Chapter 7

3098 Words
Satu minggu sudah berlalu sejak liburan sama-sama dua keluarga saling bertetangga itu selesai. Nando mulai kembali ke kantornya dan Cinta kembali ke sekolah. Namun ada yang berbeda dengan pagi ini. Cinta yang biasa muncul di depan pagar rumahnya hanya sekedar menyapa 'selamat pagi tampan', sudah dua hari ini tak terlihat batang hidungnya. Dan itu membuat Nando sedikit merasa ada yang berbeda. Seperti pagi ini, jika dihitung, ini sudah hari ke dua Nando tak melihat gadis itu baik mengganggunya pagi-pagi sekali atau sekedar bermodus ria dengan mengatakan 'Tampan, cobain deh ini makanan buatan Aku lho.' lagi. Serasa ada yang aneh sih, tapi Nando mencoba untuk tak menggubrisnya. Namun ternyata malamnya ia mendapat kabar dari sang Bunda kalau Cinta mengalami kecelakaan motor dan kini sedang di rawat di rumah sakit. Walaupun tak cidera fatal, namun cukup mengganggu gerak Cinta. Dua hari di rumah sakit membuat Cinta bosan setengah mati. Ia merindukan babang Nando pujaan hatinya yang selalu ia goda setiap saat. ***** Nando baru saja selesai menerima satu laporan kasus lagi yang akan meminta bantuan dari K2 Team. Siang ini Erik sang kapten mengatakan jika ada seorang pebisnis yang tengah di terror orang tak di kenal dan meminta bantuan pada K2 untuk menyelesaikan kasus ini. Dua jam berembuk di markas membuat tulang punggungnya sedikit sakit. Karena itu Nando memutuskan untuk naik ke lantai atap kantor untuk sekedar merebahkan tubuh. Di sana memang disediakan tempat istirahat sembari menatap langit luas. "Bro. Gue ikutan nangkring di sini ya." ucap Ronald yang baru datang. "Silahkan. Nggak ada yang larang kali Bro." "Ya kali aja Lo mau merenungi nasib kan." "Syalan Lo." Ronald mengambil tempat di sebelah Nando. Menyerahkan satu kaleng minuman soda pada cowok tersebut. "Gimana kabar lo sama Dinda?" tanya Ronald memulai pembicaraan. "Nggak gimana-gimana. Baik kok." "Kalau sama Cinta?" Nando mengernyit menatap Ronald. Ada angin apa rekannya ini menanyakan si cewek kremi? "Kenapa Lo tiba-tiba nanyain tu cewek?" "Hahaha. Nggak ada. Nanyain aja. Kangen gue sama tu cewek." celetuk Ronald yang membuat Nando semakin mengernyit heran. "Kepentok dimana Lo?" "Kok kepentok? Gue serius kali. Tiga kali ketemu Cinta, ternyata anaknya asik juga." "Asik dari mananya." "Asik aja. Banyak cewek zaman sekarang yang jaim-jaim nggak jelas. Padahal aslinya sangar. Kalau Cinta, dia nggak sembunyiin sedikitpun sifatnya." ucap Ronald jujur. "Menurut Lo yang udah kenal dia dari kecil, Cinta itu gimana?" lanjut Ronald. "Sarap ni bocah. Jangan ketularan si kremi deh lo." "Hahahaha..." tawa Ronald meledak melihat reaksi yang Nando tunjukkan. Tak ada maksud lain Ronald melakukan hal tersebut. Ia hanya ingin menggoda Nando saja karena jujur, bukan hanya Nando, ia sendiri pun juga merasa bosan. ***** Hari ini di rumah Nando tengah diadakan acara tunangan kakak laki-lakinya, Rizky. Acara begitu sangat meriah. Bahkan rekan-rekan kerja Nando juga hadir. Namun di tengah kerumunan orang itu, tetap akan ada satu gadis yang walau tak diundang sekali pun ia akan tetap menampakkan dirinya di rumah itu. Siapa lagi kalau bukan Cinta. Dari pagi gadis itu sudah ada di sana. Ia bahkan ikut membantu menyiapkan minuman untuk tamu yang datang. Namun tahu yang berbeda. Dulu Cinta melakukan itu karena dia yang memang mencari perhatian Nando, sekarang ia tulus melakukannya dan itu semata-mata ingin membantu tante Dian. Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Dan beberapa tamupun sudah banyak yang pulang, namun tidak untuk rekan kerja Nando. Mereka mengambil kesempatan sekalian bermalam minggu. Cinta tengah duduk santai saat Nando keluar dari kamarnya karena cowok itu baru saja selesai mengerjakan sholat isya. Di ruang TV ada tante Dian dan Om Rangga Ayahnya Nando. Sedangkan di kolam berenang, ada teman-teman Nando yang tengah bernyanyi bersama. Jujur di sini ada rasa sepi yang Cinta rasakan. Ia hanya sendiri walaupun ia mengenal salah satu dari teman Nando yaitu Ronald, tapi tetap saja mereka hanya sekedar kenal begitu saja. Tak ada yang bisa diakrabkan. "Apa sebaiknya gue pulang aja ya." ucap Cinta pelan. Cinta akhirnya memutuskan untuk pulang tanpa pamit. Namun belum sempat ia melangkah keluar, langkahnya dihentikan oleh seorang perempuan yang datang dari pintu depan. Wajah perempuan itu sangat familiar bagi Cinta, tapi ia lupa pernah melihat dimana. "Dinda?" teriak Nando penuh semangat. "Sama siapa ke sini?" lanjutnya. "Pake taksi. Maaf ya telat datang." sesal gadis bernama dinda itu. "Iya nggak apa-apa kok. Masuk Yuk.!"  Nando membawa Dinda masuk ke dalam dan melihat sekilas pada Cinta yang berdiri di depan pintu. Cinta baru ingat. Gadis itu, gadis yang ada di foto ponsel Nando. Iya, ia tak salah lagi. Ada hubungan apa Nando dengan gadis itu?. Mendadak rasa penasaran Cinta semakin besar, yang akhirnya membuat Cinta memilih untuk tak pulang dan kembali melangkah masuk mengikuti Nando dan gadia tersebut. "Bunda, Ayah, kenalin ini Dinda. Dinda ini orang tuaku." ucap Nando penuh semangat. "Siapa Nak?" tanya Dian pelan. "Calon Bun. Insyaallah." Seketika Cinta merasakan hatinya dicubit ngilu. Serasa ada puluhan jarum yang menusuk ulu hatinya saat ini. "Masyaallah, bener nak?" Cinta bisa melihat wajah Dian yang berbinar bahagia. Membuat hatinya semakin terluka. Cinta mencoba semakin mendekat. Bukan untuk berbasa basi, tapi untuk pamit pergi. "Egheemm. Tante Om, Cinta pamit pulang dulu ya. Bang Nando Cinta pamit ya, dan kakak pacarnya bang Nando ya? Cinta pamit dulu ya, Assalamu'alaikum." tanpa bersusah payah menunggu jawaban dari keempat orang di depannya tadi, Cinta langsung berbalik dan pergi meninggalkan rumah besar itu. Rumah yang selama ini ia kunjungi dan mungkin setelah ini tak akan ia datangi lagi. Pujaan hatinya sudah memiliki belahan jiwanya sendiri. 'Cinta tak bisa di paksa.' Kini Cinta berpegang teguh dengan kata itu. Toh mereka juga bukan siapa-siapa. Nando menatap lamat kepergian Cinta dari rumahnya. Ada sedikit keanehan yang hatinya rasakan saat gadis itu menghilang dari balik pintu. Sedangkan Cinta sudah menangis saat memasuki rumahnya membuat Starla cemas. "Kamu kenapa Nak?" tanya Starla dengan khawatirnya. "Nggak kenapa-kenapa Mi. Tadi Cinta jatuh pas mau balik dari rumah Bang Nando." bohong gadis itu. Namun Starla bisa tahu dimana anaknya berbohong, dimana anaknya yang jujur. Ia tahu Cinta sedang berbohong sekarang. Tapi ia tak akan memaksa anaknya untuk bercerita. Mungkin Cinta sedang butuh waktu sendiri. Starla akhirnya meninggalkan anaknya itu sendirian di kamar. Sepeninggalan Starla, Cinta berjalan menuju teropong yang tak pernah beranjak dari jendelanya. Ia meraih teropong itu dan membukanya satu persatu. Sekarang tak ada gunanya lagi mengintip Nando. Dan tak ada gunanya lagi menyerukan."pagi tampan" setiap hari di depan pagar rumah. Cinta akan menormalkan kehidupannya mulai sekarang. Setelah menyusun rapi teropong itu dan memasukkannya ke dalam kotak, Cinta langsung meletakkan teropong itu di gudang rumahnya. ***** Jam sudah menunjukkan pukul satu malam. Namun Nando belum merasakan matanya mengantuk. Bahkan tanda-tanda akan mengantuk saja tak ada. Setelah kepergian Cinta dari rumahnya, Nando merasa ada yang aneh dengan dirinya. Bahkan ia kehilangan sebagian semangatnya. Seharian ini selama acara berlangsung, Cinta selalu mengekorinya, membuntutinya dan mengganggunya. Tak peduli keluarganya sedang berkumpul tapi gadis itu tetap saja mengekorinya. Tapi Nando tak mempermasalahkan hal itu, mungkin karena tubuhnya sudah terbiasa dengan kehadiran Cinta. Namun semuanya terasa berbeda saat gadis itu pamit meninggalkan rumahnya dengan keadaan yang menurut Nando begitu aneh. wajah kecewa dan terluka terlihat jelas di raut rona muka Cinta. Dan itulah yang membuat Nando tak bisa tidur malam ini. Ia sudah memutar kesana kemari arah tidurnya namun tetap juga tak bisa terlelap. Nando turun dari ranjang dan berjalan mendekati jendela kamarnya. Ia menyibakkan tirai dan melihat jauh ke depan tepat di rumah Cinta. Semua lampu di rumah gadis itu sudah mati, kecuali lampu teras depannya. "Haaaahh." desah Nando menghembuskan nafas berat. Kenapa dia menjadi uring-uringan begini. ***** Cinta sudah sampai di sekolahnya. Ia pergi pagi-pagi sekali agar tak bertemu dengan Nando. Setelah kejadian semalam dan tahu sebuah kenyataan kalau Nando sudah mempunyai calon sendiri, Cinta memutuskan untuk menjaga jarak sebentar. Sampai nanti ia bisa keluar lagi sebagai Cinta yang baru. Cinta yang tak akan berlari mengejar seorang Nando lagi jika berjumpa. Cinta yang tak akan meneriaki Nando lagi. Cinta yang akan berubah menjadi Cinta yang baru. Setelah masuk ke dalam kelasnya, Cinta memilih mendengarkan lagu melalui earphone ponselnya. Entah insting perasaan entah memang hanya itu saja yg ada di ponsel gadis itu, Cinta malah memutar lagu galau tentang putus cinta lalu bermenung nelangsa di bangkunya selama lima belas menit sampai Sanni datang memukul kuat pundaknya. "Woooii pagi-pagi udah bengong Lo." teriak Sanni di pangkal telinganya. Untung tak cukup kuat terdengar karena telinga Cinta yang juga sedang ditutup Earphone yang tadi ia pasang. "Apaan sih Lo pagi-pagi udah ganggu aja." sungut Cinta kesal. Ia mematikan lagu di ponselnya lalu menggulung tali earphone bersama ponsel itu dan menyimpannya di dalam tas. "Lo nya yang ganggu gue pagi-pagi sama wajah cengo lo itu. Kenapa sih?" Cinta menatap wajah sahabatnya itu cukup lama. "San, gue mau ngomong sama Lo. Tapi janji Lo nggak kasih tahu siapa-siapa.!" Ucap Cinta sambil mengacungkan jari kelingkingnya ke arah Sanni. "Lo percaya sama gue?" tanya Sanni pelan. "Percaya." "Kalau percaya cerita, kalau nggak percaya, nggak usah cerita." lanjut Sanni sedikit kesal. "Sensi amat neng." "Iya lagian Lo, emangnya lo kenal gue udah berapa tahun? Kita kenal dari SMP kelas satu Cinta. Lo nggak ingat masa-masa tersuram kita dulu waktu MOS SMP?" "Hahahahaha. Ingat lah gue. Mana bisa lupa gue. Gara-gara ngerjain Bu Rani, kita kualat dan kecebur Got depan sekolah. Hahahaha." Perut Cinta mendadak geli saat ia mengingat dulu kejahilannya pada salah satu guru di sekolah. Lagian siapa suruh guru nya ganjen..hahaha "Oke sekarang selesai tertawanya. Lo mau cerita apa?" Cinta kembali terdiam. Antara ragu dan yakin, Cinta berpikir panjang untuk menceritakan tentang Nando pada sahabatnya itu. ****** Starla melihat anak semata wayangnya tengah berlarian masuk ke dalam rumah diikuti oleh Sanni sahabat sang anak. "Siang tante." sapa Sanni kilat. "Siang juga. Kalian kenapa lari-larian gitu?" ucap Starla bertanya. Cinta me-rem langkahnya mendadak membuat Sanni yang ada dibelakangnya tak sempat me-rem dan langsung menabrak Cinta di depannya. "Mamiii! Mami sejak kapan di situ?" Plaakk. "Eh, mami lo emang udah di sana kali dari tadi. Lo nya aja yang buta. Mata asal sandang." ucap Sanni sedikit jutek. Cinta mencibir kesal karena Sanni tanpa belas kasihan menggeplak bahunya cukup kuat. "Assalamu'alaikum mami." Cinta menyalami Starla yang juga diikuti oleh Sanni. "Wa'alaikumsalam. Kenapa lari-larian gitu?" tanya Starla lagi. "Oh. Ini Mi, ada misi rahasia. Hehehe. Ya udah Mi. Kami ke atas." tanpa mendengar jawaban Starla, kedua gadis itu langsung berlari ke kamar. Sampainya di kamar, Starla langsung menghempaskan diri di atas ranjang besar milik Cinta sedangkan sang pemilik ranjang langsung ngacir ke kamar mandi dan kembali lagi ke kamar dengan pakaian yang sudah di ganti dengan pakaian santai. "Lo jadi kan tidur di sini?" tanya Cinta pada Sanni yang sedang asik membaca komik romance milik Cinta. "Jadi dong. Gue kepo sama Nando Nando yang Lo ceritain tadi saat istirahat." "Cih dasar gadis kepoan." "Iya dong. Lagian Lo pake acara sembunyiin semuanya dari gue. Lo pikir gue siapa sih? Kita udah temenan sejak SMP. Lo nggak ingat dulu kita--" "Iiyaa Sanniiiii, cerewet banget siiihh." seru Cinta langsung memotong ucapan Sanni yang tak kunjung berhenti. "Makanya gue kesel Lo bisa nyembunyiin hal sebesar ini dari gue." ucap Sanni dengan wajah mengiba. "Iya deh iya maap. Lo gitu aja ngambek." "Maksud Lo? Gitu aja, itu apa? Uwaahh.. Kabar sehebat ini Lo bilang segitu aja? Seorang Cinta jatuh cinta aja udah waw banget. Apalagi cinta itu udah dipendam selama dua tahun lamanya. Parah Lo kalau Lo bilang itu biasa aja." ucap Sanni menggebu-gebu. Cinta mengambil boneka rillakuma nya dan melemparkan pada gadis yang tengah duduk di ranjangnya tersebut. "Lebay Lo. Nggak segitunya juga kali." "Terserah Lo deh. Yang penting bagi gue ini berita besar. Tapi ngomong-ngomong wajah gebetan lo kayak gimana sih.? Seganteng apa sampai-sampai seorang Cinta bisa tergila-gila seperti itu." "Lo liat ajalah nanti." ucap Cinta singkat. Namun berhasil membuat boneka yang tadi dilempar Cinta kembali mendarat pada gadis tersebut. Sementara itu Nando masih betah di markasnya. Tak ada niatan bagi cowok itu untuk pulang. Entahlah, sejak kejadian di pertunangan kakaknya itu dan tak munculnya Cinta tiap pagi di depan rumahnya membuat harinya sedikit berubah. Mungkin karena sudah terbiasa di ganggu oleh kremi itu. "Nggak pulang lo Ndo? Udah jam sembilan lho." tanya Abimanyu rekan satu tim nya Nando. "Bentar lagi lah. Lagi malas pulang gue." jawabnya. Abimanyu yang heran melihat Nando murung langsung mendekati rekannya tersebut dan duduk di sebelah Nando. "Kenapa Lo? Ada masalah? Sama Dinda?" tebak Abi. Nando menggeleng. "Bukan Dinda." ucapnya. "Trus siapa? Perasaan Lo selalu digalauin sama Dinda deh." "Nggak tahu gue. Sebenarnya sudah dua tahun ini gue selalu diganggu oleh seorang gadis SMA. Dia--" "Cinta? Gadis manis di rumah Lo waktu pertunangan kakak Lo itu?" tebak Abi yang langsung ditatap takjub oleh Nando. "Kok lo bisa tahu?" "Ya tahu lah. Saat lo sholat ke kamar, tu cewek nyamperin kita sambil kasih minuman dan cemilan kok." kata Abi antusias. "Tapi dia nggak ngomong sih. Ronald yang ngomong. Bukan ngomong juga tepatnya. Berantem. Hahahahah." lanjutnya. "Hah? Maksud Lo?" "Iya. Gadis manis bernama Cinta itu berantem sama Ronald. Hebat juga tu cewek perang sama Ronald. Ya walaupun Ronald yang cari ribut duluan." "Emang Ronald bilang apa?" tanya Nando penasaran. "Bilang apa ya. Lupa gue. Tapi yang gue ingat, Ronald panggil Cinta sebagai pacar Lo." "WHAT???" Teriak Nando kencang. Bahkan Abi pun langsung menutup telinganya saking kerasnya teriakan Nando. "Si Ronald ngomong gitu?" tanya Nando meyakinkan. "Santai aja kali jek. Kaya apaan pula dah ini. Jangan diambil pusing ini mah. Mana teriakan Lo kenceng banget lagi." "Bagi Lo santai. Gue nggak men. Trus anak-anak pada tahu?" "Hmm.. Maybe. Soalnya mereka pada di kolam berenang kan pas Cinta dan Ronald perang?" "s**t! sial Si Ronald. Gue cabe juga tu mulut lambe." geram Nando sembari mengepalkan tangannya. "Hahahha. Sabar boss. Trus kenapa Lo bisa galau gini?"  Nando kembali terdiam. Ia sampai melupakan sedikit kegalauannya tadi. "Haaah. Entahlah. Gue juga bingung." jawab Nando tertunduk. "Maksud Lo?" "Gue ceritain semuanya, trus lo tebak ya gue kenapa." ucap Nando. Abi mengangguk seketika. "Gini, dua tahun ini Cinta selalu ganggu gue. Gue tahu dia suka sama gue, bahkan bunda yang di rumah pun tahu. Tapi dia masih SMA men. Gue nggak mungkin dekat sama anak SMA." "Apa salahnya? Toh kalau pakai baju biasa, nggak keliatan kayak anak SMA kok." celetuk Abi "Tapi masalahnya gue punya gebetan." "Ealaaah masih gebetan kali bro. Emang Dinda ada rasa sama Lo?" "Ada" jawab Nando singkat padat dan jelas. "Tahu dari mana Lo?" "Dari Aini. Dinda curhat ke Aini dan Aini cerita ke gue." ucap Nando yakin. "Trus kenapa lo belum nyatain cinta sama Dinda?" tembak Abi membuat Nando bungkam seketika. Iya ya. Kenapa gue nggak bilang perasaan gue ke Dinda ya. "Kenapa diam? Kan lo udah tahu Dinda juga suka sama Lo. Tembak aja. Dan kalian pacaran. Selesai kan." Nando masih bungkam. Saran Abi ada benarnya. Ia tahu kalau Dinda juga menyukainya dan seharusnya ia bisa jadian dengan Dinda, tapi kenapa tak ia lakukan. "Gue--" "Lo ada rasa sama Cinta. Karena itu hati lo masih bimbang." Dunia Nando serasa terhenti saat satu kalimat itu keluar dengan mulusnya dari mulut Abi. Seketika Nando menatap Abi penuh tanda tanya. "Nggak mungkin." tolaknya. "Nggak mungkin dari mananya." "Yaaa nggak mungkin aja. Cinta itu berisik, liar, udah kayak cacing tahu nggak lo, tiap hari gangguin gue dan--" "Dan karena itulah hati lo ragu untuk nyatain cinta ke Dinda. Si berisik Cinta itu udah diterima di sini tapi lo belum sadarin itu." ucap Abi menunjuk d**a Nando. Seketika Nando berdecih. Ia merasa Rekan di depannya ini sok tahu dan terlalu mengada-ada. Kapan hatinya menerima gadis kremi itu di hidupnya. "Semakin malam ucapan lo semakin ngawur." ucap Nando yang langsung melangkah keluar markas. "Mau kemana?" teriak Abi . "Pulang. Geudek gue liat wajah Lo." Seketika tawa terdengar dari belakang Nando. Siapa lagi kalau bukan dari Abi. Sesampainya di parkiran motornya, Nando langsung menstarter motor tersebut dan pergi dari sama. Kali ini ia memang ingin pulang. ***** "Kapan sih gebetan lo pulang?" tanya Sanni yang sudah tak sabar. Gadis itu sudah duduk sedari tadi di teras rumah Cinta namun tak ada tanda-tanda gebetan sang sahabat akan muncul. "Sabar kali ah. Bentar lagi pulang kok. Dia memang suka pulang jam segini." jawab Cinta santai. "Biasa? Kok lo bisa tahu? Jangan-jangan?" "Jangan-jangan apa?" "Jangan-jangan lo stalkerin itu cowok tiap hari?" tanya Sanni tak percaya. "Ekspresi lo kondisiin. Lebay banget lo." ketus Cinta yang ikut berdiri di teras kamarnya yang mengarah ke depan rumah Nando. "Gue bener kan? Lo stalkerin dia kan?" tanya Sanni lagi. "Nggak. Siapa suruh dia tinggal depan rumah gue. Ya mau nggak mau kelihatan juga dia pulang." jawab Cinta sekenanya. "Cih. Bilang aja Lo nggak mau ketahuan kepo." Pembicaraan itu terhenti saat telinga mereka mendengar suara motor dari bawah. Spontan kepala dua gadis itu mengarah secara reflek ke arah rumah tetangga depan. Di sana terlihat Nando yang sedang turun dari motornya hendak membuka pagar. Namun geraknya terhenti saat mendengar sebuah teriakan yang asing ditelinganya. "Tampan!" teriak seorang perempuan. Dengan cepat Nando melirik kebelakang dan menatap ke arah kamar Cinta. Mata cowok itu menyipit saat melihat dua orang gadis tengah berdiri di beranda kamar Cinta, yang salah satu dari mereka sangat Nando kenal. Gadis itu adalah Cinta. Namun gadis yang tengah melambai padanya itu Nando tak kenal. Bahkan wajah gadis itu baru pertama kali ia lihat. "Tampan namanya siapa?" teriak Sanni lagi. Namun langsung mendapat pukulan dari Cinta. "Apaan sih lo?" herdik Sanni tertahan. "Lo yang apaan. Ganjen banget." ucap Cinta sinis. "Biarin." jawab Sanni tak kalah mengesalkan. "Kamu namanya siapa?" tanya Sanni lagi. Nando mendengar pertanyaan itu. Namun ia langsung menatap Cinta yang sedari tadi membuang muka darinya. Apa harus di jawab? Batin Nando berkata. "Hey?" teriak Sanni lagi. "Tanya pada gadis di sebelahmu." teriak Nando membalas. "Dia tak mau mengatakannya. Karena itu aku bertanya padamu." balas Sanni. Nando langsung melirik Cinta kembali tepat saat Cinta juga tengah mencuri pandang ke arahnya. Nando tahu itu karena lampu beranda kamar Cinta sedang hidup. Jadi ia bisa melihat wajah Cinta sangat jelas. Cinta yang ketahuan sedang menatap Nando, langsung salah tingkah lalu membalikkan tubuhnya membelakangi Nando dan tak berapa lama langsung berjalan memasuki kamarnya. Sedangkan Sanni masih belum mau menyerah untuk menanyakan nama cowok itu. "Hey bisakah kamu jawab siapa namamu?" teriak Sanni lagi. "Nando." jawab Nando singkat. "Ah Nando. Salam kenal Bang Nando. Aku Sanni sahabat dari gadis yang cinta mati padamu." teriak Sanni. Namun sedetik kemudian langsung terdengar teriakan kencang dari Cinta di dalam kamarnya. Teriakan itu terdengar pelan di telinga Nando. Namun mampu membuat cowok itu tersenyum. "Kenapa? Gue benar kan? Bang Nando ini cinta mati lo..." ucap Sanni dengan suara yang sengaja di keraskan. "Berisik!!" teriak Cinta kesal. "Hahahaha. Bang Nando, jangan jutek-jutek. Kasihan sahabat gue Bang. Merana akut dia di sekolah." teriak Sanni pada Nando. Namun setelah itu teriakan membahana terdengar dari dalam kamar. "SAAANNNIIIIIIIII....".               
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD