“Terserah kamu!” Wajah Alea tertekuk saat ia meninggalkan Bian di kamar mereka. Sementara itu, Bian hanya bisa menghela napas pasrah, dan langsung mendudukkan dirinya di kasur sambil mengusap wajahnya frustrasi. Sudah ia duga, kabar yang ia bawa pasti tidak akan disukai oleh Alea. Namun ia tidak punya pilihan lain. Bagaimana pun keadaannya, ia tetap harus menyampaikan kabar itu pada sang istri jika tidak ingin terjadi kesalah pahaman di masa mendatang. “Kamu apain mantu Ibu?” todong Bu Intan, membuat Bian sontak memundurkan langkahnya. Ia baru saja sampai di anak tangga terakhir saat Bu Intan langsung menodongnya dengan nada suara yang begitu tajam. Dan Bian mengerti apa maksud pertanyaan tersebut, yang pastinya mengarah tentang Alea. “Dia di mana, Bu?” Bian balik bertanya. Bu Intan m