Cinta Itu Menjebak

2001 Words
"Banyak orang bilang cinta itu madu? Ya memang benar adanya, awalnya manis. Namun, berakhir menjadi racun." ***   "Kamu serius mau ngajak tunangan anak saya?" tanya Reno kepada Revan dengan serius. Seminggu yang lalu Revan meminta izin untuk berbicara berdua serius dengan Reno tanpa sepengetahuan Keynara. Dia ingin menjelaskan maksud baiknya untuk mengikat Keynara terlebih dahulu mungkin bukan dengan menikah karena gadis itu masih saja menolak untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih serius. Tapi, Revan pun juga ingin lebih serius dengan Keynara bukan dengan hubungan yang selalu tanpa kejelasan ini.    "Iya, Om. Sebelum saya bilang langsung ke Keynara saya mau izin dulu sama om selaku Ayah kandungnya. Saya enggak mau bikin Keynara diposisi yang serba salah seperti ini, om. Saya paham, cita-cita Keynara belum ada yang terwujud makanya dia masih enggan untuk menikah. Tapi, saya juga merasa takut jika nantinya ada orang lain yang menggantikan posisi saya dihidup Keynara, Om." Revan berkata jujur dia benar-benar tidak bisa kehilangan Keynara makanya dia juga harus segera menjelaskan statusnya dengan Aya.   "Kamu tahu? Tunangan tidak menjamin bahwa Keynara akan tetep bersama kamu selamanya bukan?"   "Maksudnya om?" tanya Revan tidak mengerti, apakah maksudnya lamarannya kali ini ditolak. "Bukan saya nolak," ucap Reno yang seakan paham dengan kegelisahan Revan. Revan tetap menyimak ucapan Reno dengan serius walaupun ia kira Reno bisa membaca pikirannya tadi.   "Kamu tahu kan istilah Sebelum janur kuning melengkung siapapun bisa menikah dengan orang lain?" tanya Reno membuat Revan membenarkan ucapannya dalam hati.   "Saya tahu om," jawab Revan lesu.    "Saya bukan menolak kamu Revan. Jujur saya merasa enggak rela Keynara dimiliki orang lain selain saya. Keynara adalah anak saya satu-satunya bersama mendiang istri saya dulu. Kesalahan saya kepada istri saya belum sempat saya tebus, tapi Allah masih mempertemukan saya dengan Keynara disaat itu saya selalu mengucap syukur tanpa henti. Wajah Keynara mirip sekali dengan Ibunya sampai saya merasa selalu bersalah dengan ibunya. Makanya saya tidak sembarangan mengizinkan Keynara dekat dengan laki-laki, saya takut anak saya membayar perbuatan jahat saya dulu kepada Ibunya. Saya takut Keynara disakiti." Masih terbayang jelas kisah beberapa tahun silam yang sangat sulit untuk Reno lupakan. Belum sempat Reno meminta maaf dengan Alysa tapi Alysa sudah dengan tenang pergi meninggalkan Reno untuk selama-lamanya.    "Tapi saya serius dengan Keynara om. Saya janji saya enggak bakal nyakitin Keynara kok om," ucap Revan dengan kekeh terhadap pendiriannya bahwa dia serius dengan Aya.   "Kalau serius kamu siap menikah dengan Aya?" tanya Reno lagi to the point. "Ni ... Nikah?" tanya Revan terkejut dengan ucapan Reno barusan.   "Iya nikah. Kamu seriuskan sama anak saya? Yaudah kenapa enggak nikah?" tanya Reno balik.   "Tapi, tapi kan Keynara enggak pernah mau kalau kita menikah buru-buru, om," jawab Revan lagi.   "Perempuan itu mudah. Kamu hanya perlu meyakinkan dia bahwa kamu siap menjadi nahkoda kapal yang akan membawa kapal pada pulau kebahagiaan."   Sungguh Revan benar-benar tidak mengerti ucapan Reno saat ini. Dia sudah sering kali mengatakan kepada Keynara tapi tetap saja Keynara selalu menolaknya. Lalu, kenapa dengan mudahnya Ayah dari Wanita yang disukainya berbicara seyakin itu.   "Gimana caranya biar Aya mau saya ajak menikah om?" tanya Revan lagi. Reno tersenyum lalu bangkit dari duduknya. Dia memegang pundak Revan dengan yakin.   "Kamu laki-laki kamu harus bisa memberikan kejelasan untuk wanita yang kamu cintai. Jangan mempermainkan anak saya. Pilihan kamu adalah halalkan atau tinggalkan," ucap Reno yang benar-benar membuat Revan tidak mengerti. Setelah mengucapkan kalimat tersebut Reno pergi meninggalkan Revan yang masih belum sadar dengan ucapan Reno.    Ponsel di hpnya berdering membuat Revan tersadar dari lamunannya. Dia melihat ke samping kirinya yang sudah tidak ada Reno di sana. Dia membuka hpnya yang tadi berbunyi. Ternyata, pesan masuk dari Reno membuatnya mengerutkan kening bingung. Kenapa laki-laki itu tidak mengatakannya saja tadi, kenapa harus mengirim pesan lagi.   'Jika sudah siap temui om dan Keynara bersama keluargamu.' Revan mengerjapkan matanya berkali-kali dia tidak salah membaca bukan? Bukankah ini berarti dia harus melamar Keynara secara sah bersama keluarganya. Tapi, jika cepat-cepat ke arah sana pun Revan belum memiliki biaya untuk hidupnya bersama Aya nantinya.   "Argh...." Revan meremas kepalanya bingung apa yang harus diambilnya. Dia ingin menikah dengan Keynara tapi, kenapa jadi secepat ini. Lalu melamar resmi? Kalau Keynara menolak bukannya malah mengecewakan keluarganya nanti. Dia hanya ingin tunangan kenapa jadi rumyam seperti ini.     Dari kejauhan Reno memperhatikan Revan yang frustasi dengan ucapannya. Dia perlu meyakinkan benar-benar bahwa Revan adalah pilihan yang tepat untuk putri semata wayangnya itu. Tidak akan dia biarkan ada laki-laki yang menyakiti anaknya sekalipun itu Revan yang sudah lama mengenal anaknya.  Reno beranjak dari tempat itu untuk menyelesaikan urusan yang lainnya, membiarkan laki-laki itu berfikir dengan jernih keputusan apa yang akan diambilnya. Kita lihat saja nanti. ****    Keynara membaca undangan beasiswanya yang baru datang lagi setelah sebulan yang lalu dia mengirimkan data ke tempat tujuan. Lagi-lagi kata tidak lulus dan gagal dia jumpai setiap pendaftaran beasiswa yang dia inginkan.    "Huft ... Kesekian kalinya dan hasilnya masih tetap seperti ini. Padahal udah sering ditolak tapi kenapa rasanya masih selalu sakit," tanyanya pada diri sendiri.    "Sayang...." panggil Papanya yang mengetuk pintu dari luar kamarnya.   "Ya pah, masuk aja," ucap Keynara dari dalam lalu memasukan amplop tersebut ketempatnya lalu menyimpannya kembali dibalik selimut. Keynara tersenyum saat melihat ayahnya masuk ke kamarnya.   "Lagi ngapain sayang?" tanya Reno duduk di samping anaknya.   "Enggak ngapa-ngapain kok Pah. Papa baru pulang?" tanya Keynara mengalihkan pertanyaan Papanya yang lain.   "Iya. Papa mau nanya sesuatu sama kamu," ucap Reno serius dengan Keynara.   "Apa pah?" tanya Keynara bingung.   "Hubungan kamu sejauh mana sama Revan, nak?" Keynara diam sejenak. Sejauh mana bahkan hubungannya sejak dulu hanya begini-begini saja tanpa kemajuan.   "Kenapa Papa nanya gitu?"   "Ya enggak papa. Habis Papa lihat kamu makin deket aja sama Revan."   "Enggak kok, Pa. Ya gitu-gitu aja."   "Kamu enggak pengen nikah?" tanya Papanya to the point.   Keynara mengerutkan keningnya bingung lalu tertawa hambar, "Papa kenapa sih tiba-tiba nanya gitu. Banyak cita-cita Aya yang belum terwujud , Pah. Aya juga belum kepikiran ke arah sana, Pah."   "Kamu tahu jarak umur kamu dengan Revan sejauh mana? Kamu enggak takut nantinya Revan memilih bersama orang lain padahal kamu yang lebih dekat dengan lebih lama?" Ucapan Reno membuat hati Aya meringis tiba-tiba. Melihat Revan berfoto bersama orang lain saja ia sakit, apalagi nantinya Revan bersanding dengan orang lain. Tapi, kenapa juga Papanya tiba-tiba mengatakan hal seperti itu. Apa Papanya baru saja melihat Revan bersama wanita lain. Makanya jadi seperti ini.   "Kenapa diam sayang?" tanya Reno lembut mengelus kepala anaknya.   "Papa kenapa tiba-tiba bilang kayak gitu, kalau udah jodoh kan enggak bakal kemana Pah," ucap Aya sedikit ragu.   Reno tersenyum lembut lantas berdiri dari duduknya, "Ada saatnya apa yang kamu kejar tidak sesuai harapanmu nak, mengejar hal yang kamu inginkan memang tidak salah. Tapi, kamu harus sadar dengan keadaan sekitar kamu dengan orang-orang yang mencintai kamu Dan ingin serius bersama kamu. Cita-cita bisa digapai berdua, jangan sampai kamu menyesal nantinya," ucap Reno yang lagi-lagi membuat bingung Keynara gantian.   Kata-kata Reno memang benar-benar terlalu rumit untuk dimengerti. Bukan hanya Revan yang orang awam dikeluarga mereka. Namun, Aya yang anaknya saja kadang sering dibuat bingung dengan kata-kata tersirat Ayahnya itu.    Keynara jadi berfikir apa memang sudah saatnya dia menentukan untuk lebih serius dengan Revan. Toh, keluarga Revan juga sudah meminta Revan untuk cepat menikah. Tapi, Keynara belum siap apalagi dia juga baru lulus sekolah tahun kemarin masa iya dia harus cepat menikah. Apa impiannya memang harus berakhir. .....    Revan menelepon ibunya meminta saran terbaik apa yang harus dilakukannya. Dia juga bingung satu sisi memang dia ingin segera menikah tapi melihat Keynara yang belum siap membuat Revan jadi tidak tega jika harus memaksa Aya.    "Assalamualaikum, bu...."    "Waalaikumsalam, Van kenapa?"    "Keadaan Ibu gimana?" tanya Revan basa-basi. Dia harus meminta pendapat ibunya dulu untuk memutuskan akan bagaimana hubungannya dengan Keynara.   "Alhamdulillah baik kok. Ayah sama adek-adek kamu juga baik. Kamu sendiri gimana di kota baik-baik aja 'kan?" tanya Ibunya balik.   "Alhamdulillah aku juga baik di sini, bu. Ibu belum tidur?" tanya Revan sambil menyenderkan kepalanya di kepala tempat tidur.   "Belum, Le. Ada apa?" tanya Ibunya lagi.   "Bu ada yang mau aku omongin sama ibu," kata Revan serius.   "Yaudah omongin aja."   "Ibu belum mau tidur 'kan? Kalau Ibu ngantuk atau capek ya, Revan ceritanya besok aja, bu."   "Enggak kok, Ibu belum ngantuk yaudah kamu cerita aja dulu Ibu dengerin."    Revan menarik napasnya perlahan sebelum  dia mulai bercerita. Padahal jam menunjukkan pukul 10 malam tapi tetap saja dia merasa gelisah tidak bisa tidur.   "Ibu inget enggak sama Keynara?" tanya Revan. Revan memang jarang menceritakan tentang Keynara kepada Ibunya tapi bukan berarti dia menyembunyikan kedekatannya pula dengan Keynara. Dia hanya sedang menunggu saat yang tepat untuk menceritakan tentang Keynara.   "Emm Inget dikit-dikit yang lagi deket sama kamu 'kan?" tanya Ibunya.   "Iya yang beberapa tahun belakangan ini deket sama aku."   "Oh iya kenapa sama dia?"    "Dia masih mau ngejar cita-cita, bu. Kuliah, karir dan lain-lain."   "Ya itu bagus dong. Mending kamu juga jangan terlalu berharap sama dia. Biarin aja dia fokus sama tujuannya dulu."   "Oh iya tapi kamu inget cepet nikah. Ibu kenalin sama anaknya temen Ibu aja gimana, anaknya baru lulusan sekolah juga tapi kata orang tuanya siap nikah kok. Rumahnya juga enggak jauh banget dari rumah kita."   "Bu kayaknya udah malem mending kita istirahat aja. Besok aku juga mau kerja."    "Kamu ini kebiasaan deh kalau dicariin jodoh malah nolak terus. Inget umur kamu, Van udah waktunya nikah. Kamu enggak pengen nikah apa temen-temen kamu udah pada punyak anak loh masa kamu ngenalin cewe ke Ibu aja belom," oceh sang Ibu dari sana. Revan menghembuskan nafasnya dia jadi bingung harus bagaimana. Dia juga ingin menikah tapi dia juga tidak bisa melepaskan Keynara begitu saja.   "Ya belom dateng jodohnya bu."   "Bukan belom dateng kamunya enggak jemput-jemput."   "Aku mau jemput Keynara tapi setiap ngelihat dia Masih antusias buat ngejar cita-citanya bikin aku enggak tega buat bilangnya."   "Ya kamu enggak harus sama dia. Kamu biarin aja dia fokus sama karirnya. Kamu jemput yang lain aja."   "Bu udah malem aku mau istirahat aja ya. Besok juga kerja."   "Revan-Revan kamu itu kebiasaan deh. Padahal kamu tinggal kenalan terus kalau cocok lanjut emang susah banget apa." Revan menghela napasnya kasar. Pernikahan di dalam pikiran ibunya adalah perihal yang mudah padahal pernikahan menyangkut masa depan untuk keluarganya.   Dia juga bingung harus memustuskan apa. Satu sisi dia iri melihat teman-temannya sudah memiliki anak tapi satu sisi dia juga kadang belum siap.   "Bu udah dulu ya. Assalamualaikum."   "Revan dengerin Ibu dulu."   "Iya, bu besok kita lanjut lagi udah malem. Ibu juga harus istirahat dulu. Udah dulu ya, bu." Revan bukan bermaksud untuk tidak sopan. Tapi, dari pada makin panjang urusannya dia lebih baik menutup teleponnya.       "Yaudah kamu jaga kesehatan di sana terus juga kapan katanya kamu mau pindah kerja enggak betah di kota."   "Iya, bu udah nanti kita obrolin lagi. Udah ya aku mau istirahat."   "Yaudah-yaudah." Terdengar nada sewot dari sana. Tapi, yasudahlah Revan juga tidak mau terlalu rumit. Hubungannya dengan Keynara saja sudah rumit dan tidak juga mendapatkan titik terang.    Panggilan dari ibunya sudah dimatikan. Sekali lagi Revan merasa bingung dengan hubungannya yang akan di bawa ke mana akhirnya. Menyudahi tapi dia Masih tidak tega meninggalkan Keynara tapi kalau dilanjutkan apa iya mereka bisa berakhir bahagia.     Revan menaruh ponselnya di nakas tempat tidur, setelah itu mencoba memejamkan Matanya dan melupakan sejenak masalahnya. Dia tidak ingin terlalu memikirkannya tapi ya melupakannya pun dia sulit. .....    Di samping Revan yang memikirkan masa depan sama halnya dengan Keynara dia juga dipusingkan dengan hubungannya dengan Revan. Dia takut ada yang menggantikan posisinya sedangkan yang bertahan sejauh ini, menemani Revan adalah dirinya kalau orang lain yang bersanding dengan Revan apa tidak menyakitkan bagi Keynara. Kenapa hubungannya kian hari semakin rumit, semakin tidak ada ujungnya sama sekali. Satu sisi karir dan pendidikan adalah Hal yang penting tapi satu sisi dia juga ingin sekali segera menikah dengan Revan. Apa yang harus dia pilih.   Menikah di usia muda dengan banyaknya masa depan yang belum dirinya raih.   Atau memilih menikah dengan tanggungan yang lebih besar nantinya? Karena Keynara tahu menikah bukan menjadi tolak ukur kebahagiaan malah akan semakin banyak tanggung jawab yang akan dihadapinya. ...... Tbc ... Jangan lupa tinggalkan jejak kalian. Keynara mulai up setiap hari ya.. ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD