ranjang saja, Kak," usul Hara, tetap menampilkan senyumnya.
"Gak, itu gak boleh. Gimana kata mama sama papa nanti, aku yang kena imbas dari idemu itu!" tolak Sean.
"Padahal kalau merasa nggak suka kehadiranku, pisah ranjang adalah ide yang bagus," batin Hara.
"Kalau begitu Kak Sean harus siap aku susahkan!"