CHAPTER TIGA

2122 Words
            Rayyan menunggu Kara di kursinya. Ia menatap restoran yang kosong. Sebelah kakinya menumpu pada kaki lainnya. Beberapa pelayan berdiri tak jauh dari tempat duduknya, berjaga- jaga jika ia membutuhkan sesuatu. Rayyan sudah memesan beberapa menu makanan yang kini tengah disiapkan koki di dapur restoran itu.             Pria itu mengetuk- ngetukan jarinya di meja, matanya menatap bunga dan sebuah lilin yang menyala di atas meja yang dilapisi taplak berwarna putih lalu ke lampu- lampu mewah yang tergantung di langit- langit restoran.             Pria itu tersenyum dan menyambut Kara yang masuk ke dalam restoran dengan raut wajah bingung.             “Kamu membooking satu restoran?” tanya Kara dan ia terkejut melihat Rayyan mengangguk, senyuman belum lepas dari bibir pria di depannya. Restoran yang biasa ramai itu kini kosong, hanya Rayyan yang menempati salah satu meja dan beberap pelayan yang berdiri tak jauh dari meja mereka.             “Kamu tidak perlu seperti ini.” Kata Kara dengan nada tak enak, ia duduk di depan Rayyan yang lagi- lagi tersenyum. Seorang pelayan menghampiri mereka tak lama setelah Kara duduk di kursinya. Pelayan pria berseragam itu menyapa keduanya lalu mulai memindahkan piring- piring dari atas nampan yang dibawanya ke meja di depan Kara.             “Aku tidak mau menambah masalah. Apa yang akan orang- orang pikir kalau melihat kita masih makan malam romantis setelah drama lamaranku yang di tolak.” Jawab Rayyan, Kara tersenyum kecut, “Aku tak mau orang lain berpikir apa yang terjadi kemarin adalah settingan untuk menaikkan popularitas kita.” Lanjutnya.             “Popularitas apa? Aku kehilangan beberapa pekerjaan gara- gara netizen bermulut sampah itu.” Ucap Kara dengan nada kesal.             Rayyan terkekeh, “Tetap saja, nama kita ada dalam daftar nama yang paling banyak dicari seminggu ini. Kita hanya tidak mau memanfaatkannya.”             Rayyan benar. Beberapa acara jelas mengundangnya dan memberikan ruang untuk mengklarifikasi kejadian saat itu. Tak sedikit stasiun Tv yang menawarkan bayaran hampir tiga kali lipat dari biasanya. Tapi keduanya memilih diam dan menyimpannya sendiri- sendiri. Benar kata Rayyan, keduanya hanya tidak mau memanfaatkan keadaannya saat ini.             Keduanya menyantap makan di atas meja sambil mengobrol ringan. Rayyan tak hentinya meminta maaf atas apa yang terjadi. Ia menyesal, seharusnya ia tidak melakukan hal bodoh itu tanpa berkompromi dengan Kara terlebih dahulu. Ia pikir, lamaran tiba- tibanya akan sedikit mengetuk hati gadis itu. Ia berpikir Kara mungkin akan tersentuh dan menyadari betapa Rayyan mencintai gadis itu dan akhirnya menerima lamarannya.             Rayyan salah. Seharusnya ia tahu bahwa Kara tidak pernah main- main dengan kata- katanya. Kalau gadis itu bilang belum siap menikah, ya memang ia belum siap. Kalau ia bilang tak ingin menikah dalam waktu dekat, ya ia tak akan tiba- tiba siap hanya karena lamaran super romantis yang ia lakukan. Kara terlalu berprinsip untuk di sogok dengan hal- hal receh semacam itu.   ***               Laki- laki itu menatap ke dalam restoran berkaca bening itu. Ia menatap Rayyan dan Kara yang sedang menikmati makan malamnya. Laki- laki yang membuntuti Kara sejak keluar rumah itu akhirnya mengambil beberapa potret keduanya. Keduanya masih berhubungan begitu baik. Seakan kejadian penolakan beberapa hari lalu tidak pernah terjadi.             Laki- laki berpakaian serba hitam dengan sebuah topi itu masih terus mengamati dari luar restoran yang begitu sepi. Ia mengamati hingga keduanya selesai makan. Setelah berbincang sebentar, Rayyan yang lebih dulu pergi, laki- laki itu berdiri, mengucapkan sepatah dua patah kata pada Kara lalu pergi setelah sebelumnya mengusap pucuk kepala Kara yang langsung tersenyum.             Rayyan keluar dari restoran dan menghampiri mobilnya, tak lama roda mobil itu berputar meninggalkan restoran.             Mata laki- laki itu kini berfokus pada Kara. Gadis itu masih duduk di tempatnya, ia terlihat meneguk habis isi gelasnya lalu sibuk memainkan ponselnya. Tak berselang lama, sebuah mobil berhenti di depan pintu restoran, dan saat mobil itu menghilang, sosok Kara juga menghilang.   ***               “Untuk apa bertemu dia lagi?” tanya Sandra sambil menyetir, Kinan yang ada di sebelahnya mengangguk. Kara yang duduk di belakang mengangkat bahu acuh. Kara hanya ingin tetap berhubungan baik dengan Rayyan. Meski tak bisa kembali berhubungan serius, ia ingin bisa menjadi teman pria itu. Kara telah mengenal Rayyan begitu baik dan rasanya tak bijak jika harus memutuskan hubungan hanya karena kejadian itu.             “Tak enak menolak undangannya. Dia bahkan masih begitu baik setelah apa yang aku perbuat padanya.” Jawab Kara.             Sandra dan Kinan mengangguk, “Ia bahkan memesan satu restoran hanya untuk makan bersama mantan pacar yang telah menolak lamarannya yang begitu romantis.” Kata Sandra dengan nada Sarkas.             “Kalau jadi dia, aku jelas tak mau melihat wajah Kara lagi seumur hidupku.” Kata Kinan yang membuat yang lainnya tergelak.             Ketiganya menyambangi sebuah bar. Tempat yang sesekali mereka kunjungi saat penat. Mereka menyewa ruangan khusus. Setelah ketiganya melewati hiruk pikuk manusia yang memenuhi tempat itu, mereka sampai di ruang khusus setelah diantar dengan salah satu pelayan. Mereka memesan beberapa makanan, juga minuman, alkohol dan non alkohol.             Sandra mengeluarkan bungkus rokok dari tasnya. Ia mengambil satu batang lalu melemparkan bungkusnya ke atas meja. Ia menyalakan api dari koreknya dan menyulutkannya ke ujung rokoknya.             “Ada masalah lagi dengan Samuel?” tanya Kinan pada Sandra yang langsung menggeleng, perempuan itu mengeluarkan asap dari mulutnya.             “Dia baru saja pergi keluar kota untuk pekerjaan selama tiga hari.” Jawab Sandra.             “Dan kamu tidak punya kesempatan untuk mengantarnya ke bandara?” Tanya Kara sambil mengambil sebatang rokok dari meja. Ia melihat Sandra mengangguk. Kara melanjutkan kegiatannya, ia menyalakan rokoknya dan menghisap rokoknya dalam- dalam dan menghembuskan asapnya melalui mulut. Diantara mereka, hanya Kinan yang tak merokok, juga tak minum alkohol. Jadi meski menemani sahabat- sahabatnya ke bar, ia tak melakukan keduanya. Sandra dan Kara mengerti, Kinan sudah memiliki seorang anak. Ia jelas harus memberi contoh yang baik kepada anaknya nanti.             Dibalik kamera, Kara tak berbeda dengan gadis muda lainnya. Ia merokok, dan sesekali mabuk. Hanya saja, ia tak melakukan keduanya di sembarang tempat sehingga tak ada yang pernah tau sisi lain dari dirinya selain kedua sahabatnya, Sandra dan Kinan, juga Karin selaku managernya.             Makanan dan minuman yang mereka pesan datang. Sandra langsung menuangkan minuman ke gelasnya dan meneguknya dalam sekali tegukan.             “Apa yang kamu bicarakan dengan Rayyan?” tanya Sandra pada Kara.             “Tidak banyak, dia hanya meminta maaf atas semuanya. Dia pikir, lamaran itu mungkin bisa mengetuk hatiku dan akhirnya aku menerima lamarannya.”             “Bagaimana mungkin orang yang tidak pernah berbagi masalalu bisa menikah.” Sambar Kinan. Sandra dan Kara mengangguk setuju. Keduanya tahu persis seperti apa hubungan yang dijalin oleh Kara dan Rayyan. Keduanya terlihat sebagai dua orang yang terlibat hubungan kerja namun sedikit romantis.   ***               Kara keluar dari kamar dan melihat Karin mondar mandir di ruang tamu, ponsel terselip di antara tangan dan telinganya, gadis itu tampak sibuk sekali pagi ini. Ia menuju dapur, mengambil botol dari kulkas lalu menuangkannya ke gelas kosong di atas meja bar dan meneguknya pelan.             Pandangannya terlempar ke jendela dapur. Hari sudah siang, ia tak ingat pulang jam berapa semalam. Sepertinya ia cukup mabuk, ia hanya ingat sandra dan Kinan memapahkan masuk ke mobil lalu ia sampai di rumah.             Tatapannya kembali pada Karin yang tampaknya tengah menangani hal yang tak biasa. Ia membalik laptop yang terbuka di atas meja dan terkejut melihat berita yang terlihat di sana. Laptop itu membuka tab ** miliknya dan di berandanya, ia melihat salah satu akun gosip memposting potret dirinya dan kedua sahabatnya dengan potret yang tak begitu jelas. Ia dan Sandra tengah memegang rokok, minuman alkohol itu terlihat di sana. Ia terdiam, lalu perlahan mengklik kolom komentar. Jantungnya nyaris berhenti berdetak. Napasnya tersengal, ia rasanya ingin mati saat itu juga.             Bahkan semua orang tau dan yakin bahwa sosok dalam foto itu benar- benar dirinya.             “Bagaimana mungkin?” tanya Kara saat Karin mendekat. Gadis itu mengangkat bahu. Karin tak kalah bingung dari Kara.             “Seseorang pasti membuntutimu semalam.” Kata Karin.             “Kita ada di ruang khusus. Tak sembarang orang bisa masuk ke sana.”             “Pasti salah satu pegawai yang melayanimu. Dia pasti dibayar. Aku tidak punya kemungkinan lain selain itu.” jelas Karin.             “Sialaan.” Rutuk Kara. Ia memegang gelasnya erat- erat seakan bisa memecahkannya saat itu juga.             Selama ini, Kara dikenal sebagai aktris yang tak pernah neko- neko. Dan foto yang tersebar di internet sekarang jelas membuat banyak fansnya kecewa. Tak pernah ada yang tau sisi gelapnya dan sekarang, semua orang sudah tahu bahwa Kara hobi ke bar, merokok dan mabuk. Kalau ia bisa menghilang dari dunia ini sekarang juga, ia akan melakukannya.             “Aku akan menutup semua kolom komentar instagrammu.” Kata Karin. Ia membalik laptop dan mengutak- atik akun ** Kara. Ia menatap Kara dengan tatapan tak kalah bingung.             “Apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya Kara dengan nada lirih.             “Aku akan membuat surat permohonan maaf. Kita tak mungkin menyangkal, banyak foto Sandra dan Kinan yang ada di instagrammu, mereka pasti mengenali.” Karin memberi solusi.             Kara memijit- mijit kepalanya yang tiba- tiba terasa pusing. Ia tak bisa berpikir hingga akhirnya menyerahkan semuanya pada Karin.             Kara tak tahu bahwa itu baru permulaan. Bahwa ke depannya akan ada banyak kejutan yang menyapanya. Kejutan yang tak akan pernah bisa ia sangkal kehadirannya.   ***               Sandra mengeluarkan sumpah serapahnya saat melihat berita di media sosialnya. Ia tak habis pikir bagaimana mungkin ada yang bisa memotret kegiatan ketiganya semalam. Bertahun- tahun mereka melakukannya dengan aman, kenapa sekarang bisa terbongkar. Disaat berita buruk tentang Kara belum juga mereda, berita itu jelas memperburuk semuanya. Semuanya kembali menyorot Kara.             Ia menyambar tasnya dan kunci mobilnya di laci meja lalu keluar dari apartemennya menuju kediaman Kara. Ia sampai setengah jam kemudian. Karin membuka pintu, Sandra masuk dan melihat Kinan dan Raihan di ruang tamu.             “Kara mengunci diri di kamar.” Kata Kinan, “ ia tidak mau membuka pintu.” lanjutnya.             Sandra duduk di samping Kinan. Kara memang hobi mengunci diri di kamar sejak dulu. Di saat orang- orang lain mengusir jenuh dengan pergi berbelanja ataupun liburan ke luar negeri, Kara lebih suka mengunci diri di kamar, mendengarkan musik, ataupun menonton film, sendiri. Dia bisa melakukannya berhari- hari kalau jadwalnya sedang kosong. Ia hanya keluar untuk makan lalu kembali mengunci diri di kamarnya.             Selama tiga jam, Karin, Sandra, Kinan dan anak semata wayangnya menunggu di ruang tamu. Panggilan telepon mereka belum terjawab, pesan yang di kirimpun belum terbalas. Mereka tidak tahu apa yang Kara lakukan di kamarnya. Pintu bercat putih itu tak ada tanda- tanda akan terbuka dalam waktu dekat.             “Kamu yakin Kara tidak akan melakukan hal- hal yang berbahaya?” tanya Sandra pada Karin.             “Tidak akan. Dia tidak akan bunuh diri hanya karena hal seperti ini.” Karin meyakinkan. Sandra dan Kinan mengangguk. Keduanya mengerti seperti apa masa lalu Kara. Ini jelas bukan apa- apa dibanding apa saja yang telah gadis itu lewati hingga bisa sampai dalam tahap ini.   ***               Yasmin tertawa. Ia tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya melihat berita yang baru saja dilihatnya di ponselnya.             “Kamu tidak akan bisa bertahan lagi, Kara.” Katanya. Ia sedang berada di ruang tunggu untuk mengisi salah satu acara di televisi swasta. “Busuk- busukmu akan terus terbongkar. Kamu pikir kamu bisa terus bersembunyi dibalik wajah polosmu? Semua bangkai akan tercium juga pada akhirnya.” Lanjutnya.             Yasmin tak pernah menyukai Kara. Sejak kemunculan gadis itu, ia tahu bahwa gadis itu akan menjadi saingan beratnya. Gadis itu begitu mudah bergaul dan begitu ramah. Di awal kemunculannya, semua orang menyukainya karena pribadinya yang begitu ramah.             Yasmin memang lebih dulu terjun ke dunia perfilman, ia telah membintangi beberapa film sukses hingga akhirnya Kara perlahan muncul dan mensejajarkan posisinya. Ia kehilangan beberapa peran impiannya karena Kara yang mendapatkannya, dan itu tak hanya terjadi sekali atau dua kali, namun berkali- kali.   ***               Kara menguap dan merenggangkan tubuhnya. Ia perlahan membuka mata dan melihat jam dinding, sudah jam empat sore dan perutnya keroncongan. Ia bangkit dari ranjang dan membuka pintu. Ia terdiam, Karin, Kinan dan Sandra menatapnya dengan tatapan tak bisa diartikan.             “Kalian di sini? Ada apa?” tanya Kara sambil duduk di sofa.             “Kita mengkhawatirkanmu dan kamu bisa- bisanya tertidur pulas.” Kata Sandra saat melihat rambut Kara yang acak- acakan. Juga wajah bantalnya yang tak bisa disembunyikan.             “Apa yang perlu dikhawatirkan?” Kara menatap wajah yang ada di depannya lalu melanjutkan, “Ah, itu bukan hal yang perlu dikhawatirkan. Aku hanya manusia biasa, aku tak mungkin sesempurna yang orang- orang pikirkan, mereka akan mengerti.” Kara menatap Karin sambil mengusap perutnya, memberikan isyarat bahwa ia lapar. Karin mengangguk lalu pergi ke dapur untuk menyiapkan makanan.             “Kita senang kamu baik- baik saja.” Kata Kinan.             Kara tertawa sumbang. “Terima kasih sudah mengkhawatirkanku. Aku senang bisa mengenal kalian, setidaknya kalian bisa membantu Karin mengurus pemakamanku nantinya.”             “Jangan bicara sembarangan. Diantara kami, kamu yang paling muda.” Kata Sandra.             “Syarat mati tak harus tua.” Tandas Kara yang langsung membuat kedua temanya terdiam.    To Be Continue  LalunaKia  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD