Sienna menoleh ketika Sebastian mengikuti sampai ke kamarnya, padahal biasanya mereka masuk ke kamar masing-masing setiap kali pulang bekerja.
"Kau mau apa?" Perempuan itu meletakkan tas kerjanya di meja.
"Istirahat lah, apa lagi?" Sebastian pun melakukan hal yang sama.
Kemudian dia duduk di sofa dekat jendela dan melepaskan sepatu serta kaos kakinya. Setelah itu merapikan dan meletakkannya di samping sofa, persis seperti yang selalu dia lakukan di kamarnya sendiri.
"Kenapa di sini?" Sienna menatapnya dari dekat tempat tidur.
"Apa ada larangan jika aku tidak boleh masuk ke kamar ini?" Sebastian menjawabnya dengan pertanyaan.
"Sebastian, ini kamarku ingat?" ujar Sienna, yang berjalan memutar ke sisi lain ranjang kemudian duduk.
"Ya, lalu?" Pria itu menjawab lagi.
"Dan kau ada di sini, di kamarku."
"Ya, memangnya kenapa?" Sebastian melepaskan dua kancing paling atas pada kemejanya, kemudian dia merebahkan punggungnya pada sandaran sofa.
"Bukankah kamarmu ada di seberang? Lalu sejak kapan kau mau beristirahat di kamarku?"
"Sejak sekarang, Sienna." Pria itu memejamkan mata.
"Sebastian, kau …."
"Ssstt!" Sebastian menempelkan jari telunjuknya di bibir, memberi isyarat kepada perempuan itu untuk diam.
"Sebastian!" Dan Sienna berbicara dengan suara pelan.
"Diamlah, Sienna. Aku mencoba untuk istirahat, aku lelah sekali hari ini." Lalu tanpa menunggu lama pria itu benar-benar terlelap.
"Sebastian?" panggil Sienna lagi.
"Sebastian, kau benar-benar tidur ya?" Dia bangkit lalu mendekati Sebastian.
"Hey, Sebastian?" Kemudian Sienna melambaikan tangan di depan wajahnya, namun pria itu bergeming.
"Benar tidur ya?" Lalu wajahnya dia dekatkan untuk meyakinkan bahwa suaminya benar-benar sudah tertidur.
Sienna tersenyum sambil menatap wajah Sebastian yang telihat damai. Dia memindai setiap jengkal yang ada padanya dengan penuh kekaguman, dan memang inilah yang disenanginya.
Perempuan itu kembali menegakkan kepalanya, lalu dia melenggang ke arah pintu kamar mandi yang terletak tepat di samping tempat tidur seraya melepaskan pakaiannya.
***
"Sebastian?" Sienna membangunkanya yang masih betah terlelap di sofa tanpa merubah posisi.
"Sebastian, bangunlah. Mandi dulu setelah itu kita makan." katanya lagi.
"Sebastian!" Akhirnya dia menyentuh wajah pria itu. Dan benar saja, Sebastian pun terbangun setelah merasakan sentuhan dari telapak tangannya yang lembut.
"Mandi, setelah itu makan. Ini bahkan sudah malam." katanya, lalu dia keluar dari kamar setelah memastikan pakaian bersih untuk suaminya tersedia di atas tempat tidur.
***
"Makan malamnya seperti biasa enak, Sienna. Terima kasih." Sebastian meletakkan sendok garpu dengan rapi di atas piringnya.
Lalu dia meneguk air minum nya hingga habis dan mengembalikan gelasnya ke tempat semula, persis seperti yang selalu dilakukannya.
Sienna tersenyum senang, dan ini pertama kalinya pria itu lebih banyak bicara sejak mereka tinggal seatap.
"Kau suka makanannya?" Dia pun melanjutkan percakapan karena memang merasa senang akan hal itu.
"Aku selalu suka masakanmu sejak pertama kali kau membuatkannya untukku."
"Benarkah?"
"Ya, apa kau percaya itu? Selain ibu, sekarang masakanmu yang paling aku sukai."
Sienna tampak tersipu-sipu karena mendengar suaminya berkata demikian.
"Lalu mengapa kau tidak pernah mengatakan itu sebelumnya?" Lalu dia terkekeh sambil menghabiskan makanannya.
"Aku … hanya tidak terlalu suka basa-basi, ingat?"
Sienna tertawa pelan.
Kemudian mereka pindah ke ruang tengah untuk bercengkrama sebentar. Menonton acara di televisi sambil membicarakan banyak hal diselingi tawa yang ceria.
Sepertinya gunung es yang semula menjadi sekat pemisah di antara pasangan suami istri itu telah mencair, menjadikan keduanya memiliki hubungan yang mulai menghangat.
"Kau sudah mengantuk?" Sebastian memperhatikan Sienna yang beberapa kali menguap. Dan perempuan itu mengangguk sambil mengucak kedua matanya.
"Baiklah, sepertinya kita harus tidur." Dia menatap jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Cukup larut untuk jam tidur mereka, tidak seperti biasanya.
Keduanya pun bangkit dan berjalan berurutan menuju ke lantai dua. Dan memasuki kamar yang pintunya memang sudah terbuka sejak tadi.
Sienna sempat mengerutkan dahi ketika Sebastian mengikutinya masuk, namun dia membiarkannya ketika mengingat bagaimana mereka dua malam terakhir.
"Haaaa … Sebastian, hentikan!" Perempuan itu mendorong d**a Sebastian sambil menghindar ketika suaminya terus menempel dan memeluknya. Padahal malam-malam sebelumnya mereka tidur dengan bantal dan guling yang berada di tengah menghalangi.
"Kenapa?"
"Aku mau tidur, aku lelah. Hari ini pekerjaan kita banyak, dan besok juga." Dia menjauh. "Lagipula aku masih sakit." Lalu Sienna bergumam pelan saat dia mengerti dengan apa yang mungkin diinginkan oleh pria itu.
"Ck!" Dan membuat Sebastian berdecak kesal karena keinginannya yang tidak tersampaikan.
Namun dia tak dapat memaksanya karena tahu bagaimana keadaan Sienna. Dan tidak mungkin pula akan melakukannya jika perempuan itu sedang merasa tidak baik.
"Tidurlah, besok jadwal kita banyak." Sienna berujar. Dia segera menarik selimut untuk menutupi tubuhnya, sementara Sebastian terdiam memperhatikan.
"Tidur, Sebastian!" Perempuan itu dengan suara serak dan matanya yang sudah terkantuk-kantuk.
Dan akhirnya Sebastian pun melakukan hal yang sama. Dia membenahi letak bantal, bagaimana selimutnya, dan memeriksa lipatan-lipatan pada kain yang ditidurinya sehingga semua tampak rapi. Seperti ritual yang selalu dilakukannya setiap malam.
Pria itu terbangun sebentar lalu memeriksa beberapa hal ketika pikirannya merasa terganggu dengan benda-benda di ruangan itu.
Dia menggeser letak lampu tidur sehingga posisinya sangat pas menurutnya, lalu membenahi letak buku di rak yang agak miring. Kemudian menata bantal-bantal di sofa yang tidak beraturan. Dan setelah itu, baru dia bisa kembali ke tempat tidur.
Namun sesuatu masih mengganggunya ketika dia merasa tidak berada ditempat yang tepat, dan kamar Sienna yang penuh warna membuatnya merasa tak nyaman. Sehingga pria itu membolak-balikkan tubuhnya berusaha mencari tempat ternyaman untuk tidur.
"Sebastian!" Sienna memekik ketika lama-lama dia merasakan jika pria itu sungguh mengganggu.
"Maaf, Sienna. Sepertinya aku tidak bisa tidur." Pria itu bangkit.
"Kenapa?"
"Aku … tidak bisa tidur di kamar lain. Ini membuatku tidak nyaman." Sebastian menatap ke sekelilingnya.
"Lalu?"
"Bisakah kita pindah ke kamarku?" pintanya sambil tersenyum lebar, sementara Sienna menjengit.
"Sepertinya aku tidak bisa tidur jika bukan di kamarku." katanya lagi, meyakinkan Sienna.
"Semalam kau bisa, dan nyenyak-nyenyak saja. Sekarang apa masalahnya?"
"Semalam beda cerita karena aku merasa sangat kelelahan, jadi …." Pria itu tertawa.
"Ck! Astaga!" Sienna memutar bola matanya ketika mengingat pergumulan semalam.
"Jadi, ayo kita pindah saja ke kamarku?" ajaknya kepada Sienna, dan dia pun segera turun dari tempat tidur.
"Tidak mau, kau sajalah." Namun perempuan itu menolak.
"Ayolah Sienna, kita pindah." Dan Sebastian segera menariknya bangkit.
"Tidak mau!" tolak Sienna lagi seraya kembali merebahkan kepalanya dan memejamkan mata.
"Ayolah, atau kita harus bercinta dulu agar aku kelelahan sehingga bisa tidur disini?" Dan kalimat itu terlontar begitu saja dari mulut Sebastian, membuat Sienna dia kembali membuka matanya lebar-lebar.
"Bagaimana?" Pria itu menunggu. "Kalau begitu baiklah, sepertinya kita harus …." Lalu dia kembali ke tempat tidur ketika Sienna tak menjawab.
"Baiklah, baik. Jangan lakukan itu, tapi ayo kita pindah ke kamarmu?" Dan hal tersebut membuat Sienna akhirnya menyerah juga untuk mengikuti Sebastian ke kamarnya.