Aksi Salwa

1134 Words
Ada yang begitu gesit mengantarkan makanan untuk Salwa dan teman-teman satu kontrakan. Hahahaha. Jadi, ceritanya Ino dikirimi banyak makanan dari kampung. Ya berhubung ia beberkan di grup yang ada Salwa dan teman-teman satu kontrakan akhirnya ikut dibagi. Padahal Salwa dan yang lain juga tak serius meminta tapi ya jelas lah jadi kesempatan. Ino kan tahu tuh kalau Ahmad tampaknya kesengsem sama adiknya Said, ya diperintah saja. Hahahaa. Biasanya Ahmad paling tak bisa diperi tah loh. Tumben-tumbennya patuh pula. Ia segera meluncur. Kalau Said kan tak bisa karena harus ke kampus. Ya sedang berada di kampus sih. Kalau Ahmad kan menunggu balasan Salwa di grup. Kapan sekiranya mereka ada eeh baru malam. Itu pun hanya Salwa yang membalas. Kebetulan sekali. Mungkin yang lain sibuk. Jadi ia segera meluncur ke rumah kontrakan Salwa. Tentu saja hanya sampai di depan kontrakan. "Assalammualaikum!" Terdengar sahutan salam dari dalam. Tentu saja suara Salwa. Ia nyengir begiu membuka pintu. Ahmad tersenyum kecil. Senang melihatnya lagi. Padahal akhir-akhir ini ia selalu melihatnya kok. "Wah beneran dimasih nih, mas?" Ahmad terkekeh. Ia memberikan makanan yang dibungkus di dalam plastik hitam itu. "Makasih loh, mas." "Makasihnya sama Ino lah." "Maksud aku, makasih karena makanannya udah dianterin." Ahmad terkekeh. Ya benar juga sih. Ahmad baru mau bicara tapi Salwa keburu masuk ke dalam rumah. Jadi ia tunggu hingga keluar lagi dan gadis itu membawa helm. "Mau keluar?" "Motor Raisa mogok. Aku mau jemput." "Mau dibantu?" "Gak usah lah, mas. Ngerepotin. Lagian bisa kok. Rencananya mau nelpon bang Said." Aaah. "Abang kamu masih rapat jam segini. Tahu lah. Dia sibuk sama teaternya.: "Pantesan. Aku telepon gak diangkat." "Kamu tahu kan betapa seriusnya dia kalo urusan itu?" Ia terkekeh. Ya benar juga. Menurutnya, abangnya memang jauh lebih cocok bekerja di dunia seperti itu. "Jadi? Berangkat?" Ia mengangguk. "Tapi mas mau ke mana?" "Yaaaa.....," ia kebingungan. Hahahaa. Mau bilang beli makan, juga sudah makan. Hahahaha. Tujuannya kan memang hanya ke sini. Modus kalau kata orang. Namanya juga anak muda euy. "Beli gorengan sih. Iya beli gorengan." Hahaha. Entah kenapa ia malah memberikan alasan itu. Tapi Salwa percaya. Karena dari tampangnya memang gak ada tampang berbohong begitu loh. "Tapi sekalian aku bantuin aja gimana?" tanyanya lalu melihat jam di ponselnya. "Udah malam pula, Sal." Ya sudah lewat jam sembilan malam. Salwa mengangguk. "Tapi beneran gak ngerepotin kan, mas?" "Enggak. Santai aja. Gorengan bisa dibeli. Gerobaknya banyak." Salwa tertawa. Ia berjalan menuju motornya lalu menyalakannya. Ia mengendarai motor lebih dulu baru kemudian diikuti oleh Ahmad. Bayangkan deh, hanya seperti ini pun, Ahmad sudah senang sekali. Dengan senang hati ia mengendarai motornya mengikut Salwa. Gadis itu sesekali melihat layar ponsel karena harus mengikuti lokasi yang dikirim oleh Raisa. Katanya agak jauh dari jalan besar dan agak sepi. Agak jauh pula dair lingkungan kampus dan agak jauh dari perumahan. Ia jadi khawatir. Tapi sejauh ini masih aman seprrtinya karena dari peta, gadis itu belum bergerak sama sekali. Namun masalahnya bukan itu. Masalahnya adalah Ahmad jadi tak waspada karena fokusnya pada gadis di depan sana. Sebenarnya mereka tak jauh. Tapi begitu berbelok ke kiri di mana jalanan itu sepi, ia mendadak dihadang oleh motor-motor yang datang dari belakangnya. Ada 7 motor tapi ia tentu tak sempat menghitungnya karena keburu dipukul dari belakang dengan tongkat. Tubuhnya terdorong ke depan. Dalam sekejab, ia terjatuh. Seharusnya Ahmad bisa melawan mereka semua kalau permainannya adil. Tapi mereka melakukan pengeroyokan. Salwa? Ketika berbelok ke kanan dan melihat ke kaca spion, ia tak melihat Ahmad. Bahkan memelankan laju motornya namun masih tak terlihat. Karena khawatir kalau Ahmad tertinggal terlalu jauh, ia berhenti. Menunggu dulu. Tapi tak ada juga. Tak lama, ia akhirnya turun dari motor lalu berlari ke arah jalanan sebelum ia berbelok ke kanan tadi. Dari kejauhan, ia melihat....eh sebentar. Itu Ahmad kah? Walau ia tak yakin. Ia akhirnya mencoba berlari dengan mengendap, dilihat dari motor yang terkapar di atas aspal itu sudah jelas Ahmad. Ia melihat cowok-cowok itu tampaknya sednag memukul seseorang. Ia panik lah. Firasatnya mengatakan kalau itu Ahmad. Apa yang harus ia lakukan? Ayo pikir, Salwa! Biasanya kamu cerdas kan? "Dek, kenapa?" Telepon otomatis dari abangnya langsung terjawab. Kebetulan sekali. "A-anu, abang tolongin Raisa. Terus bantu Salwa, an-anu mas Ahmad dipukul!" Ia bahkan tak bisa berbicara dengan teratur saking paniknya. "Ngomong apa sih, dek?" "Pokoknya abang tolongin Raisa dulu abis itu telepon Salwa lagi." Menurutnya Raisa butuh pertolongan karena gadis itu sendirian jadi jauh lebih nerbahaya. Lalu Ahmad? Ahmad bisa mati kalau ia biarkan begitu. Apa yang ia lakukan? Mencoba menghentikan pengendara motor atau mobil? Mustahil. Mereka mengebut sekali. Ia jelas makin panik. Satu-satunya yang terpikir olehnya adalah ia berlari lagi memuju motornya lalu mengendarainya kembali ke jalanan tadi. Dengan gemetar ia memutar sirine mobil polisi ketika berbelok ke sana. Ya semoga tertipu. Kalau tidak? Ia seperti bunuh diri. Sehebat apapun taekwondo-nya, tak akan ada gunanya melawan sepuluh orang lelaki sekaligus. Apalagi ia perempuan. Ia bukan wonder woman. Namun setidaknya ia bisa mengandalkan keberaniannya. Lantas apakah mempan? Mereka berhenti. Pergerakan mereka berhenti. Tapi tidak seperti cowok yang waktu itu ia hadapi, mereka tak pergi begitu saja. Karena mungkin tahu suaranya tak keras. Apalagi hanya mengandalkan speaker ponsel. Tapi ia harus cerdik kan? Apa yang ia lakukan. Melakukan siaran live langsung dengan menandai akun kepolisian Sleman dan tangannya dengan gemetar mengambil video. Yang tentu saja memancing kemarahan cowok-cowok itu. Ahmad yang terkapar sudah mengirim sinyal untuknya pergi saja. Terlalu berbahaya. Tapi bukan Salwa kalau harus menjadi pengecut. "Beraninya keroyokan! Lapor, pak! Teman saya dikeroyok!" Ia memberanikan diri. Satu cowok langsung bergerak maju ke arahnya. Ia masih duduk di atas motor sih. Alih-alih kabur, ia menaikkan gas motornya. Ya anggap saja ia sudah gila. Lalu apa? Menerobos ke sepuluh orang itu dengan melebarkan kedua kakinya, ia berhasil menyepak mereka sembari mengendarai motor. Ahmad tentu ternganga melihat itu. Hahahaha. Bukan kah Said pernah bercerita padanya kalau Salwa itu tak terduga. Dia berani. Keberanian itu yang membautnya bisa menerobos apa saja. Motor itu berhenti tepat di depan Ahmad. Padahal sangat berbahaya. Ia harusnya pergi saja. Tapi ia tak bisa. Satu-satunya s*****a selain ponsel yang bisa saja direbut mereka maka ia harus berteriak. "TOLOOOOOOOOOOOONG!" Dan ia benar-benar berteriak dengan keras. Tak main-main. Cowok-cowok tadi ingin menghajarnya. Ahmad mencoba bangkit tapi ditendang lagi. Beruntung, terdengar suara motor yang cukup banyak ke arah mereka. Itu yang akhirnya membuat geng pengecut ini kabur dengan motor-motor mereka. Tapi eeits, Salwa tak akan membiarkan semua motor itu pergi. Akan ada yang tinggal. Sehingga apa yang ia lakukan? "TOLOOOOONG! TOLOOOOONG!" Ia sengaja berteriak seperti itu sambil menahan stang salah satu motor lalu menahannya mati-matian dan berhasil mencabut kunci motornya lalu ia berlari menuju sumber suara motor itu. Cowon itu jelas panik lah. Akhirnya berlari kencang, meneriaki teman-temannya lalu naik ke salah satu motor. Mereka sudah pergi dan setidaknya, Salwa berhasil mengamankan salah satu bukti. "Maaaaas!" Ia hampir lupa kalau ada yang harus ia tolong. @@@
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD