2 : Jadian

1239 Words
“Nanti tunggu, aku jemput ke kelas,” ucap Radi saat sampai mengantarkan Bianca ke depan kelas.  Lima menit lagi jam istirahat selesai akhirnya Radi, Bianca dan teman-temannya memilih untuk kembali ke kelas mereka masing-masing. Dengan Radi yang tetap ingin mengantarkan Bianca sampai kelas meski gadis itu sempat menolak, sementara yang lain lebih dulu berjalan meninggalkan pasangan baru itu.  Devon bahkan sampai bilang kalau Radi itu sudah bucin pada Bianca, padahal baru beberapa jam saja mereka resmi berpacaran tetapi tingkah Radi sudah berlebihan sekali, sampai mengantarkan Bianca ke depan kelas padahal masih ada Adel dan Laura yang memang sekelas dengan Bianca. Bucin kan. Dan Radi? Laki-laki itu malah tak perduli dengan anggapan Devon. “Gak usah deh, nanti kita ketemu di parkiran aja,” tolak Bianca kepada Radi, namun ekspresi laki-laki itu berubah mendengar penolakan kekasihnya.  Radi menatap tajam pada Bianca, dia tidak suka mendengar jawaban Bianca yang seperti itu. “Nurut aja, aku gak terima penolakan!” ucap Radi penuh penegasan. “Oke,” balas Bianca mengangguk setuju.  Dari pada dia dan Radi beradu argumen, masa baru beberapa jam pacaran saja sudah ada pertengkaran. Lebih baik Bianca mengalah dan mengiyakan apa yang di inginkan oleh Radi. Setelah Radi kembali ke kelasnya, Bianca juga masuk ke dalam kelas berjalan ke arah tempat duduknya bersama dengan Laura.  Bianca memang duduk bersama dengan Laura sementara Adel duduk di kursi belakang mereka, bersama dengan Helga, teman sebangku Adel yang jarang sekali bicara. Begitu pendiam sampai Adel merasa duduk dengan patung tetapi mau bagaimana lagi, hanya itu kursi yang terisisa di kelas ini. Bianca duduk di samping Laura yang saat itu tengah mengeluarkan buku dari dalam tas, Bianca kembali teringat dengan sikap Radi tadi. Belum genap sehari berpacaran dengan Radi, Bianca sudah bisa membaca bagaimana tingkah Radi.  Laki-laki yang tak mau di bantah dan terlihat begitu posesif. Tetapi kalau sudah cinta, Bianca juga harus menerima semua kekurangan maupun kelebihan yang di miliki oleh Radi, kekasihnya. Bianca ingat pertama kali dia melihat Radi, saat itu mereka masih duduk di kelas 10 dan di sekolah sedang mengadakan pekan olahraga antar kelas atau sering kali di sebut hanya dengan singkatan PORAK.  Bianca yang waktu itu akan menonton basket bersama dengan Adel untuk mendukung kelas mereka yang bertanding dengan kelas lain, lalu dia melihat Radi yang ternyata menjadi team lawan kelas mereka. Bianca bisa dibilang cinta pada pandangan pertama kepada Radi, dia melihat Radi yang begitu menonjol karena kulitnya yang putih  dan tubuh yang tinggi berada di tengah lapangan bersama dengan anggota lainnya.  Radi yang terkesan cuek padahal banyak sekali siswa perempuan saat itu yang meneriaki namanya, seolah tak mendengar apa-apa masih bersikap santai dengan sorot mata yang begitu tajam tetapi anehnya mata itu yang Bianca sukai. Radi.  Laki-laki itu memang populer apalagi setelah dia menjadi kapten team basket di sekolah mereka. Popularitas Radi semakin meningkat, tetapi hal tersebut malah membuat Bianca mundur teratur, cukup mengagumi dalam diam begitulah yang Bianca lakukan setelah hari di mana dia melihat Radi saat PORAK waktu itu. Sampai hari ini tiba, laki-laki yang selama ini dia sukai, yang sering kali dia ceritakan kepada Adel dan juga Laura ternyata memiliki perasaan yang sama dengannya.  Dia beruntung karena cintanya tak bertepuk sebelah tangan seperti yang sering Bianca pikirkan. Tetapi Bianca juga tak menyangka bahwa Radi menyukai dirinya, lebih tepatnya jatuh cinta pada dirinya.  Bahagia, jelas sekali dan Radi adalah hadiah terindah di ulang tahunnya kali ini. Hadiah dari Tuhan. ** “Langsung pulang?” tanya Radi pada Bianca.  Kali ini mereka sudah berada di parkiran, tadi Radi benar-benar menjemput Bianca di kelasnya yang sudah pasti membuat heboh seisi kelas karena Radi yang berdiri tepat di samping pintu kelas Bianca bersama dengan Devon dan Marcel menjadi pemandangan yang membuat seisi kelas Bianca terutama perempuan menatap mereka penuh kekaguman. Bianca bahkan heran, kenapa mereka semua menatap Radi dan kedua temannya seperti itu. Seakan baru melihat manusia berjenis kelaminn laki-laki, tetapi dia kembali teringat bukannya dia juga dulu seperti itu saat melihat Radi, melihat dengan penuh kekaguman.  Hampir saja Bianca lupa kalau dia pernah menjadi bagian dari pengagum Radi. Hanya saja dia beruntung karena sekarang bukan hanya bisa mengagumi saja tetapi bisa memiliki Radi. “Iya, soalnya jam empat mau jalan sama Adel, sama Laura juga,” ucap Bianca. “Ke mana?” tanya Radi menatap curiga. “Mall, jalan-jalan aja.” “Aku mau larang kamu, tapi belum sehari masa udah larang. Sekarang aku ijinin, tapi nanti aku harus pikirkan lebih dulu.” “Kok gitu?” “Ya harus, sekarang kamu pacar aku jadi aku harus tau kamu ke mana aja.” “Nyebelin,” gerutu Bianca mencebikkan bibirnya. “Aku dengar, Sayang,” ucap Radi.  Mendengar kata ‘Sayang’ terlontar dari mulut Radi malah membuat pipi Bianca merona, ahh ... padahal dia sedang merajuk kenapa malah malu-malu seperti ini mendengar panggilan Radi padanya. “Iya lah, kan punya kuping jadi pasti denger,” balas Bianca membuat Radi mengacak rambut kekasihnya gemas. “Oke kita pulang sekarang!” ajak Radi.  Bianca mengangguk kemudian naik ke atas motor setelah mengenakan helm yang entah kenapa Radi membawa helm dua.  Apa mungkin dia sering membonceng perempuan lain, tetapi bukannya Radi terkenal dengan sikap cuek dan tak pernah dekat dengan perempuan manapun, lalu ini helm siapa?  Atau mungkin Radi sengaja meminjamnya dari teman yang lain. Memangnya ada teman laki-laki Radi yang memiliki helm berwarna pink dengan motif polkadot? “Ini helm punya siapa?” dengan suara agak kencang, akhirnya Bianca bertanya kepada Radi untuk memastikan kepemilikan helm yang dia pakai sekarang. “Apa sayang?!” “Ini helm punya siapa?” Bianca lebih mendekat pada Radi. “Punya kamu, aku beli tadi,” balas Radi dengan suara yang kencang juga. Bianca diam.  Punya dia?  Radi sampai menyiapkan helm juga di hari ini, apa dia sudah seyakin itu kalau hari ini Bianca akan menerima dirinya sebagai kekasih.  Bianca tertawa pelan, ternyata Radi percaya diri sekali. Meskipun ya memang benar juga karena siapa yang tak mau menjadi kekasih dari seorang Radi Arzan Ravindra, semua perempuan sudah mengantri paling depan. ** Motor Radi sudah berhenti di depan rumah Bianca. Bianca turun dari motor kemudian melepas helmnya dan memberikannya kepada Radi.  Tangan Radi secara refleks merapikan rambut Bianca yang sedikit berantakan, hal itu membuat Bianca terpaku.  Benar-benar sikap Radi di luar dugaannya, bahkan sudah berapa kali di hari pertama Bianca berpacaran dengan Radi, Bianca merasa begitu di perhatikan dan juga di cintai.  Radi, laki-laki itu terlihat begitu menyayanginya dan Bianca pun begitu. “Kasih tau kalau jalan bareng Adel sama Laura,” ucap Radi setelah melihat rambut Bianca yang sudah rapi. “Iya, siap Bos!” balas Bianca dengan tangan yang terangkat hormat. Hal itu membuat Radi terkekeh. “Mau mampir dulu nggak?” tanya Bianca. “Lain kali aja, aku langsung pulang ya. Inget kabarin aku,” tegas Radi sekali lagi. Bianca mengangguk, “Iya aku selalu inget, belum sehari pacaran. Mas pacar udah posesif,” ucap Bianca. “Ya gini aku. Tapi kamu tetep sayang kan?” “Sayang pake banget, double triple.” Bianca terkekeh. “Lebay," cibir Radi. “Kamu juga, pake jemput depan kelas segala,” balas Bianca tak mau kalah. Radi terkekeh, “Biar aman.” “Idih! Udah deh sana pulang! Jangan ngebut bawa motornya, karena kamu bukan vinales apalagi rossi,” ucap Bianca. “Iya, Sayang. Aku pulang ya,” pamit Radi.  Bianca mengangguk kemudian menunggu Radi menyalakan mesin motornya dan melaju menjauhi rumah.  Wajah Bianca berseri, hari ini benar-benar membuat dirinya bahagia.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD