PART. 6

835 Words
Malam kedua, malam ketiga, hubungan mereka masih belum berkembang. Meski setiap malam Reno meniduri Renata, dengan alasan untuk segera mencapai tujuan dari pernikahan mereka. Sikap Reno juga masih dingin-dingin saja. Sampai waktunya mereka pulang ke Kalimantan. Tiba di rumah Reno, ternyata Reno sudah menyiapkan kamar lain untuk Rena. Reno tidak mau tidur satu kamar dengan Renata. Renata menerima saja apa yang diinginkan Reno. Ia tidak berusaha untuk protes, justru ia merasa lega, karena tidak perlu melihat wajah dingin Reno setiap saat. "Ini kamarmu, jangan pernah masuk kamarku, tanpa seijinku, paham!" "Iya, Om." "Kalau orang tuamu datang, tidak perlu dibawa masuk ke kamarmu. Aku tidak ingin orang di luar tahu, apa yang terjadi di rumah ini, mengerti?" "Mengerti, Om." "Kalau orang tuaku datang, kau harus tidur di kamarku, mengerti?" "Iya, Om." "Jangan pernah menggangguku kalau tidak perlu benar." "Baik, Om." Reno meninggalkan Renata bersama asisten rumah tangganya. Asisten rumah tangga, dan supir Reno adalah sepasang suami istri yang ia bawa dari Jakarta, mereka sudah puluhan tahun bekerja di rumah orang tua Reno. Bik Tami, dan Mang Adul namanya. Bik Tami menyambut Renata dengan wajah ceria. Ia sudah diwanti-wanti oleh ibu Reno agar melayani Rena dengan baik. Tapi, Reno juga sudah berpesan padanya, agar tidak bercerita pada ibunya, masalah mereka pisah kamar. Bik Tami, membantu Renata memasukan pakaian ke dalam lemari. "Usianya berapa, Non?" "Delapan belas," Renata tersenyum pada Bik Tami. "Masih muda sekali, sudah tamat sekolahnya?" "Sudah, Bik." "Syukurlah, yang penting tamat SMA dulu, kuliah bisa nanti, setelah punya anak juga bisa, asal ada kemauan." "Iya, Bik, terima kasih." Renata merasa nyaman bicara dengan Bik Tami yang bersuara, dan memiliki tatapan lembut. "Kalau Den Reno galak, atau marah, jangan diambil hati ya, Non. Aslinya Den Reno itu baik." "Iya Bik." "Non istirahat saja, pasti lelah dari perjalanan jauh." "Terima kasih ya, Bik." "Sama-sama, Non." Bik Tami ke luar dari dalam kamar Rena, Rena menutup, dan mengunci pintu kamarnya. Lalu dibaringkan tubuh lelahnya. Tiga malam ini ia tidak bisa tidur dengan lelap. Terutama di malam kedua, dan ketiga. Reno tidak cukup sekali menidurinya, itu membuat Renata bingung juga. Reno mengaku tidak bernapsu melihat tubuh kecilnya, tapi saat di atas ranjang dia seperti lupa akan ucapannya. Rena jadi tahu, kalau bercak merah di kaki, dan pahanya, karena kecupan bibir Reno. Seperti merah-merah yang juga ada di atas perut, d**a, dan lehernya. Rena bangun dari berbaring, diambil ponsel dari dalam tas, ia ingin menelpon ibunya, dan mengabarkan kalau ia sudah tiba dari Jakarta. "Assalamuallaikum, Bu." "Walaikum salam, Ta. Apa kabarmu, kamu sudah sampai?" "Alhamdulillah baru sampai, Bu." "Alhamdulillah, sebaiknya kamu istirahat, ngobrol dengan ibu bisa kapan-kapan saja. Ibu tidak ingin kamu sakit di sana, jangan sampai merepotkan Nak Reno ya. Oh ya, suamimu mana?" "Begitu tiba, dia langsung ke kantor, Bu." "Oh ya sudah, kamu istirahat ya." "Ya, Bu. Salam buat Ayah, dan adik-adik ya, Bu. Assalamuallaikum." "Walaikum salam, insya Allah, nanti salammu Ibu sampaikan." Ibu Renata menutup pembicaraan mereka. Renata meletakan ponselnya, lalu ia berbaring untuk melepaskan rasa lelah di tubuh, dan juga pikirannya. *** Reno pulang setelah Isya. Renata yang membukakan pintu untuk suaminya. Renata menutup, dan mengunci pintu. "Om ingin makan malam?" Tawar Renata. "Aku sudah makan," Reno menatap Renata yang berdiri di hadapannya. "Kamu sudah mandi?" "Sudah Om." "Bersiaplah?" "Bersialah, kita mau ke mana, Om?" Renata mengerutkan keningnya, ia pikir mereka akan pergi ke luar. "Tidur, Rena!" "Enghh, Om bilang bersiaplah, aku pikir kita akan.... " "Huhhh, ganti pakaianmu, aku tunggu di kamarku, mengerti?" "Iya, Om." Reno meninggalkan Renata, ia masuk ke dalam kamarnya. Renata juga masuk ke dalam kamar untuk berganti pakaian seperti keinginan Reno. Setelah mengganti babby doll yang tadinya ia pakai dengan baju tidur yang dibelikan ibu Reno, Renata mengetuk pintu kamar suaminya. Pintu terbuka, Reno berdiri di ambang pintu dengan hanya menggunakan handuk di pinggangnya. "Masuk, tutup, dan kunci pintunya!" Selalu ada nada memerintah dalam ucapan Reno, dan Renata mulai terbiasa dengan hal itu. Renata masuk, ditutup, dan dikuncinya pintu. Ia berbalik, dan melangkah mendekati ranjang. Reno sudah berbaring di atas ranjang, dengan tubuh telanjang. "Lepas pakaianmu!" 'Hhh, kalau akhirnya dilepas juga, buat apa tadi harus pakai ganti baju dulu, Om.' Gerutu Renata di dalam hati. Tapi, dilakukannya juga perintah Reno. Setelah melepas pakaiannya, Renata naik ke atas ranjang. "Ciumi aku!" "Haah, apa Om?" mata Renata membola, ia tak menyangka akan mendapat perintah seekstrim itu, ekstrim baginya, walau mungkin biasa saja bagi Reno. "Kamu budek ya! Aku bilang ciumi aku!" "Bagaimana, aku tidak mengerti," Renata menggelengkan kepalanya, wajahnya pias, karena takut Reno marah. Reno bangun dari berbaringnya. "Berbaring!" Renata berbaring, Reno membungkuk di atasnya. "Dasar bocah ingusan, apa kau tidak melihat bagaimana caraku menciumimu tiga malam ini hah! Harusnya kamu belajar, bagaimana cara membangkitkan gairah, dan memuaskan suamimu!" "Maaf Om.... " lirih terdengar suara Renata. "Sekarang perhatikan, jangan cuma menikmati, tapi juga pelajari, paham!" "Iya Om.... " Reno memagut bibir Renata, lidahnya menyusup di sela bibir Renata, tangannya meremas d**a kecil Renata. Puas dengan bibir Renata, ia mulai menjilati, dan mengecup leher Renata. Renata melenguh. "Jangan keenakan, perhatikan!" Reno mengangkat kepala, ditatap wajah Renata. "Maaf Om.... " BERSAMBUNG
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD