Shanum menuruni rangga melihat kedua orang tuanya yang duduk di teras rumah. Dan menyapa beberapa para tetangga yang lalu lalang. Shanum memakai pakaian kerjanya. Dia harus bekerja hari ini, dan tidak mau orang tuanya curiga, kalau dia terus mengurung diri dalam kamar. Lagian kalau dirinya tidak bekerja. Dari mana uang yang didapat olehnya untuk membeli s**u ibu hamil nantinya.
“Ma! Pa!” panggil Shanum, dengan wajah agak ceria. Dan harus pandai menyembunyikan ini untuk sementara dari orang tuanya.
Mia dan Darma melihat pada Shanum, dan tersenyum pada putri mereka. “Kamu udah nggak sakit sayang? Ini wajah kamu masih pucet. Kalau masih sakit, izin aja lagi. Dan Papa nggak akan keberatan untuk kamu berhenti bekerja. Kamu masih bisa Papa kasih duit buat jajan!” ucap Darma, khawatir melihat wajah putrinya yang tampak pucat.
Shanum menggeleng, dia tidak mau berhenti bekerja. Dia akan berhenti kalau sudah waktunya nanti. Saat kandungannya semakin besar. “Nggak usah Pa. Lagian Shanum udah izin tiga hari. Dan hari ini, Shanum udah merasa mendingan, kok,” ucap Shanum.
Mia mengangkat tangannya, dan meletakkan punggung tangannya di kening Shanum. Memang benar badan Shanum tidak panas. “Kamu kalau nggak sanggup pulang aja nanti. Dan kita bakalan ke Dokter nanti,” ucap Mia.
Shanum yang mendengarnya merasakan tubuhnya menegang. Ke Dokter? Shanum tidak mau diajak ke Dokter. Nanti semuanya terbongkar, dan orang tuanya pasti kecewa dengan apa yang dilakukan oleh Shanum. Sudah membuat keluarga mereka malu.
“Nggak usah Ma. Lagian Shanum udah minum obat. Sekarang Shanum pergi,” ucap Shanum mencium punggung tangan ayah dan ibunya secara bergantian. Setelahnya Shanum berjalan menjauh dan melambaikan tangannya.
Tujuan Shanum kali ini bukan ke kantor tempat dirinya bekerja. Dia ke perusahaan tempat Raka bekerja. Dia ingin bertemu dengan Raka kembali. Dan membicarakan tentang ini, dan meminta Raka untuk bertanggung jawab.
“Mbak, Mas Raka-nya ada?” tanya Shanum pada resepsionis.
Resepsionis itu mengangguk. “Ada Mbak. Sebentar saya telepon dulu, ya.”
Shanum menunggu dengan sabar ketika resepsionis itu mulai menghubungi Raka. Dia berharap Raka mau bertemu dengan dirinya. Dia hanya mau, Raka mengakui anak yang dia kandung ini. Dan mau menikah dengannya. Walau nanti Shanum menjadi istri kedua. Dia tidak masalah.
Raka keluar dan menatap tajam pada Shanum yang tersenyum padanya. Tangan Raka tergepal, ingin menampar dan mengatakan pada Shanum untuk tidak menemui dirinya lagi. Wanita itu bisa pergi dari kehidupannya.
“Kenapa lo di sini?” tanya Raka sinis.
Shanum yang melihat itu langsung merasakan hatinya sakit mendengarnya. Shanum memegang tangan Raka, yang langsung ditepis oleh pria itu. Raka tidak suka dengan Shanum yang memegang tangannya.
“Ayo! Kita ke tempat yang lebih sepi!” ucap Raka menarik tangan Shanum kasar. Dan membawanya ke tempat yang lebih sepi. Agar tidak ada orang yang mendengar pembicaraannya dengan Shanum—wanita yang hamil dan belum tentu itu anaknya.
“Untuk apa lagi kau menemuiku?! Aku sudah bilang padamu! Kalau aku tidak akan bertanggungjawab dengan anak yang dalam kandunganmu itu! Yang mana itu belum tentu anakku! Kau itu murahan Shanum! Kau dengan mudahnya memberikan tubuhmu itu pada laki-laki.” Ucap Raka, menatap Shanum dengan tatapan penuh hinaannya.
Shanum yang mendengar itu merasakan tubuhnya bergetar dan menggeleng. Dia tidak menyangka, kalau Raka akan berani mengatakan itu padanya. Selama ini Raka selalu baik dan berkata manis dengannya.
“Aku hanya melakukan ini dengan kamu Raka! Ini anak kamu! Aku nggak mau kamu nikah! Atau kamu bisa jadiin aku istri kedua!” ucap Shanum, sudah gila dengan pemikirannya. Rela menjadi istri kedua, asalkan anaknya mendapatkan status yang jelas nantinya.
Raka yang mendengar itu tertawa mengejek. “Istri kedua? Kamu tidak akan pernah menjadi istri aku Shanum! Aku tidak akan pernah sudi menjadikan kamu itu istri aku!” kata Raka kejam.
Shanum yang mendengarnya dengan cepat menampar pipi Raka. Pria ini sungguh keterlaluan sekali. Shanum sudah merendahkan dirinya. Dan mau menjadi istri kedua, asalkan dia tetap menikah dengan Raka.
Tetapi, apa?
Raka tidak mau menerima dirinya. Dan Raka menatapnya seolah menjijikkan. Tubuhnya menjijikkan karena ulah Raka juga. Karena Raka yang membuat dirinya seperti ini. Raka yang telah menodai dirinya dan membuat dirinya sampai hamil!
Raka yang ditampar oleh Shanum. Raka dengan cepat membalasnya. Dia menampar Shanum dua kali lipat dan meludah di wajah Shanum. Bukan hanya itu, Raka menarik rambut Shanum dan membenturkan kepala Shanum ke dinding.
“Jangan sekali-kali kau menyentuhku dengan tangan kotormu itu jalang! Aku tidak akan pernah mengakui anak itu adalah anakku! Kau bukan hanya tidur denganku. Kau w************n yang bisa saja tidur dengan siapa saja. Dan ingat, aku akan segera menikah. Aku tidak mau pernikahanku rusak oleh wanita tidak tahu diri sepertimu!” kata Raka setelahnya pergi meninggalkan Shanum sendirian.
Shanum yang mendengar semua ucapan Raka. Menangis dan memegang kepala dan pipinya yang terasa sakit akibat ulah pria itu. Kenapa dulu dirinya sangat bodoh sekali? Seharusnya dia tidak dengan mudah memberikan mahkotanya pada Raka—pria b******k yang hanya tahu kepuasan semalam itu dan setelahnya tak mau bertanggung jawab.
Dengan langkah tertatih, Shanum pergi dari situ. Jam juga sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Membuat dirinya terlambat untuk datang ke kantor. Shanum juga tidak mau datang ke kantor, dengan keadaannya yang kacau seperti ini.
Pipi yang merah. Dan keningnya sekarang pasti biru. Shanum tidak tahu, alasan apa yang akan diberikan olehnya pada orang tuanya nanti. Ketika dia pulang dalam keadaan kacau seperti ini. Tetapi, sekarang dirinya ingin ke Dokter memeriksakan kandungannya. Dia tidak mau menambah dosanya semakin banyak. Dengan menggugurkan kandungannya. Dan tidak bertanggung jawab dengan perbuatan bodoh yang dilakukan olehnya.
Anak ini tidak bersalah. Yang bersalah di sini adalah Shanum. Dengan mudahnya memberikan tubuhnya pada Raka—pria yang tidak sungguh-sungguh mencintainya. Dan hanya ingin mendapatkan dirinya satu malam.
Setelah mendapatkan dirinya satu malam. Raka pergi dan menikah dengan orang lain. Yang sampai sekarang, Shanum tidak tahu, Raka akan menikah dengan siapa. Shanum menghapus air matanya kasar dan masuk ke dalam taksi. Mengatakan pada supir taksi menuju rumah sakit terdekat.
Tuhan … ampuni dosanya. Dia akan melahirkan anak ini ke dunia, dan tidak akan menjadi ibu yang jahat untuk anak yang dalam kandungannya ini. Shanum mengusap perutnya, dan melihat ke jendela dengan keadaan air mata terus menetes di pelupuk matanya. Takdir seolah menertawakannya. Dengan kebodohan yang dilakukan oleh dirinya.