Boleh Tersenyum

1162 Words
“Tidak mungkin selamanya aku harus ada di bawah ketiak Papa dan Mama, menikmati fasilitas dari mereka. Kapan aku akan membahagiakan mereka dengan caraku, ini waktunya aku keluar dari zona nyaman ku dan melupakan perasaan gila ini,” batin Aliana sambil mengayuh sepedanya, motivasi terbesar dari seorang Aliana ingin keluar dari zonanya adalah untuk mencoba sekali lagi mengikhlaskan cinta yang bertepuk sebelah tangannya. Beberapa lama Aliana mengayuh sepedanya hingga berbelok setelah keluar dari kompleks perumahan tersebut, ia harus sedikit menelusuri jalan raya yang masih tidak terlalu banyak kendaraan untuk sampai di tempat kerjanya. Sebuah mini market yang juga tidaklah memiliki jarak yang jauh dari kompleks perumahan tempat Aliana tinggal. “Pagi bu…” sapa Aliana pada manager minimarket tempat yang akan menjadi tempat kerjanya tersebut. Wanita yang Aliana sapa sedikit terkejut dengan sapaan dari Aliana yang datang sangat pagi, bahkan dari karyawan lamanya. “Ouh kau, pagi sekali saya sampai terkejut,” balas sang manager minimarket tersebut yang juga datang lebih pagi. Aliana tersenyum melihat managernya yang terkejut melihat kedatangannya. “Oh iya, baiklah hari ini tugas kamu sudah taukan? Yang sudah saya beritahu padamu semalam,” ujar sang manager tadi sambil tersenyum pada Aliana. Manager itu berdiri di balik meja kasir karena memang sudah kebiasaannya sebelum pegawai yang lain datang ia sudah lebih dulu datang untuk mengecek semuanya. “Tau Bu, saya bagian penjaga kasir,” jawab Aliana setelah sebelumnya ia mengangguk kepala manager tersebut. Kemudian sang manager menoleh kepada seseorang yang ada di sampingnya. “Iya, nah Lim mulai hari ini kamu akan dibantu… siapa nama mu?” ujar manager pada orang yang ia panggil Lim itu dan kemudian bertanya pada Aliana. “Alin Bu,” jawab Aliana, ia menyingkat namanya karena memang dari nama aslinya ada banyak nama yang bisa memanggil dirinya. “Nah… Alin akan berpartner dengan Lim, bekerja samalah dan saling membantu,” seru sang manager sambil tersenyum. Aliana memberikan gesture mengangguk dan tersenyum pada Lim, rekan kerjanya. “Baik Bu…” jawab mereka berdua. Aliana kemudian mengambil posisinya di sebelah Lim setelah dipersilahkan oleh sang manager untuk mengambil posisinya, Lim terlihat tersenyum ramah menyambut Aliana. Lim adalah laki-laki seumuran dengan Aliana, ia memiliki keturunan Tionghoa memiliki nama panjang Ryan Lim Yan. Memiliki senyuman yang manis, kulit yang putih bersih, bulu mata yang lentik panjang hitam, dan bulu mata yang hitam rapi, hidung Lim juga mancung ramping. Aliana dan Lim bersebelahan tidak menyangka tinggi mereka hanya beda Lim beberapa senti saja. “Perkenalkan aku Ryan Lim Yan, panggil aja kaya ibu Rona manggil aku tadi,” ujar Lim memperkenalkan dirinya pada Aliana sambil tersenyum ramah membuat mata sipitnya semakin menyipit. “Oh… iya aku Alianna Awari. Panggil saja aku Alin, dan ya tolong bantuan dan bimbingannya. Aku belum pernah bekerja seperti ini sebelumnya,” jelas Aliana sambil memperkenalkan dirinya pada Lim. “Hahaha tentu saja, kita akan saling membantu. Lalu sebelumnya kau kerja apa?” tanya Lim mengajak Aliana mulai mengobrol. “Aku belum pernah memiliki pengalaman berkerja karena ini adalah pertama kalinya aku bekerja,” jelas Aliana. Ia benar tidak memiliki pengalaman bekerja dimana pun sebelum ini jadi ia berkata jujur pada Lim. “Oh… begitu, kalau aku sudah dari awal SMA bekerja seperti ini,” ucap Lim menjelaskan bahwa ia sudah lama bekerja di tempat itu. “Wow jadi kamu sekolah sambil kerja?” Aliana kaget karena Lim sekolah sambil bekerja dan sudah melakukannya sangat lama. “Iya begitulah, jadi orang yang hidup sendiri itu mau tidak mau juga harus mencari penghidupan sendiri untuk bertahan hahaha…” seru Lim dengan tertawa ia menjelaskan pada Wawa. Wawa yang mendengarnya bertanya-tanya tetapi ia takut untuk bertanya lebih lanjut. “Kau tinggal sendirian?” tanya Aliana pada akhirnya pada Lim. “Iya, orang tuaku bercerai dan masing-masing mereka sudah menikah lagi, keluarga baru mereka tidak menerimaku, jadi terpaksa aku harus berusaha sendiri, ya… begitulah kira-kira hidupku,” papar Lim dengan santainya seakan ia tidak perduli dengan kehidupannya yang berat bagi Aliana. Tidak ada nada sedih saat ia menjelaskan sendiri tentang hidupnya pada Aliana. “Keluarga yang lain?” tanya Aliana lagi, ia sangat tertarik untuk mengorek lebih lanjut tentang kehidupan rekan kerjanya itu, walau ia awalnya adalah orang yang tidak perduli dan bahkan tidak ambil pusing dengan kehidupan orang lain. “Aku anak tunggal, kakek dan nenek sudah lama meninggal, paman dan bibi aku tidak punya karena orang tuaku juga anak tunggal, hahaha jadi anak tunggal itu tidak selalu mengenakkan,” jelasnya lagi-lagi dengan tawanya, saat tertawa mata dengan warna hitam kelam itu terlihat menyipit. “Kenapa kamu tertawa dengan hidupmu sendiri?” ucap Aliana tiba-tiba, ketika ia menyadari pertanyaannya, merutuki dirinya sendiri. “Maafkan aku… aku tidak bermaksud selancang itu bertanya macam-macam padamu,” jelas Aliana cepat agar rekan kerjanya itu tidak salah paham padanya. “Beginilah hidup, jadi tidak ada gunanya juga aku harus sedih terus lagipula ini sudah berlalu selama tiga tahun lebih jadi aku sudah terbiasa. Memang jujur di awal-awal dulu aku juga terpuruk dan sedih kenapa hidup ku tidak seperti orang kebanyakan,” tutur Lim menjelaskan, ia tersenyum pada Aliana. “Lalu kau? Tampaknya kita seumuran, kenapa bisa bekerja seperti ini juga?” tanya Lim pada Aliana yang menurutnya juga sedikit aneh. “Ouh aku bekerja untuk mencari pengalaman dan mengisi waktu untuk menunggu keputusan kelulusan,” papar Aliana menjelaskan kenapa dirinya bisa sampai bekerja di tempat itu. “Wahhh, jadi benar kita seumuran aku juga baru akan lulus dan sedang menunggu keputusan kelulusan. Kau sekolah di mana?” tanya Lim menggebu-gebu. “Kau tau Ashopa? Nah itulah sekolahku,” jawab Aliana mengatakan tempat sekolahnya. “Hah?! Itukan sekolah orang-orang elit, lalu kenapa kau malah bekerja di sini?” ucap Lim kaget karena yang ia tahu tentang sekolah tersebut adalah sekolah anak-anak orang kaya dan pintar atau jika mereka bukan dari kalangan orang kaya maka orang itu adalah orang yang terpilih mendapatkan beasiswa dengan nilai yang sangat baik dan harus dipertahankan untuk setiap semesternya. “Itu kataku tadi, aku mencari pengalaman dan mengisi waktu,” ucap Aliana lagi. “Orang sepertimu malah mengambil tempat untuk orang-orang yang memerlukan perkerjaan Al,” tutur Lim, ia karena menurutnya Aliana tidak seharunya bekerja di tempat seperti ini yang membuat kesempatan orang lain yang juga membutuhkan pekerjaan malah diambil oleh Aliana. “Serius? Jadi kau merasa aku sudah mengambil tempatmu juga? Aku hanya ingin belajar dan mengumpulkan uang sendiri, aku tidak ingin tidak memiliki pengalaman apapun,” ucap Aliana ia hanya ingin bekerja karena kondisinya berbeda dengan anak-anak orang kaya lainnya. “Hahaha tidak-tidak kok, aku senang punya partner kerja jadi aku ada teman mengobrol dan menghadapi tingkah pelanggan pada saat di kasir nanti, hahaha… hebat kau punya pikiran dewasa begitu Al,” ucap Lim sambil kecikikan karena ia menjahili Aliana dengan perkataannya. Pada hari itu Aliana benar-benar mulai bekerja bersama dengan teman barunya, Lim. Aliana tidak menyangka bahwa bekerja sebagai penjaga kasir lumayan menyenagkan dan mudah, apalagi dibantu oleh Lim yang sudah berpengalaman. (f) ….
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD