Salwa membeku di tempatnya ketika Ahmad mendekatkan wajah mereka. Jantungnya berdebar-debar, rasanya seperti berlari maraton meskipun ia hanya berdiri diam. Tatapan Ahmad yang lembut namun penuh intensitas membuatnya kehilangan kata-kata, dan tubuhnya terasa panas, meskipun pagi itu udara cukup sejuk. Ahmad menunggu sejenak, memperhatikan setiap gerakan kecil Salwa, seolah memastikan bahwa istrinya nyaman. Ia tidak ingin membuat Salwa merasa terpaksa, namun keinginan untuk mendekat begitu kuat. Salwa menunduk, wajahnya memerah, kedua tangannya tanpa sadar menggenggam kain bajunya sendiri. "Dek," bisik Ahmad, suaranya rendah namun penuh kehangatan. "Kenapa diam? Kamu gak nyaman, ya?" Salwa tidak langsung menjawab. Ia menggeleng pelan, tetapi kata-kata seperti tersangkut di tenggorokannya