8. Kesempatan Baik

2280 Words
Perjalanan bisnis Aditya ke Bali akhirnya membuahkan hasil. Pemilik perusahaan developer yang dikenalkan oleh Rey bersedia menggunakan jasanya untuk mendesain dan membangun resort di Nusa Dua Bali. Meski sudah vacuum selama beberapa tahun, ternyata Kev Architecture masih memiliki nama sebagai konsultan arsitek yang cukup diperhitungkan. Selain karena biaya jasa yang Aditya tawarkan tidak terlampau mahal, Aditya juga membantu memperhitungkan budget yang akan dikeluarkan nantinya. Sebisa mungkin Aditya juga berusaha meminimalisir biaya yang nantinya akan dikeluarkan oleh pihak developer. Sehingga perusahaan developer yang bekerja sama dengannya tidak perlu repot-repot memikirkan perhitungan biaya pembangunan untuk property-nya. Perusahaan arsitek Kev Architecture dididirikan oleh Aditya dulu, sebelum akhirnya dia memutuskan untuk meraih gelar masternya di Inggris. Perusahaan tersebut bergerak di bidang jasa untuk mendesain ekterior dan interior rumah, restoran, perumahan, sampai perkantoran. Meski baru berjalan satu tahun, tapi sudah banyak yang menggunakan jasa Kev Architecture saat itu. Awalnya Aditya hanya memberikan jasa konsultan arsitek untuk membangun rumah perorangan. Setelah berjalan beberapa bulan, akhirnya merambah ke perumahan, pertokoan hingga perkantoran. Aditya tidak sendiri membangun perusahaannya. Dia juga dibantu oleh sahabat-sahabatnya semasa kuliah teknik sipil termasuk Jonas dan Michael, sahabatnya yang memiliki latar belakang kuliah desain dan grafis. Sayang sekali Kev Architecture hanya bertahan selama satu tahun. Karena beasiswa yang iseng-iseng diajukan Aditya ke salah satu universitas di Inggris mendapatkan jawaban yang memuaskan. Aditya yang saat itu sedang berada di masa labil akibat bermasalah dengan Ranis, lebih memilih mengambil beasiswa itu dan meninggalkan Kev Architecture begitu saja. Sampai pada akhirnya Aditya bisa bekerja di salah satu perusahaan arsitektur ternama di sana, dan bisa menyandang gelar 10 arsitek paling digemari di Inggris. Sekarang, setelah mempunyai ilmu yang matang, Aditya kembali ke Indonesia. Tujuannya untuk mengibarkan kembali sayap Kev Architecture dan melanjutkan apa yang telah ia tinggalkan selama tujuh tahun terakhir. *** Malam ini Aditya harus kembali ke Jakarta, supaya besok bisa mencari gedung yang tepat untuk kantor barunya. "Jadi balik ke Jakarta malam ini lo?" Pertanyaan Jonas cukup mengejutkan Aditya yang saat ini pusat perhatiannya sedang berada di laptop. "Iya, gue dikejar waktu soalnya." "Gue dapat info gedung yang lantainya mau disewain, Kev. Di sekitaran Rasuna Said. Kalo lo minat gue kasih kontak person pengelola gedungnya." "Rasuna Said? Ya deh boleh. Mana kontak personnya." Aditya kemudian membuat janji temu besok pagi di gedungnya langsung, agar dapat langsung melihat lokasi gedung dan kondisi lantai yang akan disewakan. Menurut pengelola gedung, ada lima lantai yang masih kosong untuk disewakan. Sementara Aditya akan menyewa hanya dua lantai saja. Aditya memutar-mutar benda tipis berwarna silver di tangannya sambil menunggu Chandra--pengelola gedung--mengirimkan alamat gedung yang mereka bicarakan tadi. Selang beberapa menit Aditya mendapatkan notifikasi chat dari Chandra Wijaya. Kedua matanya berkali-kali mengerjap menatap layar ponsel. Jonas agak bingung melihat ekspresi sahabatnya saat ini. "Kenapa Kev? Kaget banget gitu?" "Ini Chandra kirim alamat gedungnya plus rute lokasinya. Ini kan gedung kantornya Maura." "Maura siapa, Kev?" "Rengganis." "Ooh. Ya coba aja tanya sama Chandra." "Udah gue tanya apa ada kantor majalah yang nyewa lantai di gedung itu? Ternyata bener. Malah lantai kosong yang mau disewakan, ya bekasnya kantor majalah itu yang pindah ke lantai atasnya. Di paling bawah kan disewa sama bank swasta. Kalau nggak salah tempat kerja sepupunya Maura." "Lo masih kontak sama Rengganis?" "Baru ini," jawab Aditya dingin. "Gue minta maaf ya, Kev. Gara-gara gue, elo sama Rengganis pisah," ujar Jonas, menampilkan ekspresi penuh penyesalan. "Maaf lo gue terima, kalau maaf gue sudah diterima sama Maura." Jonas hanya bisa menundukkan kepalanya, mendengar jawaban Aditya atas permintaaan maaf yang ia ajukan. *** Mobil Aditya sudah sampai di pelataran parkir gedung Diamond--gedung yang akan disurvey oleh Aditya--pagi ini. Setelah melihat sekeliling basement, ia menemukan mobil Ranis terparkir di paling ujung dekat jalan keluar. Setelah berkenalan, Chandra mengantarkan Aditya untuk melihat-lihat. Dimulai dari lantai paling bawah sampai atas. Secara keseluruhan gedung ini memiliki 18 lantai. Yang kosong ada lima lantai yakni lantai 4, 5, 6 dan lantai 16, 17 dan rooftop yang juga disewakan biasanya untuk tempat pesta pernikahan atau mid night party. Setelah melihat-lihat, akhirnya Aditya cocok dengan lantai 16 dan 17. Sedangkan kantor majalah Famous, tempat Ranis bekerja, menyewa di 3 lantai yakni lantai 13, 14 dan 15. Artinya nanti kantor Ranis berada di satu lantai di bawah kantor Aditya. Aditya melakukan negosiasi harga dan akhirnya kesepakatan berhasil dibuat. Besok dia sudah bisa mulai menempati gedung ini. Aditya mulai menghubungi Jonas dan Michael agar mempersiapkan segala keperluan untuk menempati gedung. Hendrick--sahabatnya yang lain--membantu menyumbang dengan memberikan harga khusus untuk hal-hal yang berhubungan dengan furniture yang dibutuhkan untuk kantor baru Aditya, karena Hendrick pemilik toko meubel yang cukup besar di Jakarta dan mempunyai anak cabang di beberapa kota di Jakarta. Sedangkan Arda mulai mencarikan sumber daya manusia untuk bekerja di Kev Architecture. Kebetulan Arda memiliki perusahaan penyaluran tenaga kerja yang cukup bergengsi dengan nama perusahaan PT. Global Personality. Banyak sarjana muda yang mencari lowongan pekerjaan melalui perusahaannya. Tidak sedikit juga yang akhirnya berhasil diterima bekerja di perusahaan-perusahaan besar, sesuai dengan kemampuan dan kapasitas pelamar. *** Hingar bingar suara musik berdentuman memenuhi salah satu elite night club di Jakarta. Aditya bergabung dengan teman-temannya yang sudah lebih dulu sampai di tempat ini. "Ini dia calon bos udah datang." Aditya memilih duduk di sofa samping Arda. Mereka berlima memulai obrolan serunya. Dari seputar masa sekolah, kuliah hingga kehidupan masing-masing saat ini. Dari mereka berlima baru Arda dan Michael yang sudah berkeluarga dan telah memiliki anak. Sedangkan Aditya, Jonas dan Hendrick masih betah melajang. Namun yang lebih mengenaskan adalah Aditya. Karena sampai saat ini hatinya masih terpatri di Ranis, belum mampu pindah ke lain hati. Jonas dan Hendrick saat ini sudah memiliki tunangan. Padahal di antara mereka berlima, Aditya dulu lah yang mengawali mempunyai hubungan khusus dengan perempuan, alias pacaran. Pacaran paling lama juga rekornya dipegang oleh Aditya. Namun nyatanya kehidupan asmaranya masih stuck di satu tempat. Tidak berniat mundur tapi tidak ada kemajuan yang signifikan. Aditya Pernah mencoba berhubungan dengan perempuan lain, tapi berakhir di tengah jalan. Perempuan yang pernah ia pacari kebanyakan tidak tahan karena harus bersaing dengan Ranis yang sudah enam tahun jadi ratu di singgasana hatinya. "Gue pernah ketemu Ranis loh, Kev. Pas di kawinan temen bini gue. Beda banget ya dia sekarang. Makin apa ya... cantik mungkin. Yang jelas nggak kayak Ranis dulu." Tanpa komando dari siapa pun, Arda membicarakan soal Ranis. "Selebgram dia bro. Adik gue kan punya olshop gitu. Nah sering pakai jasanya Ranis buat endors in barang-barang dagangannya dia. Kata adik gue, Ranis itu ramah, nggak neko-neko, trus juga nggak matok harga tinggi buat bayar jasa endorse nya. Jadi banyak temen-temen adik gue yang punya olshop juga pakek jasanya si Ranis." Michael akhirnya ikut menambahkan. Aditya hanya menanggapi dengan ber oh ria semua celetukan teman-temannya. Sedangkan Jonas dan Hendrick diam seribu bahasa, tidak ada niatan sama sekali untuk sekadar menimpali obrolan seputar Ranis. *** Untuk tiga bulan ke depan, Ranis harus menggantikan tugas Andari--reporter untuk informasi seputar selebriti--yang sedang cuti melahirkan. Ranis harus menjadi reporter untuk berburu berita entertaiment lagi, ketemu artis-artis lagi. Tapi kali ini lebih berat karena harus menjalankan dua job desc sekaligus. Jadi reporter sekaligus editor. Ranis tidak berani membayangkan bagaimana rempong hari-harinya tiga bulan ke depan. Ranis kembali berkutat di depan laptop, mengecek email yang berisi kiriman tulisan untuk beberapa rubrik yang disediakan khusus bagi penulis lepas atau free lance, serta hasil liputan teman-teman reporter yang lain. Dari meja ini dia melihat Risma berlari kecil ke arah ruangannya, karena jika tidak ada tamu penting vertical blind memang dibiarkan terbuka oleh Ranis. Benar saja, Risma sudah mengetuk pintu kaca perlahan. Setelah dipersilakan masuk, Risma tidak langsung duduk, malah sibuk mengatur napasnya yang ngos-ngosan. "Maaf bu ganggu." "Iya ada apa? Ada kesulitan?" "Nggak ada bu. Cuma mau kasih informasi." "Apaan?" "Itu bu, mas-mas ganteng yang sering ngantar jemput waktu kaki ibu terkilir, saya lihat seliweran di gedung ini. Kata anak-anak juga kemarin ada mas-mas ganteng bareng Mas Chandra liat-liat lantai yang kosong gitu." "Udah ngegosipnya? Saya banyak kerjaan." Ranis yang memang cukup sibuk siang ini, sedang malas untuk menanggapi pembicaraan tidak berbobot seperti ini. Tentu Ranis tahu siapa yang dimaksud Risma, siapa lagi kalau bukan Aditya. Tapi Ranis tidak ambil pusing dengan apa tujuan laki-laki itu bertandang di gedung Diamond. "Bu serius ini. Sekarang mas ganteng itu lagi di foodcourt sama temennya dua orang. Nggak mungkin saya salah lihat, lah dia senyum ini sama saya." "Genit kamunya." "Bu Ranis nggak pengen ke foodcourt nih?" Risma meyakinkan Ranis dengan memberinya pertanyaan menggoda. Ranis memutar bola matanya malas menanggapi pertanyaan jebakan dari Risma. "Saya bawa bontotan dari rumah" "Elaaah bu. Tar keburu disamber sama Bu Dewanti loh!". "Petir kali di samber." Risma sudah putus asa merayu bosnya itu, akhirnya dia memilih untuk pamit keluar. Setelah kepergian Risma, mendadak Ranis sudah kehilangan konsentrasi untuk melanjutkan pekerjaan. Bayangan Aditya terus menari-nari di kepalanya. Selang beberapa menit ponselnya berdenting menandakan ada chat BBM masuk. Dapat dilihat dari notifikasi, muncul nama Kevin Aditya di layar. Kevin Aditya: wanna lunch with me? Ranis Maura: kamu ngapain di Diamond? Kevin Aditya: emang cenayang ya kamu. Kok bisa tau aku lagi di gedung Diamond? Ranis Maura: nggak usah basa basi. Kamu mau apa? Kevin Aditya: mau ngajak kamu maksi. Aku tunggu di foodcourt lt.10 ya. Akhirnya Ranis menuruti saja apa mau Aditya. Dia tahu seperti apa orang ini. Dia juga tidak mau tiba-tiba Aditya nongol di ruangan ini lantas merusak mood baik Ranis. Dengan malas Ranis turun ke lantai sepuluh. Saat melihat sekeliling,  Aditya melambaikan tangan untuk memberitahukan keberadaannya. Ranis menghampiri meja Aditya. Well, ternyata di situ juga ada Jonas dan Hendrick. Orang-orang yang tidak pernah menyukai Ranis sepanjang masa sekolah mereka dulu. "Hai. Duduk sini, Ra!" Aditya menyapa lalu memberikan sebuah kursi kosong di sampingnya. Berhadapan dengan Jonas dan Hendrick di sampingnya. "Mau pesen apa, Ra?" Tatapan mengintimidasi Ranis tidak lepas dari Jonas dan Hendrick. Merasa terintimidasi akhirnya Jonas dan Hendrick pamit duluan dengan alasan ingin merokok. Sekarang tinggal Ranis berdua dengan Aditya saja di meja ini. "Ra, aku tanya mau pesen makan apa?" "Aku bawa bekal dari rumah." "Udah dimakan?" "Nanti aja. Aku masih banyak kerjaan." "Minum aja ya. Jus semangka mau?" Ranis mengangguk lalu Aditya berdiri dan menghampiri stand minuman. Ranis lama-lama lemah juga menghadapi sikap Aditya yang pantang menyerah untuk mendekati dia. Ranis sudah tidak tahu mesti bagaimana lagi untuk menghindarinya. Benar kata Bapak, semua harus segera diselesaikan. Supaya hati Ranis tidak terus-terusan gelisah. Beban ini tidak bisa selamanya dia tanggung sendiri. Mungkin ini kesempatan baik untuk memperbaiki keadaan. Aditya datang dengan segelas jus semangka favorit Ranis dan juga senyum menawan khas Aditya. Senyum teduh yang selalu bikin Ranis nyaman bersamanya. "Kamu ngapain ada di sini?" tanya Ranis dengan suara biasa saja. Tidak ada nada kasar dan jutek seperti kemarin-kemarin. "Aku nyewa dua lantai di gedung ini untuk kantor baruku. Aku mau ngelanjutin usaha Kev Architecture yang sempet berhenti." Ranis berusaha menelan jus semangkanya dengan susah payah. Jus semangka yang lembut itu terasa sangat kasar dan susah sekali ditelan setelah mendengar ucapan Aditya. "Mu..., mulai kapan? Bukannya kamu sudah kerja di Inggris ya?" "Hari ini mulai ngedekor ruangannya. Targetku seminggu selesai. Biar bisa cepet dipakek kantornya. Soalnya sudah ada tender awal. Jadi harus buru-buru dikerjakan. Untuk kerjaan di Inggris, aku lagi proses ngajuin resign." "Selamat ya. Di lantai berapa?" "16 dan 17." "Oh ... Jangan berisik kalau lagi renovasi ruangan, itu lantai pas di atas kepalaku." "Hahaha ..., nggak bakal kedengeran kok. 'Kan beton semua bangunan ini." "Hm." Ranis hanya menggumam, kembali menatap gelas jus yang sudah tinggal separuh isinya. Tiba-tiba saja Aditya menggenggam salah satu tangan Ranis yang berada di bawah meja. Ranis cukup terkejut dan berusaha menarik tangannya. Namun Aditya sudah lebih dahulu menahannya. "Aku butuh kamu, Ra. Aku butuh dukungan kamu. Aku pengen ngelewatin setiap fase kehidupanku sama kamu. Tolong kasih aku kesempatan untuk ada di samping kamu." "Kamu bisa kok meski tanpa aku. Kamu udah buktiin semuanya, tanpa perlu aku minta untuk membuktikan." Aditya menghela napas kecewa dengan jawaban Ranis. "Nanti pulang bareng ya," bujuk Aditya. "Aku bawa mobil sendiri." "Ya udah, kalau gitu aku mampir rumah Luna." "Kamu itu mau apa, sih, sebenarnya?" "Ketemu kamu. Masa nggak boleh? Kamu kan nggak punya pacar ini? Jadi nggak ada yang marah dong kalau aku sering ketemu kamu, atau ngajak kamu jalan?" Aditya tertawa terkekeh mendengar Ranis mendengus kesal kepadanya. Di saat Aditya masih tertawa, Ranis berhasil melepas genggaman tangan Aditya dan menghabiskan sisa jus semangka di gelasnya. Aditya gelagapan saat Ranis sudah beranjak dari kursinya. Dia mengekori Ranis sampai depan pintu lift. Ketika pintu lift terbuka, berpasang mata sedang menatap mereka berdua saat ini. Kebetulan sekali lift sedang ramai karyawan yang baru selesai istirahat siang dan isinya adalah karyawan majalah Famous semua. Aditya sudah sukses membuatnya jadi bahan gossip selama seminggu. Syukur-syukur tidak dijadikan bahan tulisan oleh penulis rubrik Gossip on Diamond. Yang isinya berita paling hot yang ada di Diamond. Hanya berupa tulisan-tulisan absurd tentang realita yang terjadi di dalam gedung perkantoran ini. Diangkat ke dalam sebuah tulisan-tulisan nyeleneh tapi menjadi bacaan ringan bagi pembaca Famous, ditambah juga gambar karikatur yang menarik minat pembaca. Sejak dicetuskannya rubrik itu, penjualan majalah Famous ada peningkatan. Rupanya banyak juga peminatnya selaian warga Diamond itu sendiri. Padahal liputannya terbilang gampang banget, karena tidak perlu melakukan liputan jauh-jauh, narasumbernya juga yang sering ditemui di sekitaran sini saja, lantai dasar sampai lantai 18. Good job!!! Pekik Ranis dalam hati. Ranis langsung menuju ruangannya dan menutup vertical blind. Dia paling malas melihat tatapan kepo penghuni lantai 15 ini. Ponselnya berdenting. Kevin Aditya: thanks ya Ra. Ranis Maura: for what? Kevin Aditya: mau nemuin aku. Juga mau kasih aku kesempatan kedua. Ranis Maura: jangan berharap lebih. Kevin Aditya: boleh kan ngarep sama cewek single? Ranis Maura: emboh Kevin Aditya: enggeh Ranis tidak lagi membalas chat menyebalkan dari Aditya. Memilih melanjutkan lagi pekerjaannya yang sempat tertunda. --- ^vee^
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD