Tentang Said

1059 Words
Raisa tentu girang saat mendapatkan kabar dari Salwa kalau gadis itu tak bisa menjemputnya. Hahaha. Kok girang? Karena sebagai gantinya, Salwa bilang kalau Said yang akan membantunya malam ini. Jadi menunggu dengan deg-degan. Tadi Said sudah menghubunginya. Tentu saja cowok itu menanyakan posisinya. Ia buru-buru memgiriminya. Deg-degan sih. Rasanya jauh lebih deg-degan menunggu Said ketimbang berada di area sepi seperti ini. Ketika ia melirik ke arah kanan, arah di mana Said mungkin datang, ia mendengar banyak suara motor yang cempreng. Tahu kan motor-motor sejenis apa yang suaranya menyakitkan telinga itu? Nah, ia jadi deg-degan. Mana ya sekitaran GOR UGM memang agak-agak sepi malam ini. Ia meliirik jam ditangan. Sudah jam sepuluh malan. Ini jelas ya agak larut lah. Ia buru-buru menarik motornya. Inginnya sih agak tersembunyi biar tak menarik perhatian geng motor yang mungkin lewat. Tapi tetap tak bisa menyembunyikan sepenuhnya. Untuk berjaga-jaga karena takut diganggu, ia akhirnya menyiapkan nomor telepon polisi. Jadi kalau mereka berhenti di dekatnya untuk macam-macam, ia akan langsung menelepon mereka. Namun tampaknya ia terlalu berlebihan sih. Nyatanya, geng motor itu justru melesat kencang. Yeah geng motor yang dimaksud sebenarnya yang mengeroyok Ahmad tadi. Mereka lewat di depannya begitu saja. Justru sedang berusaha kabur. Sekitar lima belas menit kemudian Said baru muncul. "Kamu gak apa-apa?" "Gak kok, kak." Ia justru girang. Hahaha. Said turun dari motornya. "Kamu bawa motorku aja. Coba jalan ke sana. Tadi aku lihat ada bengkel yang masih buka." Ia mengangguk. Ia mengambil alih motor Said. Sementara Said mengendarai motornya dengan pelan. "Duluan aja." Maksudnya, biar Said yang di belakang. Biar bisa menjaganya juga. Bagaimana pun kan ini sudah agak larut. Bahaya juga kalau Raisa sendirian di sini. Sikapnya yang terkesan gentle ini memang membuat Raisa semakin melayang sih. Ia benar-benar kegirangan. Tapi tentu saja menahan diri. Bagaimana pun, ia harus punya harga diri dan rasa malu kan? Said tampak fokus dengan motor itu. Ya ban bocor tentu tak mudah dibawa. Walau ya sekitar setengah jam akhirnya sampai juga di bengkel yang dimaksud. Sebenarnya tak begitu jauh. Tapi kan motor yang ia bawa itu bannya bocor. Bahaya kalau agak mengebut. Said yang berbicara pada sang montir. Kemudian ya menunggu. Raisa ingin sekali mengajaknya bicara tapi sayangnya, Said malah sibuk mengeluarkan ponsel lalu menelepon. Tampaknya sih Salwa. Karena tadi adiknya menelepon dengan alasan darurat, ia hanya ingin tahu apa yang terjadi. Aah ternyata Ahmad yang menjadi korban ya? Ia sudah menduga. Ya kalau dari karakter Ahmad dan orang-orang di sekeliling Ahmad. Orang baik itu selalu dimusuhi orang-orang jahat. Betul tidak? Kalau ia memang bukan tipe yang suka mengusik perbuatan orang lain. Tapi Ahmad? Bukan orang yang bisa diam begitu saja. Ia tak bisa untuk tak perduli. Itu yang membuatnya sering yaa dikejar orang tak dikenal. Tahu-tahu sudah di rumah sakit. Pernah hampir mati kok. Jadi ini memang bukan pertama kalinya. "Pulang sama Ino aja. Soalnya abang masih nungguin ini. Dari pada kelamaan nantinya." Salwa mengiyakan di seberang sana. Said menutup telepon. Tapi tak berhenti di situ sih. Ia menelepon teman-teman lain juga untuk berjaga-jaga. Takutnya ada yang membantai rumah kontrakan mereka. Jadi ia mengumpulkan teman-temannya untuk segera di sana. "Siap-siap telepon polisi juga kalo ada yang gak beres." Yang ditelepon olehnya mengiyakan. Raisa menatapnya dengan menahan senyuman. Begini saja rasanya sudah senang ya? Menurutnya, Said saat seperti itu tampak keren sih. Ia tak punya banyak rekaman kenangan bersama Said. Karena cowok itu jarang memunculkan diri di hadapan banyak orang. "Abang itu memang gak suka keramaian sih. Lebih suka sendiri di ruangannya dan berkreasi dengan imajinasinya yang terkadang suka lebay. Diam-diam sebenarnya, abang itu suka hal-hal yang berbau mellow. Mau film atau pun lagu ya sama." Ia hanya mendapatkan banyak cerita tentang Said ya dari Salwa. Banyak yang diceritakan Salwa karena tentu tahu Said seperti apa. Salwa juga sangat bangga dengan abangnya sih. Tapi biarpun mellow, Said bisa tegas juga. Ya bisa marah kalau Salwa melakukan sesuatu di luar batas seperti terlalu nekat. Raisa baru hendak memanggilnya tapi lagi-lagi Said menelepon orang. Ada berapa banyak orang yang harus ia telepon semalam ini heh? Ia jadi bertanya-tanya. Lantas kalau begini, kapan ia bisa mendekatinya? Bahkan sampai ban motornya selesai diganti pun, cowok itu sibuk dengan ponselnya. "Jalan duluan aja. Aku di belakang." Maksudnya, ia akan mengikuti dan mengantar sampai rumah kontrakan. Tampaknya berbahaya kalau membiarkan Raisa pulang sendirian. Jadi ya ia mengikuti Raisa. Raisa? Tentu girang. Meski tak bisa mengobrol dengan Said. Said memang seperti itu kalau berada di dekat perempuan yang bukan kekuarganya. Ia selalu gugup dan ah entah lah. Bukan hanya di dekat Raisa, ia seperti itu. Ini seperti sesuatu yang tak bisa ia perbaiki sejak dulu. Makanya ia sok sibuk dengan ponselnya. Hahahaha. Walau memang ada yang seharusnya diurus. Tapi ia tak perlu menelpon semua orang untuk menghabiskan waktu menunggu yang terasa begitu lama baginya kan? Terlalu kentara sebetulnya andai Raisa tahu. Ya kalau ada Salwa sih pasti sudah terbaca tingkah tak biasa milik abangnya ini. Said yang payah di dekat perempuan mana pun. "Kalo mau sama abang gue, mending lo yang deketin duluan. Tapi gak tahu juga sih. Takutnya dia illfeel." Ia ditoyor Raisa karena memberikan saran yang plin-plan. Ia terbahak. Ia juga bingung bagaimana berhadapan dengan abangnya apalagi orang lain heh? Tiba di kontrakan, ia meminta tolong pada Raisa agar memanggil Salwa. Tak lama gadis itu keluar. "Kamu gak apa-apa?" "Gak lah, bang. Aman kok." Ia menghela nafas. Tapi agak-agak was-was sih. "Kalau ada apa-apa, telepon ya? Tskutnya mereka ngincer kamu juga." Salwa mengangguk. Berhubung ia yang membantu Ahmad tadi, mungkin masuk akal juga kalau ia menjadi sasaran berikutnya. Meski ya Salwa juga tak mengerti. Anak-anak yang mengeroyok Ahmad itu siapa? Pasti ada yang mengirim atau kalau tidak ya salah satunya bemci dengan Ahamd. Tapi ketika ia tanya pada Ahmad tadi, Ahmad bahkan tak mengenal satu pun dari mereka.. "Abang hati-hati!" Said mengangguk. Abangnya itu bergegas ke rumah sakit lagi. Begitu motor Said menghilang.... "Kalo mau keluar ya keluar heh. Ngapain lo ngintip-ngintip doang?" Raisa nyengir. Ia hanya takut menganggu sih. Walau ya menyesal juga. Hahahaha. "Abang lo pulang atau ke mama?" "Ke rumah sakit." "Loh? Ngapain? Siapa yang sakit?" Ia merangkulnya dan membawanya masuk ke dalam rumah. "Entar gue ceritain. Sekarang mau mandi dulu." Sementara itu, Said baru saja sampai di rumah sakit. Ia bergegas ke kamar rawat Ahmad..ada Ino di sana. Tampaknya akan ikut menginap di rumah sakit malam ini. "Gimana ceritanya?" Ia jelas ingin tahu kan? @@@
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD