Chapter 2

1015 Words
"Sekian untuk materi hari ini. Sampai jumpa di pertemuan berikutnya," ucap seorang pria paruh baya kepada seluruh siswa. Kemudian ia segera berjalan meninggalkan kelas. Sepeninggalnya, satu per satu siswa mulai membereskan meja mereka dan segera memasukkan buku mereka ke dalam tas. "Rachel, apa hari ini kau  sibuk? Ayo pergi ke bioskop. Hari ini ada pemutaran film baru." Salah seorang siswi berambut sebahu berucap kepada rekannya yang duduk berseberangan dengannya. "Maaf, Megan. Hari ini aku harus kembali bekerja. Lain kali saja, ya?" jawab rekannya yang bernama Rachel. Megan tampak mengerucutkan bibirnya. "Kau selalu saja mengatakan lain kali, tapi selalu berakhir dengan tidak jadi." Rachel tertawa pelan. Gadis itu menepuk pundak Megan. "Maaf. Kau sendiri tahu aku sibuk. Ajak saja Gema. Hm?" godanya. Bibir Megan semakin menekuk ke bawah. "Aku sudah terlalu bosan menonton dengannya." "Haha. Dia pacarmu. Astaga, bagaimana bisa kau bosan menonton dengannya?" "Ah, pokoknya aku ingin—" "Megan, ayo pulang!" Tiba tiba seorang siswa berjalan menghampiri mereka. "Pacarmu sudah datang." Rachel tertawa  saat menyadari kalau wajah Megan memerah. "Aish kau ini. Kalau begitu Ayo pulang bersama," ajak Megan. "Ah, kalian duluan saja. Aku masih harus membereskan buku." "Benarkah? Baiklah. Ayo,  Gema." Megan langsung pergi meninggalkan kelas bersama dengan Gema. Pria itu akan mengajak Megan pulang bersama setiap pulang sekolah. Karena kelas mereka berdua berbeda, ia harus pergi menemui Megan terlebih dulu. Perlahan kelas mulai sepi. Hanya tinggal beberapa orang di sana. Rachel perlahan memakai tasnya dan segera bergegas. Namun langkah gadis itu langsung berhenti di langkah keduanya begitu melihat seseorang mengadangnya. Kedua mata gadis itu mengerjap begitu melihat seorang siswa bertubuh tinggi dengan rambut coklat terang. "Sean  ... " lirih Rachel nyaris tidak terdengar. Pria itu tengah menatapnya dengan seulas senyum yang terukir di bibirnya. Semua orang yang ada di sana tampak memperhatikan mereka. "Ayo pulang,” ucap Sean . "P-pulang?" Sean  tiba-tiba menarik pergelangan tangan Rachel. Gadis itu terkejut hingga langsung melepas tangan pria itu. "A-apa yang kau lakukan,” ucap Rachel. "Aku sedang mengajakmu pulang bersama. Ada yang salah?" Sean  berkata dengan enteng. Pria itu tiba tiba mencondongkan tubuhnya hingga Rachel sedikit mundur. "Rachel Adrea," Sean  membaca papan nama milik Rachel. Pria itu kemudian tersenyum tipis. "Nama yang cantik," sambungnya. Sementara Rachel masih terkejut dengan kedatangan Sean , ditambah lagi saat ini beberapa siswa terlihat tengah berbisik-bisik sembari menatap mereka berdua. "Sudah sore. Ayo," ajaknya. Sean  kembali menarik pergelangan tangan Rachel. Namun kali ini lebih kuat. "Apa yang kau lakukan?!" Rachel berusaha melepaskan tangan Sean  namun tenaga pria itu jauh lebih kuat. Sean  sama sekali tidak menggubris ucapan Rachel dan terus menarik gadis itu sepanjang koridor. Rachel semakin merasa risih ketika banyak siswa yang memperhatikannya. "Le-lepaskan!" Rachel menepis kasar tangan Sean  hingga langkah mereka terhenti. "Apa yang kau inginkan? Aku tidak tertarik berurusan denganmu, Sean. Pulang saja bersama pacarmu. Aku tidak ingin terlibat masalah dengan kalian," ucap Rachel sembari menatap pria di depannya tajam. Sean  memutar bola matanya. "Aku sudah putus dengannya. Kau puas?" Rachel melotot. "Lalu kenapa kau malah mengajakku?!" "Memangnya kenapa?" "Jangan bersikap bodoh! Semua orang tahu kelakuanmu. Kau memacari semua gadis di sini dan mencampakkan mereka begitu saja ketika kau bosan. Apa kau pikir aku tidak tahu?" Sean  malah tertawa saat mendengar ucapan Rachel. "Ternyata kau tahu banyak tentangku, ya? Ah, sepertinya aku benar benar terkenal."  Rachel menatapnya tidak percaya. 'Pria ini gila!' batinnya. Dengan cepat ia langsung berjalan meninggalkan Sean . "Hei, kau mau ke mana?!" teriak Sean  begitu Rachel meninggalkannya. Pria itu baru saja hendak mengejarnya, namun tiba-tiba seseorang menahan pundaknya. Sean  kemudian menoleh. "Sudahlah. Lebih baik kau menyerah saja. Gadis itu tidak akan mudah kau dapatkan," ucap salah satu rekannya yang ber-name tag Satria . Kedua rekannya yang lain yakni Elang dan Jimmy  juga ada. Mereka semua terlihat sedang menahan tawa mereka. Sean  menatap mereka semua sebal. "Apa kau baru saja menyuruhku menyerah? Kau sudah menyuruh orang yang salah," ucap Sean . "Kau yakin bisa mendapatkannya?" Temannya yang bernama Elang berujar seraya tertawa. "Ck! Kalian lihat saja nanti." "Lalu bagaimana dengan Erika? Sepertinya dia tidak ingin putus denganmu," sambung Jimmy . Sean memutar kedua matanya malas. "Aku sudah tidak peduli lagi padanya."  *** Rachel sedikit berlari keluar dari sebuah flat sederhana. Dengan tergesa gadis itu terlihat memakai tas miliknya. Sesekali ia melirik ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. "Dua puluh menit lagi. Aish ... gara-gara si b******k itu aku jadi terlambat." Ia berdiri di tepi jalan dan langsung memberhentikan sebuah taksi. Tidak lama kemudian taksi yang ia tumpangi berhenti di sebuah bangunan yang bertuliskan Holly's Cafe. Dengan sedikit berlari, Rachel segera masuk ke dalam. Ia langsung berhenti begitu mendapati seorang pria yang tengah membawa sebuah nampan berisi gelas kotor. "Apa terjadi sesuatu? Tidak biasanya kau datang terlambat," tanya pria yang membawa nampan itu. "Maafkan aku. Tadi ada sedikit urusan. Hhh ... lain kali aku tidak akan terlambat."  Rachel berkata dengan napas terengah. Pria di depannya tersenyum tipis. "Tidak apa-apa. Kau beristirahat saja dulu. Aku yakin kau pasti lelah." "Ah, tidak. Aku baik-baik saja. Biar aku yang membawanya," ucap Rachel sembari mengambil nampan yang berada di tangan pria itu. Namun dengan cepat pria yang merupakan atasan Rachel itu menjauhkan nampannya dari jangkauan Rachel. "Sudah kubilang kau beristirahat saja. Minumlah. Astaga, kau terlihat seperti penderita asma." "Tapi—" "Jangan membantah atau aku akan memotong gajimu," ancam pria itu. Rachel melotot. "Tidak! Baiklah, aku hanya harus minum kan? Aku akan langsung minum, dan setelah itu biarkan aku bekerja," ucap Rachel. Pria itu terkikih pelan. "Baiklah." Dilihatnya Rachel berlari menuju sebuah ruangan. Pria itu tertawa pelan melihatnya. Ia kemudian berjalan menuju ruangan yang sama seperti Rachel. Dilihatnya gadis itu tengah minum air dengan tergesa. "Astaga, kau bisa tersedak," ucapnya sembari menaruh nampan yang dibawanya di dekat wastafel. Rachel segera menoleh padanya dan menunjukkan cengiran khasnya. "Aku hanya merasa tidak enak padamu. Aku tidak mungkin membiarkan pemilik kafe membawa gelas kotor," ucap Rachel polos. Dan itu membuat atasannya kembali tertawa. "Kau berlebihan sekali. Memangnya kenapa jika pemilik kafe membawa setumpukan gelas kotor?" . "Tidak, hanya saja aku benar-benar merasa tidak enak padamu. Sekali lagi aku minta maaf, Pak," ucap Rachel kemudian membungkukkan badannya. "Hei, apa kau lupa bagaimana cara memanggilku,” ucap pria itu dengan nada yang dibuat marah. Rachel tersenyum hingga deretan gigi putihnya terlihat. Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Ah, ya. Maafkan aku, Jin Oppa." Pria yang bernama Jin itu tersenyum. "Baiklah. Kau bisa mulai bekerja," ucapnya. Rachel mengangguk. Ia segera menyambar sebuah apron berwarna ungu dan memakainya. Ia langsung pergi keluar untuk menemui pelanggan yang baru saja datang. Jin memperhatikan langkah gadis itu. Ia kembali tersenyum.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD