Jalanan Ibu kota tentu saja tidak selenggang jalanan kota-kota lainnya. Butuh waktu cukup panjang untuk sampai dari tempat satu ke tempat lainnya. Begitu juga yang dialami oleh Xavera. Wanita itu merenungkan kejadian yang baru saja terjadi. Xavera memang mencari pria mapan yang kaya raya agar hidupnya tidak sengsara, tetapi melihat tindakan Kellan yang mengerikan itu, dirinya seakan ingin mencoret kaya raya dari daftar persyaratan calon jodohnya.
Bagaimana tidak? Berhubungan dengan orang kaya yang bucin parah, bisa menyebabkan serangan senat senut di kepala secara mendadak, apalagi kalau hadiah yang tidak biasa diberikan oleh pasangannya. Meskipun seharusnya Xavera bersyukur karena Kellan bersikap royal padanya, tapi disisi lain wanita itu begitu takut jika di kemudian hari mereka bertengkar, lalu putus dan Kellan meminta semua pemberiannya dikembalikan. Lebih baik daftar persyaratannya diganti menjadi pria yang kaya, ah--tidak, seharusnya berkecukupan yang tidak berlebihan memberinya hadiah. Cukup beli mobil, cukup jalan-jalan, cukup tampan. Karena benar kata orang, sesuatu yang berlebihan itu tidak baik, contohnya kekayaan Kellan bagi Xavera.
Wanita itu menarik napas panjang sebelum akhirnya memutuskan untuk turun dan masuk ke sebuah kafe coffee yang sedang hits di kalangan anak muda Ibu kota milik sahabatnya. Xavera mendongakkan kepalanya untuk melihat ke arah kaca di mana ada seseorang yang berdiri di sana tersenyum padanya sambil melambai.
Xavera melangkah santai dan beberapa pasang mata pria menatap langkah kaki jenjangnya ketika menaiki satu per satu anak tangga di sana. Tatapan kucing lapar seperti itu sudah sangat sering Xavera dapatkan, tidak hanya di ruang publik, tetapi saat di kantor pun demikian.
Wajah rupawannya membuat cukup menarik perhatian para kalangan jantan. Perpaduan wajah Perancis, Italia dan Indonesia tampak begitu sempurna. Fisiknya sangat menunjang jika ingin menjadi seorang model, tapi Xavera tidak menginginkan semua itu. Wanita cantik itu tidak ingin terkekang dan hidup terpenjara dalam kontrak yang mewajibkan dirinya jauh dari berbagai skandal kehidupan.
"Hello, Le!" sapa Xavera ketika ketukan pintunya sudah dijawab oleh pemilik ruangan.
Wajah cantik dan segar menyambut kedatangan Xavera yang terlihat selalu kusut setiap saat mereka bertemu.
"Apa lagi kali ini?" tanya Lea to the point.
Lea adalah salah satu sahabat baik Xavera yang sama sekali tidak memiliki rasa basa basi padanya dalam berbicara. Ia selalu to the point dan tidak suka bertele-tele.
"Gue putus sama Kellan." Jawaban singkat Xavera sukses membuat kedua bola mata hitam Lea melotot lebar.
Wanita berambut sebahu itu bergerak dan mengambil tempat duduk di sebelah Xavera sambil menarik bahu sahabatnya itu agar menatapnya.
"What! Putus? Lo gil4 yah?" kaget Lea.
Xavera memutar bola mata malas dan menyandarkan punggung pada punggung sofa.
"Jawab, Xa, kenapa lo bisa putus? Ini seorang Kellan, loh," desak Lea dengan menggoyang-goyangkan lengan Xavera.
Xavera berdecak kesal melihat perbuatan heboh Lea padanya. Wanita cantik itu melipat sebelah kakinya ke atas kursi melepas high heels yang ia kenakan dan menghadap Lea. Xavera menatap lekat Lea dan mengambil napas panjang lalu mengembuskannya begitu saja.
"Dia gil4!" jawab Xavera ambigu.
Lea memutar bola matanya lalu memberi toyoran dengan telunjuknya pada dahi Xavera, "yang ada itu, elo yang gil4. Bisa-bisanya sekelas Kellan, lepas gitu aja," rutuk Lea.
"Dih, gak mau gue pacaran sama orang begituan. Dia itu-fix orang gil4, Le. Lo gak tau aja gimana dia itu. Pokoknya dia itu mengerikan." Xavera mencoba menjelaskan, tapi tetap terdengar ambigu bagi Lea.
Lea mencoba menelaah penjelasan Xavera, tapi tetap tidak bisa diterima dengan baik oleh wanita itu. "Jelasin ke gue dengan sejelas-jelasnya. Kenapa dia gil4? Gil4 apa sih? Masa iya, pengusaha sesukses Kellan gil4? Kalo lo yang gil4, gue sih percaya aja," kata Lea dihadiahi cubitan di lengannya dari Xavera.
"Sial4n lo. Apa alasannya gue bisa jadi gil4? Gue mah sehat, waras, logika sama hati gue jalan seimbang, seiya, sekata juga. Enak aja lo malah ngatain sahabat sendiri gil4," sanggah Xavera dan dibalas kibasan telapak tangan oleh Lea.
"Udah buruan, jelasin ke gue. Kenapa putus?" desak Lea penasaran.
"Gini yah. Gue ceritain baik-baik ke elo. Dia tiba-tiba mau beliin gue tiket buat berangkat ke Perancis. Terus dia juga nyuruh gue milih warna mobil yang harganya, ah-sudahlah, lo pasti bakal pingsan dengernya. Itu adalah hadiah terhoror yang pernah gue dapetin selama hidup hampir tiga puluh tahun ini." Cerita Xave bersemangat.
Lea mengelus-elus lengan Xavera mencoba menenangkan padahal jantungnya mencelos mendengar cerita sahabatnya yang kelewat beruntung mendapatkan kekasih kaya raya.
"Terus nih, yah. Kemarin-kemarin dia ngasih gue emas batangan. E-M-A-S, asli no kw-kw. Mau gil4 gue," desah Xavera.
Mulut Lea menganga mendengar cerita yang keluar dari mulut sahabatnya. Betapa beruntungnya hidup Xavera mendapatkan pria sebaik dan sekaya Kellan, tidak hanya itu sebenarnya Xavera setiap kali mendapatkan kekasih selalu pria yang levelnya high class hanya saja, mungkin kepala Xavera ada gangguan sehingga wanita itu selalu ketakutan dan memutuskan pria-pria kaya raya itu. Lea sudah kehilangan kata-kata menasihati Xavera.
"Xa, please calm!" Lea memegang kedua lengan Xavera dan mengisyaratkan agar wanita itu menatap dirinya.
"Tatap mata gue, Xa. Liat gue! Jawab jujur apa yang gue tanyai sama elo ini," kata Lea dengan serius.
Xavera menatap lekat kedua bola mata Lea. "Sorry, Le, mata lo ada beleknya sebelah kanan," celetuk Xavera membuat suasana serius menjadi mengesalkan.
"Xa, bisa gak lo serius bentar. Gue mau ngomong sama elo, malah elo bikin gagal fokus gini. Emang sial4n elo nih," gerutu Lea sambil membersihkan kotoran mata kanannya.
"Yah, kan, emang beneran mata lo ada belek. Gue cuma ngasih tau aja, Njirr!" kata Xavera membela diri.
"Balik ke topik utama kita, sebenernya pria kayak apa sih yang elo cari? Kellan, dia itu sosok pria maha sempurna bagi kita kaum wanita pecinta kehedonan, Xa. Sekarang elo sia-siain gitu aja. Astaga! Gue gak habis pikir. Di saat wanita lain di luar sana ngejer dia, elo malah putusin," oceh Lea dan Xavera mengurut dahinya yang tiba-tiba pening.
"Coba aja gue belom kawin, udah gue gebet itu si Kellan, terus bila perlu gue iket, gue buahi deh dia, biar langsung sah gue jadi ahli warisnya," kata Lea menggebu.
Xavera menggeleng sambil bergumam, "bagus elo yang jadi bininya, Le. Laki lo buat gue aja."
Cubitan kecil mendarat di lengan Xavera saat Lea mendengar gumaman sialan wanita single itu.
"Mau lo jadi PSTS?" kata Lea cukup ngegas.
"Apaan PSTS? Gue taunya PNS? PTS? PSTS apaan Persatuan Single Tanpa Status?" jawab Xavera dengan wajah bingung.
Lea menggeram sambil memejamkan matanya, "PSTS itu Perebut Suami Temen Sendiri. Lo mau kayak gitu? Gue jambak ntar, atau gue tabrak pake pesawat laki gue?"
"Gue gak minat sama Aldebaran, Le. Serius deh, lo obral juga gue gak minat. Bukan tipe gue yang bewokan gitu," kata Xavera sambil mengacungkan jari telunjuk dan tengah bersamaan.
"Ya Tuhan, cukup satu aja temen gue yang modelannya begini, jangan ada duanya. Bisa gil4 muda gue," keluh Lea.
Lea begitu menyayangkan sifat Xavera yang plin plan dengan pilihannya. Disaat dipertemukan dengan pria yang hampir sempurna, ia malah berlari meninggalkannya dengan alasan pria itu gil4. Lalu beberapa bulan yang lalu, Xavera putus karena wajahnya kurang menyakinkan menjadi seorang pengusaha mobil Ferrari, kemudian mantannya yang lain, diputuskan juga karena kurang terlihat gahar, tidak memiliki otot lengan seperti model-model bule celana dalam di majalah itu. Entah, pria seperti apa yang sebenarnya bisa membuat Xavera yakin dan berusaha bertahan.
"Jadi, mau lo apa sekarang? Mau cari pacar kayak mana lagi?" tanya Lea.
Xavera menatap muram memandang ke arah karpet di bawahnya. "Gue bingung," gumam Xavera.
Suara ketukan pintu menyela pembicaraan kedua wanita yang sedang di fase melankolis itu. Lea berjalan menuju pintu untuk melihat siapa tamu yang datang ke ruangannya. Sepasang bola mata Lea nyaris keluar melihat kehadiran topik utama pembicaraannya dengan Xavera saat itu.
Kellan, pria itu berdiri dengan gagah perkasa membawa sebuah buket bunga mawar berwarna pink berukuran cukup besar di depan pintu sambil tersenyum ke arah Lea.
"Boleh saya masuk dan menemui Xavera?" tanya Kellan memecah keterkejutan Lea.
Wanita itu mengangguk pasrah sambil memberikan jalan agar Kellan bisa masuk ke dalam ruangannya. Xavera sontak berdiri melihat Kellan di sana. Pria itu seakan momok yang menakutkan bagi dirinya saat ini.
"Baby balabala, i'm so sorry," kata Kellan saat berdiri di hadapan Xavera sambil menyodorkan buket bunga besar itu.
Xavera hanya bisa menghela napas beratnya. "Aku gak bisa hidup tanpa kamu, Xave. Kamu adalah belahan jiwaku," ucap Kellan.
'Kantong kresek mana sih, gue mau muntah dengernya,' batin Xavera yang tiba-tiba mual.
"Le, kayaknya gue butuh Sterbak deh," kata Xavera mengabaikan ucapan Kellan.
"Aku kenal sama ownernya, nanti aku minta persyaratan buat buka franchisenya, Baby. Kamu tenang aja, sebentar yah." Xavera dan Lea menganga mendengar ucapan Kellan.
Xavera dengan cepat memanfaatkan keadaan, wanita itu segera memasang kembali high heels dan mengambil tas tangannya untuk menghindari Kellan sementara waktu ini. Ia seolah disadarkan tentang bagaimana Kellan sebenarnya. Pria itu berlebihan dalam hal apa pun, dari perkataan, tindakan, semuanya membuat hal-hal yang baik di mata Xavera mengabur bahkan tergerus hilang begitu saja.
"Fix! Dia gil4, Le. Gue cabut aja, gue serahin ke elo." Xavera berbisik dan bergegas secepat kilat ke luar dari ruangan Lea menuruni tangga dengan buru-buru.
Wanita itu berjalan dengan tergesa-gesa sambil terus menoleh ke belakang beberapa kali seakan sedang dikejar maling sehingga siapa pun di depannya ditabrak begitu saja dan akhirnya, Xavera terjatuh karena menabrak sesuatu yang keras dan kukuh.
"Ya Tuhan, ini jodoh gue!" gumam Xavera saat ia menyadari satu hal.