“Tutup pintunya,” desis Adrian marah, Andara menurut.
Cewek itu menutup pintu ruang BP lalu menguncinya. Adrian seketika melotot tidak percaya melihat Andara mengunci pintunya. Bukan karena pintunya terkunci –bukan karena itu– melainkan murid nakalnya itu memasukkan kuncinya ke dalam saku seragamnya. Adrian menghela napasnya menahan emosi, lalu memalingkan wajahnya ke arah lain.
“Kenapa kamu kunci pintunya?!” tanyanya murka.
Andara hanya tersenyum sambil berjalan kearah Adrian.
“Supaya, nggak ada yang ganggu.” Andara kini sudah berada di depan Adrian, muridnya itu perlahan ingin membuka kancing seragamnya di atas. Adrian yang melihat itu semua memijit pelipisnya, kepalanya benar-benar sakit jika harus berurusan dengan murid nakalnya ini.
Setiap siswinya itu bermasalah mengenai tata tertib sekolah, setiap itu pula dirinya harus mati-matian menahan emosinya. Dan ia berusaha untuk menahan godaan dari siswi di depannya itu. Dirinya juga harus selalu sadar bahwa dirinya sudah memiliki tunangan yang begitu baiknya. Dengan begitu dirinya tidak akan melakukan yang bukan-bukan, meskipun tubuh di depannya itu begitu menggoda imannya.
“Apa yang kamu lakukan?!” bentaknya marah. Kali ini dirinya harus tegas agar siswinya itu segera sadar dan tidak mengulangi hal-hal gila lagi.
“Bapak ini pura-pura enggak lihat yah? Saya 'kan mau buka baju,” ketika ia akan melancarkan niatnya, tangannya tiba-tiba di cekal oleh Adrian.
"Apa kau pikir, saya akan tertarik dengan tubuhmu, huh?!” Adrian menatap Andara dari atas hingga ke bawah, lalu berjalan memutari tubuh Andara.
“Badanmu tidak menarik, anak nakal. Aku tidak mungkin tertarik denganmu!" cemooh Adrian sinis. Awalnya ucapan Adrian sukses menampar hatinya. Namun ketika Andara tahu bahwa pria di depannya itu hanya berpura-pura ia tersenyum sinis.
“Benarkah, bapak tidak tertarik kepada saya? Tapi kenapa Bapak menghindari saya?!” goda Andara yang melihat Adrian menjauhinya setelah tadi mencekal lengannya.
Andara lalu berjalan dengan anggun menuju pintu lalu membuka kunci pintu itu, sebelum benar-benar pergi. Andara mengedipkan matanya genit kepada Adrian, lalu kemudian menutup pintu ruangan itu dengan keras. Sedangkan Adrian, pria itu mengacak-acak rambutnya dengan kesal. Ia benar-benar harus bisa menahan godaan bila berdekatan dengan Andara.
***
Andara melirik malas begitu dilihatnya Bu Kiandra, guru Bahasa Indonesia yang mulai memasuki kelasnya. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan guru cantik itu, hanya saja dia dan beberapa temannya yang lain tidak menyukai guru tersebut. Alasannya pun begitu klise, karena guru muda itu telah bertunangan dengan guru idola di sekolahnya. Siapa lagi kalau bukan Pak Adrian, guru Kimia sekaligus guru BP di sekolahnya.
Tapi tenang saja, sebelum janur kuning melengkung, Adrian Reymond milik semua orang, termasuk miliknya sendiri. Kiandra berdiri di depan meja Andara dengan tatapan menilai. Kebetulan sekali Andara selalu duduk di depan. Dia tidak menyukai duduk di belakang, karena baginya kursi belakang terlalu cupu untuk didudukinya, terlebih ia tidak bisa leluasa menggoda guru tampannya itu. Kiandra menatap siswi satunya itu dengan pandangan dingin.
“Andara, apa kamu tidak mempunyai seragam lagi? Lihat seragammu itu terlalu kecil.” Andara memandang baju seragamnya kemudian tersenyum.
“Ada sih, Bu. Tapi seragam saya ukurannya sama semua,” jawabnya dengan nada dibuat menyesal, Kiandra menghela napasnya dengan berat.
Ia angkat tangan berurusan dengan Andara. Siswi satunya itu terkadang sering kali membuat dirinya kesal. Tapi anehnya, dengan guru-guru lain anak itu selalu menurut tidak banyak mengeles. Tapi dengan dirinya dan Adrian, murid nakalnya itu selalu membuat ulah. Setelah Kiandra memberi wejangan kepada Andara agar tidak memakai seragam ketat ke sekolah lagi, barulah dia mulai mengajar.
***
Andara tersenyum licik begitu melihat meja barisan belakang, yang terdapat guru pujaannya bersama Kiandra yang sedang mengobrol. Gadis mengerutkan keningnya begitu melihat Andara yang membawa bakso dan jus jeruknya.
“Mau ke mana lo?” Andara tidak menjawab, cewek itu hanya tersenyum licik. Tanpa berbasa-basi ia pergi menuju meja Adrian sambil membawa makanannya. Dari jauh, Gadis tertawa melihat kenekatan sahabatnya itu.
“Selamat siang, Bu, Pak. Wah saya ikut gabung yah, Gadis lagi nyebelin, dia lagi patah hati. Enggak mau diganggu,” ujarnya tanpa merasa bersalah, karena telah mengganggu Adrian dan Kiandra yang sedang asyik mengobrol.
Adrian hanya berdecak kesal, sedangkan Kiandra, wanita itu lebih memilih membiarkan daripada harus meladeni Andara. Sisa jam istirahat itu mereka habiskan untuk mengobrol, yah lebih tepatnya Andara selalu menyela obrolan mereka.
Ketika Andara ingin meminum jus jeruknya, tiba-tiba saja jus jeruk yang diminumnya itu tumpah mengenai seragam depannya. Sehingga membuat seragam Andara basah.
“Yah, basah deh,” ujarnya pura-pura sedih, padahal Kiandra sadar betul, kalau murid nakalnya itu sengaja menumpahkan minumannya agar menarik perhatian Adrian. Yang sedari tadi Adrian dengan terang-terangan tidak menganggap keberadaan Andara yang duduk di sampingnya. Dan terbukti, kini perhatian Adrian hanya kepada Andara. Laki-laki itu menyodorkan beberapa helai tisu yang langsung diambil dengan senang hati oleh Andara.
“Yah, Bapak. Seragam saya malah makin kotor, gimana nih. Sebentar lagi Bu Fitri yang ngajar.”
“Iya sudah tidak apa-apa, Bu Fitri pasti maklum,” Andara tiba-tiba melirik jaket yang dipakai Kiandra, jaket abu-abu milik Adrian.
“Hm... Kalau tidak keberatan, saya pinjam jaket Bapak, boleh?”
Kiandra seketika memeluk jaket yang dipakainya. Karena wanita itu tahu, sedari tadi, murid nakalnya itu mengincar jaket Adrian. Adrian menatap Kiandra menunggu persetujuan darinya. Dengan berat hati, Kiandra melepaskan jaket yang dipakainya. Andara tersenyum puas begitu mendapati jaket milik Adrian berada di tangannya.
Dengan cepat Andara memakai jaket milik Adrian, ia begitu senang. Akhirnya jaket Adrian menjadi miliknya, ia tidak akan mengembalikan jaket itu kepada sang empunya.
“Besok, kamu kembalikan jaket saya. Itu jaket kesayangan,” ujar Adrian dingin, pria itu lalu mengajak Kiandra untuk segera pergi. Karena sebentar lagi jam istirahat sudah selesai. Andara hanya mengangguk-anggukan kepalanya tanpa mau membalas ucapan Adrian.
***
Andara merutuki nasibnya pagi ini yang sial. Gara-gara semalam dirinya tidak bisa tidur, ia jadi terlambat datang ke sekolah. Ini semua salah Adrian, semalaman dirinya memeluk jaket Adrian tanpa mau melepaskannya. Ia membayangkan jaket itu sebagai tubuh Adrian yang memeluknya. Akibatnya ia tidak bisa tidur, dan ia baru bisa terlelap menjelang subuh.
Andara mengatur napasnya yang tidak beraturan. Ia berlari menuju pintu gerbang yang sudah tertutup. Tidak ada cara lain ia harus naik gerbang itu tanpa menghawatirkan roknya yang bisa saja robek. Roknya yang pendek memudahkannya untuk menaiki gerbang sekolahnya. Begitu sampai di bawah dengan selamat Andara tersenyum puas, namun ketika ia akan berbalik, didapatinya wajah dingin Adrian yang menatapnya tajam. Andara hanya menyeringai, melihat mata tajam Adrian.
“Pagi, Pak...” sapanya ramah, Adrian memandang jam di pergelangan tangannya yang menunjukkan angka 7.30.
“Apa kamu tidak melihat jam? Sudah jam berapa ini!” bentaknya keras. Andara lagi-lagi hanya tersenyum.
“Maaf deh, Pak. Lagian kalau yang mengawasnya Bapak, saya enggak nyesel buat kesiangan lagi,” kata Andara tanpa dosa.
Adrian geleng-geleng kepala, ia lalu melirik rok Andara dan begitu kaget melihat panjang rok tersebut. Rok yang dipakai Andara begitu pendek lebih pendek dengan yang dipakainya kemarin. Belum lagi muridnya itu memakai sepatu kets berwarna putih, lalu Adrian tersadar bahwa seragam yang dipakai murid nakalnya itu dikeluarkan. Membuat Adrian geram dibuatnya, dengan pandangan menusuk Adrian berujar.
“Jam istirahat, saya tunggu kamu di ruangan saya,” desisnya dingin. Andara mengangkat tangannya memberi hormat, baru saja ia akan berjalan tiba-tiba saja Adrian sudah berbalik ke arahnya.
“Lepas sepatu kamu.”
“Heh?” Andara masih belum tersadar dari keterkejutannya, melihat Adrian yang berjongkok di bawahnya sedang melepaskan sepatu yang dipakai olehnya. Ia tersenyum sambil memegang bahu Adrian sebagai penyangga badannya agar tidak terjatuh.
“Jangan nakal yah, Pak,” ujarnya usil yang dapat dengusan keras dari Adrian.
Mana mau dia nakal dengan murid menyebalkan itu, ck jangan harap.
-
-
-
-