7. Pembahasan

1609 Words
"Apa kalian sudah selesai berdebatnya?" James menyela keduanya. Tini bungkam seketika. Berdiri tegak lalu menolehkan kepala pada Mia. Keduanya saling tatap dengan isi kepala penuh tanya. "Boleh bicara sebentar?" tanya James setelahnya. Tini melongo mendapati bule di depannya ini bisa berbahasa Indonesia. Dia pikir orang bule ini hanya bisa berbahasa Inggris saja. Melupakan fakta jika bule yang sering Tini tonton di yutub bahkan ada yang pandai berbahasa jawa. "Mas bule mau bicara dengan siapa? Saya atau dia?" Tini menjawab dengan telunjuk mengarah padanya, kemudian beralih pada Mia. "Dia!" jawab James tegas dengan dagu menunjuk pada Mia. Tini tentu saja bertanya-tanya. Ada apa gerangan Mas Bule ingin berbicara dengan Mia. Menatap pada sahabatnya dengan mulut komat kamit memberi kode pada Mia agar memberitahunya. Namun, terlambat. Karena Mas Bule sudah kembali bersuara. "Kita duduk di sana. Banyak hal yang harus kita bahas." James berlalu menuju sebuah tempat paling pojok yang tidak ada penghuninya. Karena pria itu membutuhkan privasi di tengah keramaian warung kopi ini. Banyak hal yang ingin dia bahas bareng dengan Mia terutama terkait rencana dan tujuan ia sebenarnya berada di kampung ini. James tak mungkin pergi dari sini dengan tangan kosong dan tanpa membawa apa-apa. Akan sangat sia-sia jika James tak berhasil merayu Mia agar mau membocorkan rahasia di balik kesuksesan warung kopi ini. Bukan James iri dengan keberhasilan orang lain. Hanya saja rasa penasarannya kali ini tak kuasa ia bendung lagi. Bagaimana mungkin hanya sebuah warung biasa saja berada di tengah kampung nan jauh dari kota. Tapi, viralnya sampai ke seluruh dunia. Keduanya saling duduk berhadapan yang dipisahkan oleh meja persegi panjang. James, karena tubuhnya yang besar melebihi kapasitas rata-rata warga Indonesia. Menekuk kakinya di bawah meja pun tak mampu ia lakukan karena over size. Terpaksa ia sandaran punggungnya dengan kaki dieselonjorkan di kolong meja. Tepat mengenai kaki Mia yang membuat gadis itu mendelik tidak suka. "Dih, Mister! Sikilmu sing sopan! (Dih, Mister! Kakinya yang sopan!) hardik Mia yang tidak ditanggapi oleh James. Pria itu justru membawa kedua lengan untuk bersadekap di depan d**a lalu menatap lurus pada Mia. Yang ditatap sedemikian rupa tentu saja canggung dan gelagapan. "Mister datang lagi ke sini pasti mau menyerahkan KTP milikku, kan?" "Siapa bilang? Sebelum kau mengganti rugi kerusakan mobilku, maka id card-mu tak akan aku berikan." "Mister ini jahat sekali. Aku tidak bisa bebas pergi ke mana-mana tanpa KTP. Jika sampai aku hilang atau diculik orang, bagaimana mereka akan mengenaliku nantinya," cerocos Mia menggebu-gebu. Namun, James hanya menanggapinya santai. "Ada dua pilihan jika kau mau id card itu kembali. Pertama. Bayar ganti rugi kerusakan mobilku. Atau kau berikan saja resep kopi viral itu padaku." "Enak saja. Mister Bule tau etika berbisnis tidak?" James melotot marah. Bagaimana mungkin gadis di hadapannya ini berani mengatainya tidak tahu etika bisnis. James ini adalah seorang enterpreuner sukses yang lini usahanya tersebar di berbagai daerah. "Terserah kau mau berkata apa. Yang pasti aku hanya akan memberikanmu dua pilihan itu. Oh, atau jika kau mau ... penawaran yang kemarin, berikan lagi padaku." "Penawaran apa? Yang mana?" Bukan pura-pura beego, tapi memang Mia sudah lupa penawaran apa yang pernah ia berikan. James mencondongkan tubuhnya mendekat hingga mengikis jarak antara dirinya dengan Mia. Sampai membuat gadis itu memundurkan kepalanya. "Menikah denganmu," ucap James datar tapi sanggup membuat bulu kuduk Mia meremang. Ia gugup seketika. Menolehkan kepala ke kiri dan ke kanan. Yang ada mereka berdua menjadi pusat perhatian para pengunjung warung kopi miliknya. "Mister jangan bercanda. Tidak lucu!" "Kau sendiri yang menawarkannya untukku. Dan satu hal lagi. Jangan memanggilku Mister Bule atau sejenisnya. Aku punya nama. James. Namaku James. Kau bisa memanggilku dengan sebutan itu. Apa kau paham!" "Ish. Aku tidak tanya namanya Mister siapa. Yang pasti mana KTP milikku. Ayo kembalikan." "Dan mana uang ganti rugi untuk membawa mobilku ke bengkel." "Oke, aku akan memberikan Mister ganti rugi. Berapa yang Mister mau? Sejuta apa dua juta?" tanya Mia dengan berani. Jika uang sebanyak itu Mia ada tabungan. Biarlah diberikan pada Mister Bule dulu. Yang penting urusannya dengan si Bule segera kelar dan dia tak lagi dikejar-kejar pertanggung jawaban seperti ini. Sudah menyerah Mia dibuatnya. "Are you kidding me, Miati?" Mia melotot mendengar si bule menyebut nama lengkapnya dengan sangat aneh. Gaya bahasa James sangat tidak tepat menyebutkan namanya. Maiyetai. Apaan itu. Astaga! Merusak kecantikanku saja! Gerutu Mia di dalam hati. "Habisnya Mister minta berapa? Lima juta seperti yang kemarin Mister minta?" "No. Aku tak ada minta lima juta. Lima puluh juta. Kau salah dengar." "Apa?! Lima puluh Juta!" suara cempreng Mia membuat James sampai terlonjak kaget. Badan kecil tapi suara menggelegar mengalahkan suara petir di tengah hujan. Kepala James menggeleeng-geleng menatap keterkejutan Mia. Apanya yang salah coba, jika dia meminta lima puluh juta. Bodi mobilnya penyok akibat ulah gadis di hadapannya ini. Lima puluh juta itu masih tidak seberapa jika dibanding dengan harga spare part mobil mewah miliknya. "Mister. Kau jangan bercanda dan jangan berusaha memerasku." "What! Memeras. Aku tak paham. Yang jelas itu sudah ketentuan harga yang harus kau bayar." "Mana ada uang sebanyak itu. Lagipula kerusakan mobilmu tidak separah itu." "Kau tahu jika mobilku adalah jenis mobil mewah yang bahkan hanya tergores saja aku harus mengeluarkan kocek sepuluh juta rupiah. Apalagi ini. Bodi mobilku hancur karena kau tabrak. Jangan lari dari tanggung jawab." Mia diam. Ia merasa bersalah. Ya, jelas dia bersalah karena memang dia menabraknya juga lumayan kencang. Ya, Tuhan! Lima puluh juta dapat dari mana dia. Menelan ludah susah payah tak tahu harus merayu si bule bagaimana. "Apa tidak bisa di tawar?" "Apanya yang di tawar?" "Ya, itu lima puluh juta." "Tidak bisa. Kau pikir beli sayuran di pasar pakai acara tawar menawar." "Ya, sudah. Jika memang Mister tetap tak mau ditawar, lebih baik KTP-ku buat Mister saja. Aku akan membuat KTP yang baru saja. Tinggal datang ke kantor polisi membuat surat kehilangan lalu meminta pada perangkat desa untuk menerbitkan KTP yang baru." James tergelak mendengar apa yang Mia ucapkan. Jelas terlihat jika Mia sudah menyerah dengan keadaan. Hanya saja terlalu gengsi untuk mengakui. Mia ini gadis yang tidak mau mengalah dengan siapa pun juga. Termasuk pada James. Akalnya juga banyak. Jika James tak mau mengembalikan KTP miliknya, maka dia tunggal membuat yang baru. Masalah selesai tanpa ia repot-repot memberikan uang lima puluh juta apalagi resep kopi miliknya pada James. Oh, tidak. Menghadapi lelaki licik macam James harus dengan otak yang cerdik pula. Begitu pikir Mia. Hanya saja apa yang James katakan selanjutnya membuat Mia langsung diam seketika. Lagi-lagi ia harus kalah menghadapi seorang pria bule yang baru saja mengenalkan diri bernama James. "Kau ini gadis teraneh yang pernah aku temui. Apa kau tak berpikir jika aku juga bisa pergi ke kantor polisi. Membuat laporan tabrak lari dan menyerahkan id card milikmu pada polisi. Aku bisa saja membuat kasus hukum. Lagipula kondisi mobilku belum berubah dari kau menabraknya kala itu." Mia lemas seketika. Kenapa lelaki bule ini tak mau mengalah sedikit saja padanya. Hanya karena kesalahan menabrak tanpa sengaja harus merembet sampai mana-mana. Keheningan dan ketegangan keduanya di kejutkan dengan kehadiran Tini yang membawa secangkir kopi. "Halo Mas Bule. Mas Bule harus mencicipi kopi buatanku. Kopi terkenal di kampung ini." Mia merutuki tingkah Tini yang justru membawakan Jmes secangkir kopi. Bisa-biaa James akan semakin menekannya nanti karena Mia tahu jika James pastilah menyukai kopi buatan warung miliknya ini. Benar saja dugaan Mia. Mata James berbinar melihat cangkir kopi yang mengepulkan asap panasnya. Sudut bibir James bahkan melengkungkan sebuah senyuman. Tanpa membuang waktu pria itu mengangkat cangkir kopinya. Lalu mendekatkan ke hidungnya yang mancung pada cangkir lalu menghirup aroma yang menguar dari secangkir kopi yang Tini suguhkan. Apa yang James lakukan tak lepas dari penglihatan Tini juga Mia. Bahkan kedua gadis itu saling berpandangan sebelum Tini benar- benar tak akan menyia-nyiakan penampakan makhluk ganteng juga seksi di hadapannya ini. Mulut James terbuka menyesap kopi yang terasa hangat di dalam mulutnya. Merasakan sensasi yang begitu dahsyat ketika cairan hitam pekat itu melewati tenggorokannya. Hanya karena secangkir kopi saja mampu menghipnotis James dan melupakan keberadaan dua orang gadis yang sedang memperhatikanya dengan mulut menganga. Bagaimana Tini tidak tergoda melihat pergerakan jakun milik James yang naik turun ketika pria itu sedang menikmati kopi yang ia suguhkan. Pun demikian dengan Mia yang seperti gadis bodohh justru terpesona akan apa yang James lakukan. Benar-benar menggoda iman. Gadis itu lupa dengan kelakuan James yang menyebalkan dan meminta uang lima puluh juta. Yang benar saja. Dapat dari mana duit sebanyak itu. Ketiga orang yang menjadi pusat perhatian sampai tak menyadari jika banyak pasang mata lelaki yang iri karena kehadiran James mampu mengalihkan dunia Tini dan juga Mia. Primadona di kampung mereka. Ketenaran warung kopi milik Mia ini bisa seramai ini karena memang rasa racikan kopi yang beda dari yang lain juga karena kecantikan dan keramahan si pemilik warung dan asistennya membuat betah saja. Siapa lagi jika bukan Mia dan Tini. James, tak terasa cangkir kopi di tangan kosong dan hilang isinya. Semua cairan pekat itu telah memenuhi perutnya. Sebagai seorang pengusaha kafe juga beberapa coffe shop James tak menampik jika ia telah jatuh cinta pada kopi yang baru saja diminumnya ini. Ia belum pernah menjumpai rasa khas dari kopi seperti di warung milik Mia ini. Semakin membukatkan tekad James untuk mendapatkan resep secangkir kopi viral milik Mia. Atau jika ia gagal mendapatkan racikan resepnya, maka mendapatkan pemilik resep pun tak mengapa. Ibarat kata pepatah sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui. Tangan kekar James yang dipenuhi bulu-bulu berwarna kecoklatan meletakkan cangkir kopi di atas meja. Tepat di atas tatakan cangkir. Lalu lelaki itu mendongak menatap tepat pada manik mata Mia. "Ayo kita menikah saja!" Gubrak Pletak Suara benturan benda berat menggema di seluruh penjuru warung. Membuat semua mata pengunjung terarah pada di mana keberadaan si pemilik warung bersama si Mas Bule berada.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD