Xandra terus melangkah cepat melewati toko-toko yang berjejer di sepanjang jalan. Hatinya masih berdebar, dan pikirannya terus memutar ulang momen ketika tatapan Rizal bertemu dengannya. Ia berharap perasaan itu segera mereda. Tapi langkahnya terhenti ketika ia mendengar suara yang familiar memanggil namanya. “Xandra?” Ia membeku. Suara itu membuat udara dingin terasa menusuk lebih dalam. Dengan ragu, ia menoleh perlahan, dan benar saja—Rizal berdiri tidak jauh darinya, menatapnya dengan ekspresi yang penuh campuran emosi: kaget, senang, dan mungkin sedikit canggung. “Hai,” sapa Rizal sambil melangkah mendekat. Xandra tidak bisa menghindar lagi. Ia mencoba tersenyum meski rasanya kaku. “Hai. Lama tidak bertemu.” “Iya, lama sekali. Baru dua hari yang lalu,” jawab Rizal den