“Kau ini dia tanteku, lagi pula tidak bisa kau masuk kamar perempuan”
“Wa, ada yang mau aku bilang padamu ini. Mau ngobrol di luar tidak akan nyaman tantemu itu akan berisik melihat kita, aku ngomong-ngomong aku mauk padanya,” ucap Ren jujur bahkan tentang ketidak sukaannya pada Ranita.
“Kita turun ke belakang saja, di saung tunggu aku di sana,” pinta Aliana, karena ia masih tidak mengizinkan laki-laki selain papa-nya yang memasuki kamarnya.
“Yahhh Al… huh baiklah,” ucap pasrah Ren, dengan terpaksa Ren memutar arah dan kembali menuruni anak tangga dengan pelan-pelan menuju taman belakang tempat saung itu berada.
“Hahaha, kalian ini, jadi bagaimana dengan penelitian kalian nanti?” ucap Ranita yang sedang asik berbicara pada Erisa di meja panjang tempat berkumpul keluarga itu.
“Lancar tante, jangan khawatir Erisa akan lulus segera dengan predikat perawat terbaik,” jelas Erisa dengan bangsa sambil tersenyum.
“Dan dokter tampan yang baik pula,” sambung Ranita melihat kearah Brian yang duduk di samping Erisa. -“Kalian pasangan serasi, kapan kalian akan menikah? Tante tidak sabar untuk melihat keponakan tante satu-satunya ini didandani dengan pakaian pengantin,” tutur Ranita dengan sangat semangat. Keponakan yang ia akui hanya ada satu yaitu Erisa sendiri.
“Belum ada rencana untuk ke sana tan,” jawab Brian pada akhirnya.
Obrolan itu didengar oleh Ren yang melintasi ruang keluarga secara diam-diam dan Ren mencibir, “dasar orang gila, kenapa bisa sial si Aliana punya tante seperti dia coba. Itu lagi Erisa bisa deket-deket Brian tanpa ada teguran. Ckck manusia gila.”
Sesampainya di Saung, tidak beberapa lama Ren menunggu akhirnya Aliana menyusulnya. Aliana melintas di ruang keluarga dengan santai, dengan perasaan sedih tetapi jangan harap itu terlihat pada wajah datar Aliana, Aliana berjalan dengan dagu terangkat kokoh, berjalan dengan tidak memperdulikan sekitarnya dan hanya fokus tujuan. “Apa salah ku ck,” pikir Aliana karena ia mendengar ucapan dari Ranita tadi yang mengakui bahwa hanya Erisa-lah keponakannya.
Brian melihat dari ekor matanya Aliana melintas tanpa mengalihkan pandangannya kepada mereka. “Tidak ingin bergabung dengan kami?” ucap Brian tiba-tiba ia bersuara terlebih dahulu menyadarkan dua wanita di dekatnya bahwa ada Aliana yang turun dari lantai dua dan melewati mereka begitu saja.
“Tidak terimakasih,” jawab Aliana singkat tanpa menoleh apalagi menghentikan langkah kakinya sekedar menjawab pertanyaan Brian tadi atau menyapa mereka yang bahkan tidak Aliana lakukan lalu ia benar-benar keluar menyusul Ren.
Aliana keluar dari pintu belakang melewati dapur menuju saung yang ada di halaman belakang.
“Ada apa Ren?” tanya Aliana to the point saat dirinya sudah sampai di saung tempat Ren menunggu.
“Aku melihat kau kemarin keluar dari rumah sangat pagi dan aku tidak sengaja melihat seseorang mengikutimu, apa kau dalam masalah atau sesuatu ada yang menganggumu? Apa yang terjadi semalam?” tanya Ren langsung saat Aliana sudah ada di dekatnya.
“Tidak aku tidak merasa di ikuti lagi pula aku menggunakan sepeda, kau tau sendiri aku pergi bekerja,” jelas Aliana dengan wajah datarnya ia tidak merasa diikuti atau pun ada sesuatu menganggunya.
“Aku mengkhawatirkanmu jadi aku mengikutimu semalam di belakang orang yang mengikutimu itu, dia juga menggunakan sepeda menggunakan pakaian hitam seperti seseorang yang sedang berolahraga tetapi aku tau dia menunggumu keluar dari gerbang rumahnya kemudian mengikutimu, dan coba kau perhatikan wajahku,” ungakap Ren menjelaskan apa yang ia lihat dan memajukan wajahnya yang ternyata ada sedikit koyakan di sudut bibirnya dan lebam yang terdapat di pipi.
“Kau kenapa?” tanya Aliana kemudian ia baru menyadari bahwa Ren ternyata terluka dan sedikit lecet di wajahnya.
“Aku berkelahi dengan orang yang menguntitmu itu, orang itu membawa senjata semalam seperti panah bius jadi aku melemparnya dengan batu saat ia akan meniupkan bius tersebut, aku bersusah payah untuk mengayuh sepeda untuk dapat mengejar kalian, beruntung aku dapat mencegahnya, hebatkan aku,” ucap Ren menjelaskan dengan bangga.
“Kau serius dengan ucapanmu? Tidak mengarangkan?” tanya Aliana memastikan.
“Tentu saja tidak, kau mau melihat lukaku yang lain?” ujar Ren dan ia menggulung lengan baju yang ia kenakan dan terlihat ada luka yang di beri plaster berwarna kulit untuk menutupi luka tersebut. “Luka ini aku dapatkan karena terkena sayatan dari pisau orang itu,” jelas Ren sambil tersenyum.
“Apa luka ini tidak kau jahit saja, lukamu ini terlihat cukup besar Ren,” ungkap Aliana dengan wajah khawatirnya.
“Tidak perlu, yang perlu kau tau adalah aku tidak sengaja membunuh orang itu, Al,” tutur Ren dengan sangat pelan. “Mungkin saat itu ia belum mati, jika ia bisa menemukan bantuan dengan cepat aku rasa dia tidak akan mati tetapi kemungkinannya hanya 10% dia masih hidup,” jelas Ren lagi dengan sangat lirih.
Aliana yang melihat wajah Ren ketakutan kemudian ia menggenggam tangan Ren untuk menguatkannya. “Terimakasih kau telah melindungiku, kau jangan khawatir aku akan mengurus semuanya, jangan sampai kau membahayakan dirimu lagi setelah ini, ini adalah masalahku, aku tidak ingin kau dalam masalah karenaku,” tutur Aliana, ia merasa bersalah pada Ren.
“Sebaiknya kita mengobati luka-luka yang kau dapatkan ini, aku tidak ingin kau sakit karena luka ini,” ucap Aliana, kemudian ia menarik Ren untuk berdiri.
“Tidak Al, aku sudah mengobatinya tenang saja, aku sangat senang telah bisa melindungimu dari bahaya,” ucap Ren.
“Baiklah kalau begitu apa kau mau bercerita padaku bagaimana kejadiannya hingga kau dan dia terlibat pertarungan?” pinta Aliana pada Ren, ia meminta Ren berkata jujur untuk menceritakan tentang yang terjadi dan membuat Ren sedikit ketakutan seperti itu.
Terlihat Aliana keluar dari rumahnya dengan sepeda dari arah garasi rumahnya, Aliana mendorong sepedanya keluar dari garasi. Aliana menaiki sepedanya dan meluncur turun dari jalan dari gasi menuju gerbang depan lalu ke jalanan kompleks yang masih sepi. Tetapi tanpa disadari oleh Aliana ada seseorang yang bersembunyi di tepi tempok tidak jauh dari rumah tempat Aliana tinggal, orang itu mengintai dan juga diintai oleh Ren dari rooftop rumahnya berniat untuk merenggangkan otot-ototnya tetapi ia malah melihat seseorang berpakaian olahraga berwarna hitam mengintai Aliana. Awalnya Ren tidak perduli dan berpikir orang tersebut hanyalah orang yang sedang berolahraga pagi tetapi setelah melihat ia pun beranjang dari berparkir rianya saat Aliana keluar dari gerbang rumahnya dengan mengayuh sepeda miliknya. Orang itu mengikuti Aliana dari jarak yang cukup dekat dan sepertinya Aliana tidak menyadari keberadaan orang tersebut, karena terlihat Aliana tetap mengayuh sepedanya santai.
Melihat itu Ren malah khawatir dan bergegas turun dan menuju ke garasi mengambil sepeda milik Brian. Ia keluar dari pagar rumahnya dan melihat Aliana dan penguntit itu sudah jauh, Ren pun bergegas mengayuh sepedanya dengan kecepatan tinggi. Ren melihat orang itu mengeluarkan seperti sebuah sedotan dari sakunya dan mengarahkan pada Aliana yang berada tidak jauh di depannya. Melihat hal itu Ren pun menambahkan kecepatan kayuhannya untuk mengejar orang tersebut. Sadar tidak akan berhasil jika ia mengayuh saja Ren pun mengambil satu batu yang ada di pinggir jalan tersebut.
(h)
….