Hari wisuda yang ditunggu-tunggu sudah tepat di hadapan mahasiswi angkatan tua a.k.a mahasiswi abadi ini. Dalam aula Graha, senyum kedua mahasiswi ini merekah sangat lebar.
"Akhirnya yaa Bi! Perjuangan kita membuahkan hasil."
"Iyaa dong Shin. Last chance kita. Setelah yang semua gue alami, akhirnya bisa duduk di Graha. Setelah kita berdua mengantar teman seangkatan kita wisuda, giliran kita wisuda. "
Shinta menoleh ke Ribi, "Lo gimana? Jadi nikah sama Arga? "
"Looks like. " jawabnya datar. "Lusa gue nikah. Gak mengundang siapa-siapa atas kesepakatan mereka. "
"Trus gimana yang perjanjian bokap sama Arga? Lo tau apa aja? "
Ribi menggeleng, "Gak diijinkan untuk tau. Hanya mereka aja. Ibu nya Arga juga ga tau sama sekali. "
Rektor mulai memanggil satu persatu nama mahasiswa di Jurusan Kimia, jurusan Ribi dan Shinta. "Bentar lagi giliran kita Shin. "
"Ok. Gue udah siap dipanggil. "
"Yang Maha Kuasa maksud lo?"
"Enak ajee tuu cocot.." mereka pun cekikikan.
***
Setelah acara wisuda selesai, Ribi beserta keluarga, Shinta dan keluarga makan siang di Chinese Restauran langganan keluarga Ribi.
Makanan pun sudah siap dihidangkan di meja. Dering ponsel Wirang berbunyi, "Maaf, saya terima panggilan dulu. " katanya sambil menunjuk ponsel nya. "Monggo, silahkan duluan makan. "
"Njih pak. " sahut orang tua Shinta.
Ribi dan Shinta sudah mencuri start. Rita menggeleng, "Kalian ini kayak ga makan setahun ya.. "
Shinta dan Ribi tergelak, "Maaf bu Rita kalau Shinta kurang sopan. "
"Ih ga apa-apa mba. Panggil mba aja ya, jangan ibu. Biar lebih akrab. Lagian Shinta juga sudah saya anggap putri saya sendiri. Jadi ga usah sungkan mba. "
Ibu Shinta mengangguk seraya tersenyum, "Terima kasih mba. Rencana ke depan Ribi mau kerja dimana mba? "
Ribi tercekat. Shinta terdiam memperhatikan reaksi Ribi. Rita meneguk orange juice di sampingnya, "Ribi menikah lusa mba. Mohon maaf mendadak, dan kami juga tidak mengundang orang banyak. Ribi akan ikut suaminya. Jadi terserah suaminya mengizinkan Ribi bekerja atau tidak. "
"Loh? Shinta kok ga cerita kalau Ribi akan menikah? Tau gitu saya ga pulang ke Jember mba. "
"Mama, maaf ga ngasitau. Tapi, seperti yang tante Rita bilang, ini mendadak dan private acaranya."
"Loh? Gak hamil tapi kan ya mba? "
Ribi menyemburkan makanannya dan terbatuk. Shinta mengambikan air minumnya Ribi, dan Ribi meneguknya hingga habis tak bersisa.
"Maaf tante, saya ga hamil. Tapi, mohon maaf saya izin ke kamar mandi dulu mau membersihkan pakaian saya. " Ribi pun beranjak dari kursi nya dan meninggalkan orang-orang yang sedang terdiam.
"Mama ini gimana mulutnya ga di saring dulu" protes ayah Shinta. Ibu Shinta pun terdiam dan menunduk merasa bersalah.
Ribi membersihkan blouse nya dan keluar dari kamar mandi.
Bugh!
"Eh, maaf mas. Saya ga sengaja. " kata Ribi sambil mengusap sudut matanya.
"Kamu ga apa-apa? " tanya pria asing mengamati Ribi. Ribi tersenyum tanpa melihat orang tersebut. "Ga apa-apa. Mari, saya duluan. "
"Saya minta maaf pak. Saya akan usahakan minggu depan. Anak saya akan menikah lusa, saya fokus mengurus anak saya lebih dulu. " Ribi mendengar Wirang berbicara dengan seseorang di ponselnya. Ia pun tak memperdulikan nya dan bergegas kembali ke ruangan dimana keluarga nya dan keluarga Shinta berkumpul.
***
The Day. Hari dimana Ribi dan Arga menikah dan menjadi suami istri. Ribi sedang di rias di kamarnya. Ia berkali-kali menarik nafas dan membuang nafas.
"Gugup ya kak? " tanya perias MUA (*make-up artist) sambil terkekeh. Arimbi hanya tersenyum, "Gugup sih gak, cuma kok takut. Ada perasaan was-was gitu mbak. "
"Gak apa-apa kak. Rileks. Semoga lancar ya kak pernikahannya. "
"Makasih."
Tibalah saatnya ijab kabul yang sempat tertunda karena hujan deras disertai angin kencang.
"Saya terima nikahnya Nishayu Arimbi Pasha binti Wirang Prayoga dengan mas kawin dibayar tunai! "
"Bagaimana saksi? " tanya pak penghulu.
"Sah."
"Sah."
"Sah. Alhamdulillah. " sahut pak penghulu dan diakhiri doa untuk mempelai.
Ribi dan Arga menandatangani buku nikah masing-masing dan kemudian Ribi mencium telapak tangan Arga yang kini sah menjadi suaminya. Arga pun mencium kening Ribi dan tersenyum lebar.
Lalu acara yang hanya dihadiri keluarga Ribi dan Arga saja, serta dihadiri Shinta, dilanjutkan makan-makan dan ramah tamah.
Shinta pun mengucapkan selamat pada mereka. Shinta memeluk Ribi erat.
"Selamat yaa say. Semoga happy, samawa yaa. " ucapnya tulus. Ribi hanya tersenyum. Arga mengucapkan terimakasih pada gadis yang selalu berdebat dengannya di kampus.
"Abis ini tinggal dimana Ga sama Ribi? " tanya Shihta. Ribi pun yang tak tahu menahu, menoleh ke Arga.
"Kontrakan gue. Deket kantor Shin. "
"Jauh dong. Tapi boleh kan gue ngunjungin Ribi? "
"Boleh lah. Ngapain juga gue larang. Kan elu pada udah sohiban dari jaman jebot. "
Ribi dan Shinta tertawa, "Jagain yak sohib gue. Lu buat dia nangis, lu berhadapan sama gue Ga! "
"Widih.. Serem amat penjaga lu Bi. Atut gue! " Arga menarik pinggang Ribi mendekat ke arah nya, "Lu dan Ribi tenang aja. Dia akan gue jaga. "
Ribi tersenyum menatap Arga. Ia berharap semoga perasaan tidak enak yang menghantui nya menjelang pernikahan segera sirna.
Tibalah di mana Ribi dan Arga pamit pada Wirang dan Rita.
"Ma, Pa, Ribi pamit. " Ribi salim pada kedua orang tuanya dan diikuti Arga.
"Arga! " seru Wirang sambil meletakkan tangannya di pundak menantunya. " Jangan lupakan apa yang sudah kita sepakati diatas materai. "
"Baik pa. Kami pamit dulu. "
"Bu Asih, kami titip putri kami. Anggap dia sebagai putri ibu ya bu. " kata Rita. Asih pun memeluk Rita, "Insya Allah bu. Kami pamit dulu. "
Mereka pun masuk ke dalam mobil Ribi dan Arga mulai melajukan mobil Ribi meninggalkan kediaman istrinya itu.
"Ayo masuk Bi. " ajak Arga masuk ke dalam kontrakan nya. Ribi memandangi kontrakan Arga. Ia menelan ludahnya, dan menyemangati dirinya sendiri.
Ribi masuk menjelajahi kontrakan Arga yang seluas 80 meter persegi. Kontrakan Arga memiliki dua kamar seukuran 3x3 sentimeter dan kamar mandi seukuran 3 meter persegi. Ruang tamu minimalis dan dapur minimalis.
"Nak Ribi, ga apa-apa ya tinggal sementara disini dulu. Ibu tau ini ga sebanding dengan rumah nak Ribi, tapi dengan doa nak Ribi, insya Allah Arga akan memberikan lebih dari ini untuk nak Ribi. "
Ribi tersenyum, "Gak apa-apa ibu. Saya akan mendukung suami Ribi kemanapun dan dimanapun. Saya juga akan mendoakannya."
"Yasudah. Kamu pasti capek, istirahat dulu. Kalau butuh bantuan, jangan sungkan minta bantuan suami kamu ya. Atau minta tolong ibu. "
Ribi mengangguk, lalu melangkah menuju kamarnya dan Arga yang berada di depan. Disana ada Arga sedang memainkan ponselnya. Arga tersentak kaget melihat Ribi masuk ke kamar. Ia memasukkan ponselnya ke dalam saku celana.
"Loh udah lihat-lihat nya? " tanya Arga dan menghampiri Ribi, "Ibu mana?"
"Aku disuruh ibu istirahat. Aku juga ngantuk Ga. Ibu di belakang kayaknya atau di kamar. "kata Ribi sambil menuju kasur.
Arga menahan tangan Ribi dan menariknya ke dalam dekapannya. " Akhirnya kamu jadi istri aku, Bi. "
Ribi diam, tak menjawab. Arga melepaskan dekapannya, dan memandang istrinya lekat-lekat dengan tatapan sayu. Arga menempelkan bibirnya ke bibir Ribi. Namun, Ribi hanya diam. Ia tak membalas. Tangannya mengepal. Arga membuka matanya, dan menjaihkan dirinya dari Ribi.
"Kenapa? "
Ribi diam.
"Apa terlalu cepat? Kamu belum siap? "
"A-aku.. Aku ngantuk banget Ga. Badan juga pegel. Aku istirahat dulu."
"Yaudah. Aku ke depan dulu. " Ribi memandangi tubuh Arga yang menjauh. Ia menghela nafas sebentar, lalu kembali menuju tempat tidurnya.
Ribi terbangun dan melihat hari sudah gelap. Ia meliahat jam di ponsel yang menunjukkan pukul 19.05. Ia pun bergegas keluar kamar mencari Arga.
"Arga! Arga.. "
"Gue di ruang tamu. " sahut Arga.
Ribi menyusul nya, "Kok ga dibangunin? Kok sepi? Ibu mana? "
Arga yang sedang main game di ponselnya cuma diem. Ribi melempar bantal sofa ke muka Arga.
"Apaan sih Bi?!! Gedek gue sama lu! Gue jadi kalah nih!!"
"Yaa lu gue tanya diem aja. Malah fokus nge-game. Kenapa ga dibangunin? Ibu mana? "