“Sudah jangan nangis lagi.” Tangisan Santi mulai reda setelah gue mengusap punggungnya. “Kita cari makan, yuk.” Santi tidak banyak bicara saat gue gandeng ke kafeteria dekat rumah sakit. Kami duduk setelah memesan makanan. Santi pun sudah terlihat lebih tenang dan bisa menguasai emosinya. “Lo kenapa nangis seperti itu? Ada masalah dengan Saras?” tanya gue membuat Santi menggeleng. “Enggak ada, gue cuma ingat sama kucing yang gue selamatkan tempo hari. Kucing kecil yang nggak punya orang tua. Entah kenapa gue teringat kucing itu saat lihat anaknya Saras.” Gue sudah katakan kalau Santi itu penuh kejutan. Jangan berharap sesuatu yang baik darinya kalau tidak mau kecewa berat. Gue kira ada yang Saras katakan pada Santi yang membu