5

2554 Words
    Waktu berlalu dengan cepat, dan tak terasa tinggal satu minggu lagi hingga ujian akhir semester akan dilangsungkan. Seluruh mahasiswa, termasuk Yasmin sudah menyiapkan diri dengan sebaik mungkin untuk menghadapi ujian tersebut. Yasmin sendiri harus berusaha keras untuk belajar, demi mempertahankan nilainya. Jika bisa, Yasmin ingin nilainya lebih baik dari semester kemarin.     Karena hal itu pula, Yasmin harus memangkas jam tidurnya demi menambah jam belajarnya. Ya, Yasmin memang berusaha sekeras itu demi mempertahankan nilai serta beasiswanya. Bagi Yasmin, ujian adalah pertarungan. Pertarungan yang akan menentukan masa depannya. Jika Yasmin kehilangan masa depan ini, Yasmin tidak akan lagi bisa melanjutkan kuliahnya. Dan ketika dirinya sudah kehilangan beasiswa itu, orang tuanya juga tidak akan mau membantu Yasmin untuk membiayai kuliahnya ini.     Sejak dulu, baik Heru maupun Tini sama-sama memberikan peringatan pada Yasmin. Heru dan Tini memang telah menabung untuk biaya kuliah yang mahal, hanya saja itu bukan untuk Yasmin. Itu untuk Ratna. Yasmin sama sekali memiliki jaminan untuk melanjutkan kuliah. Orang tua Yasmin juga mengatakan jika dirinya harus berusaha sendiri jika ingin berkuliah. Karena itu, Yasmin berusaha mati-matian untuk belajar sejak dini agar dirinya bisa mendapatkan beasiswa full saat kuliah.     Benar saja, perjuangan Yasmin membuahkan hasil yang manis. Yasmin mendapatkan beasiswa penuh di sebuah universitas swasta elit yang tak lain adalah universitas Bakti Setia ini. Jadi, Yasmin akan tetap berusaha dengan keras agar beasiswa ini tidak diambil darinya. Karena bagi Yasmin, ini pegangan satu-satunya untuk Yasmin menggapai cita dan memiliki jaminan untuk masa depannya.     Karena semua usaha keras yang Yasmin lakukan, sudah bisa dipastikan Yasmin merasa sedikit kurang enak badan. Sebenarnya sejak pulang dari rumah Bina, tubuh Yasmin terasa berbeda. Yasmin tidak bisa menjelaskannya, hanya saja Yasmin merasa kurang enak badan. Padahal Yasmin sudah meminum obat masuk angin, karena mengira jika dirinya masuk angin. Sayangnya, dirinya tidak merasa tubuhnya terasa lebih baik. Mungkin, nanti Yasmin akan ke rumah sakit untuk memeriksakan kondisinya. Ya, nanti setelah dirinya menyelesaikan ujian. Tentunya, Yasmin tidak mau ujiannya terganggu karena obat yang ia konsumsi membuatnya mengantuk dan tidak bisa berkonsentrasi.     Yasmin menguap lebar saat menyusuri lorong kampus. Hari ini, Yasmin datang untuk mengumpulkan tugas terakhir sebelum ujian semester. Karena semua kelas sudah selesai, sisa waktu hingga waktu ujian nanti akan Yasmin gunakan untuk belajar mandiri serta mengatur ulang porsi istirahatnya. Yasmin harus berusaha lebih keras untuk mempertahankan nilainya. Jangan sampai Yasmin kecolongan dan kehilangan kesempatan untuk mempertahankan beasiswanya.     Yasmin mengecek ponselnya, tapi tidak ada satu pun pesan yang ia terima. Padahal tadi pagi, Yasmin sudah mengirim pesan pada Vero dan Bina. Yasmin menanyakan pada keduanya, apa mereka sudah kembali berbaikan, dan di mana mereka sedang berada? Ngomong-ngomong, Bina dan Vero kini sudah kembali seperti semula. Benar kata Vero, Bina memang mudah marah, tapi Bina juga mudah kembali seperti semula. Bina tidak lagi marah dan berusaha menghindar darinya dan Vero.         Melangkah seorang diri, Yasmin merasa ada sesuatu yang aneh. Ia menoleh saat sadar jika dirinya tengah diperhatikan. Saat itulah ia  melihat beberapa teman satu kampusnya menatapnya dengan pandangan kurang enak. Mereka juga terlihat berbisik-bisik sembari tetap menatapnya. Yasmin tersenyum dengan maksud menyapa, sayangnya mereka malah memberikan tatapan yang lebih tak bersahabat daripada sebelumnya. Dan setelah itu, dengan kompaknya mereka membuang muka, seakan-akan enggan untuk melihat wajah manis Yasmin.     Yasmin tentu saja merasa heran. Sebenarnya apa yang terjadi? Yasmin mulai merasa cemas, dan memilih untuk kembali melangkah menuju tempat yang ia tuju. Tapi selama perjalanan tersebut, Yasmin semakin merasakan ada hal aneh yang tengah terjadi. Semua orang yang berpapasan dengannya memberikan tatapan yang serupa. Semacam pandangan menghakimi dan jijik? Yasmin sendiri tidak yakin, karena itu adalah pertama kalinya dirinya mendapat tatapan seperti itu.     Yasmin mencoba terus berpikir positif. Ia tetap mencoba menyapa teman-temannya dan memasang senyum meskipun dirinya mendapatka respons yang sama sekali tidak baik dan terasa menyakitkan. Di tengah jalan, ia melihat Vero dan Bina berdiri dengan sekelompok mahasiswa lainnya di depan mading. Tak berpikir lama, Yasmin melangkah mendekat pada mereka. Yasmin menepuk bahu Vero dan Bina, sembari menyapa, “Halo!”     Tapi reaksi yang Yasmin dapatkan membuat Yasmi terkejut. Bina menoleh dan memberikan tatapan jijik, sedangkan Vero sama sekali tidak bereaksi dan tetap menatap pada mading dengan tubuh kaku. Orang-orang yang berada di sana secara otomatis menoleh pada Yasmin dan sama-sama memberikan tatapan jijik yang terasa menusuk jantung Yasmin. Bahkan beberapa dari mereka memberikan tatapan melecehkan yang tentunya membuat Yasmin merasa direndahkan.     Hal itu membuat Yasmin merasa penasaran. Ia menoleh pada mading dan terkejut dengan apa yang terpampang di sana. Dengan tangan bergetar, Yasmin merangsek maju dan mencopoti satu persatu fotonya yang tertempel di sana. Jika saja itu foto normal, mungkin Yasmin tidak akan bereaksi seperti ini. Sayangnya, foto di sana tak lain adalah foto asusila dirinya dengan seorang pria yang wajahnya tak terlihat sama sekali. Dalam foto tersebut, hanya sisi tubuh Yasmin yang telanjang dan wajahnya yang terlihat jelas.     Yasmin yang panik terus mencoba untuk membersihkan mading tersebut dan tak menghiraukan sorakan serta cacian orang-orang yang berada di sekelilingnya. Yasmin berusaha untuk menulikan diri dari semua penghinaan ini. Saat itulah, Yasmin merasa salah satu tangannya di tahan. Begitu menoleh, Yasmin melihat jika sang empunya tangan tak lain adalah Bina. Wajah Bina menggelap dan menahan emosinya. Sudah bisa dipastikan jika Bina akan meluapkan amarahnya sesaat lagi.     “Tidak perlu membersihkannya, semua ini sudah tersebar. Kau sungguh menjijikan, aku muak pernah menjadi temanmu,” cela Bina. Semua perkataan yang terlontar dari bibirnya jelas saja membuat Yasmin terluka. Ya, Yasmin terluka karena sahabatnya yang seharusnya percaya padanya hingga akhir malah berbalik dan memberikan punggung yang dingin padanya.     Tapi Yasmin tidak akan membiarkan ini begitu saja. Yasmin akan berusaha meyakinkan semua orang jika apa yang mereka lihat dan dengar hanyalah kebohongan semata. Tubuh Yasmin bergetar, kepalanya menggeleng panik. Ia berusaha menuliskan penjelasannya, tapi notesnya di rebut oleh seseorang dan dibuang begitu saja. Yasmin lalu mencoba menjelaskan menggunakan isyarat tangan, tapi yang Yasmin terima malah sebuah tamparan pedas yang diberikan oleh Bina.     “Menjijikan! Selama ini kau bertindak polos dan suci, tapi ini yang kau lakukan?” Bina kembali menghujat Yasmin. Bahkan nada bicaranya terdengar tajam dan suaranya yang melengking bisa terdengar oleh semua orang.     Yasmin menggeleng. Lalu memberikan isyarat pada semua orang berharap bahwa ada yang mengerti apa yang ia katakan. “Aku tidak pernah melakukan hal itu. Aku tidak mungkin melakukannya, aku tau itu salah dan aku sadar tidak akan pernah melakukannya.”     Yasmin menangis saat semua orang tidak mengerti dan tetap mencacinya dengan kata-kata kejam yang menusuk. Ingat sesuatu, Yasmin segera menoleh pada Vero yang masih berdiri di tempatnya. Wajah Vero yang biasanya dihiasai senyum jenaka, kini berubah dingin. Tapi Yasmin tidak menghiraukan hal tersebut dan berlari mendekat padanya.     Dengan penuh harap Yasmin menggerakkan tangannya yang bergetar hebat. “Aku tidak pernah melakukannya, itu semua bohong. Itu bukan aku. Tolong percayalah padaku, Vero. Kamu percaya padaku, bukan?” Yasmin lalu menggenggam tangan kiri Vero yang memegang buket bunga yang indah.     Vero menunduk dan membuat Yasmin kembali mendapatkan setitik harapan. Sayang harapannya patah begitu saja, ketika Vero menepis tangannya dengan kasar hingga Yasmin jatuh begitu saja terduduk di atas lantai. Belum sampai disitu saja, Vero pun melemparkan buket bunga yang ia pegang tepat pada kepala Yasmin. Yasmin tertegun dengan apa yang dilakukan oleh Vero. Tentu saja Yasmin tidak menyangka dirinya akan mendapatkan perlakuan seperti ini dari Vero yang selama ini selalu bertindak baik dan manis padanya.     Syok dengan perlakuan kasar yang pertama kali dilakukan oleh Vero, Yasmin terduduk lama di sana sampai semua orang membubarkan diri setelah puas mencaci maki Yasmin. Merasa jika dirinya sudah bisa kembali berpikir dengan sehat, Yasmin bangkit dan berlari menuju ruang rektor. Yasmin bisa memikirkan mengenai teman-temannya nanti, tapi masalah kuliah dan beasiswanya tidak lagi bisa ia tunda.     Tiba di ruang rektor, Yasmin segera mengetuk pintu dan masuk begitu dipersilakan. Dengan derai air mata yang menghiasi wajahnya, Yasmin meminjam bolpoin dan kertas. Di sanalah Yasmin menuliskan penjelasannya.     “Saya yakin Bapak telah tahu apa yang terjadi saat ini. Saya benar-benar tidak tahu apa yang terjadi, tapi tolong percaya pada saya. Semua itu bohong. Saya tidak pernah berhubungan secara seksual dengan pria mana pun. Bahkan saya tidak mengenali dan tidak mengingat jika saya pernah melakukan hal tidak terpuji seperti itu. Saya berani bersumpah. Tolong percaya pada saya.”     “Cukup. Sekarang kamu dengarkan apa yang akan aku jelaskan. Yasmin, kamu sudah berjanji akan menjadi mahasiswi yang berprestasi hingga bisa berkontribusi pada pembangungan nama baik almamater. Tapi tindakan tidak bermoralmu ini, sungguh mencoreng nama baik almamater dan diriku sendiri sebagai rektor,” ucap Agam dengan wajah datarnya.     Yasmin menggeleng. Masih dengan air mata yang menetes deras, yasmin menulis. “Bapak bisa mengeceknya, itu sama sekali bukan saya. Itu pasti editan. Saya tidak pernah melakukan hal itu. bahkan untuk berpikir melakukannya saja saya tidak pernah, Pak.”     “Apa kamu pikir aku ini orang bodoh. Sesudah kabar ini tersebar, aku yang pertama kali memutuskan untuk mengecek kebenaran foto tersebut. Hasilnya adalah, bisa dipastikan itu 100% foto asusilamu dengan pria yang tidak terlihat wajahnya.” Agam dengan lancar mengucapkan apa yang sejak tadi telah ia persiapkan.     Benar, Agam sudah bisa memperkirakan jika Yasmin akan segera datang padanya setelah melihat apa yang tengah menjadi perbincanngan panas-panasnya di kampus. Agam juga sudah memperkirakan apa yang akan Yasmin katakan untuk membela dirinya. Karena itulah, Agam sudah menyiapkan beberapa hal yang tentunya sudah ia periksa kebenarannya.     Yasmin terkejut. Bagaimana bisa foto tersebut asli, padahal Yasmin tidak pernah melakukan hal tersebut. Apa mungkin Yasmin melewatkan sesuatu yang penting?     “Karena itu pula, aku selaku rektor universitas ini memutuskan untuk mencabut beasiswamu dan mengeluarkanmu. Sekarang keluar! Aku tidak mau kantorku dikotori gadis tidak bermoral sepertimu!”     Melemaslah Yasmin. Sudah dipastkan jika kini hidupnya telah hancur. Mimpinya hancur. Semua usaha yang ia lakukan selama ini hancur dalam sekejap. Ya, semuanya hancur tak akan lagi bisa diperbaiki lagi. Lalu kini apa yang harus ia lakukan?       ***         Kabar mengenai Yasmin si bisu yang mendapat gelar sebagai mahasiswi teladan, yang kini memiliki satu gelar tambahan yang tak lain adalah si kupu-kupu bisu. Alias wanita malam yang bisu, sudah tersebar seantero kampus. Bahkan kabar tersebut tersebar secara online hingga bisa diakses oleh seluruh lapisan masyarakat.     Pada zaman millennial yang serba menggunakan internet, sudah tidak perlu diragukan jika kabar sensitif seperti ini dengan mudah tersebar luas. Bahkan kini, semua tetangga Yasmin sudah mengetahui kabar tak mengenakkan tentang Yasmin dan terus menggunjing. Mereka berkumpul di rumah seberang rumah Yasmin.     Sejak kabar itu tersebar, keluarga Yasmin sama sekali tidak ke luar dari rumah. Yasmin sendiri terlihat baru pulang dengan penampilan lusuh yang menyedihkan. Melihat tampilan Yasmin tersebut ibu-ibu yang berkumpul semakin santer membicarakan Yasmin. Mereka bahkan sengaja mengeraskan suara mereka agar terdengar oleh Yasmin.       “Lihat, lusuh begitu!”     “Kayaknya setiap dia pulang telat dari kuliah, bukan karena kuliah, tapi abis jalan sama cowonya.”     “Aduh, mungkin lusuh kayak sekarang juga karena udah main.”     “Astaga, gak nyangka ya.”     “Padahal keiatan kayak anak baik-baik.”     “Iya, sopan, anggun juga.”     “Sayangnya ternyata lonte.”     “Udah bisu, nggak tau malu juga.”       Yasmin menggigit bibirnya lalu mempercepat langkahnya agar segera tiba di rumahnya. Sayang begitu masuk ke dalam rumah, Yasmin mendapat perlakuan yang lebih buruk daripada perlakuan yang ia terima dari orang lain. Begitu masuk ke dalam rumah, Yasmin segera di tarik dengan kasaranya ke dalam kamar mandi dan di siram berulang kali oleh air dingin. Belum sampai di situ, kepala Yasmin juga ditenggelamkan pada bak mandi, hingga hidung dan mata Yasmin terasa perih bukan main.     Setelah puas membuat Yasmin menggigil kedinginan dan kesakitan dengan siksaan yang diberikan oleh ayahnya, Heru kembali menarik Yasmin dan melemparnya ke tengah ruang tamu. Tanpa berbelas kasih, dengan membabi buta memukuli Yasmin dengan sebilah rotan. Tentu saja Yasmin meringkuk kesakitan dengan semua siksaan yang diberikan oleh ayahnya. Yasmin sudah kehilangan upaya untuk mempertahankan dirinya. Hati dan hidupnya sudah hancur karena semua orang membuang kepercayaan yang mereka miliki terhadapnya. Hal yang lebih membuat Yasmin terluka adalah, Yasmin juga kehilangan kepercayaan keluarganya sendiri.     Tini berdiri tak jauh dari suaminya dan hanya berdiam diri sembari menatap apa yang dilakuakan suaminya itu. Jika suaminya sudah marah dan tengah melampiaskan kemarahannya, tidak ada seorang pun yang bisa menahan atau menghentikannya. Hanya waktu yang bisa membuat Heru berhenti. Karena ketika Heru puas melampiaskan kemarahannya, barulah Heru akan menghentikan aksi brutalnya ini. Lagipula, Tini rasa semua ini perlu diterima oleh Yasmin.     Putri sulungnya itu sudah melakukan hal yang sangat memalukan nama keluarga. Bahkan Tini merasa malu mengakuinya sebagai putrinya. Bagi Tini, Yasmin yang lahir dengan  keadaan bisu saja sudah membuatnya berat untuk menerima Yasmin sebagai putrinya. Apalagi ditambah dengan kejadian seperti ini, semakin membuat Tini kehilangan setitik kasih sayang yang sempat terselamatkan untuk Yasmin.     Ketika sudah puas memukuli Yasmin dengan rotan, Heru berdiri dengan tegap dan menatap Yasmin yang meringkuk dengan tubuh menggigil menahan dingin serta sakit. “Sudah kubilang ratusan kali, jaga sikap, jaga diri, demi menjaga kehormatan keluarga! Tapi lihat apa yang kau lakukan! Kau malah membuang kotoran tepat pada mukaku!”     Yasmin semakin meringkuk mendengar teriakan ayahnya. Yasmin merasa fisik dan mentalnya begitu lelah. Ia menangis pilu. Kenapa Yasmin harus mengalami semua ini? Apa salah Yasmin, dan kenapa semua orang tidak ada yang memercayainya? Apa selama ini Yasmin seberdosa itu, hingga tak ada yang bisa melihat bahwa Yasmin memang tidak pernah melakukan hal tak bermoral itu.     “Mulai saat ini, kau tidak boleh melangkah ke luar rumah. Mau tidak mau, kau harus tetap berada di rumah. Kau juga tidak boleh berhubungan dengan orang lain. Ini hukumanku atas semua tindakan tercela yang kau lakukan!”     Heru berbalik dan berkata pada istrinya, “Bawa dia ke kamar. Malam ini jangan beri dia makan.”     Tini tak menampilkan ekspresi apa pun lalu menarik tubuh lemah Yasmin menuju kamar putri sulungnya itu. Tanpa berbelas kasih, Tini mengempaskan tubuh Yasmin. Ia berkata, “Selama ini keberadaanmu saja sudah menjadi tekanan berat bagiku. Aku melahirkan seorang putri yang bisu, itu sudah menjadi aib bagiku di tengah masyarakat. Dan kini kau membuat aib yang lebih besar dengan melakukan hal tidak moral seperti itu.”     Setelah itu, Tini meninggalkan putrinya yang terkapar tak berdaya. Yasmin menangis tersedu-sedu. Padahal ia berharap setidaknya keluarga menjadi orang terakhir yang berpaling dan meninggalkannya. Tapi ternyata harapan Yasmin kembali patah. Tidak ada satu pun yang memercayainya.     Yasmin tidak bereaksi saat pintu kamarnya diketuk. Beberapa saat kemudian pintu terbuka dan ternyata Ratna yang mengetuk pintu. Adik Yasmin itu melangkah perlahan dan duduk di lantai dekat tepi ranjang. Ia menyentuh pipi dan sudut bibir Yasmin yang dipenuhi memar. “Kakak, mau Ratna temani?”     Yasmin membuka matanya dan bertemu tatap dengan netra adiknya yang polos. Air mata Yasmin kembali menetes deras. Ia mengulurkan kedua tangannya, meminta pelukan dari adik yang sangat ia sayangi. Ratna yang mengerti permintaan kakaknya segera memberikan pelukan hangat.     Yasmin menangis tersedu-sedu. Ia hampir saja lupa akan satu fakta penting. Jika pun satu dunia berpaling dan tidak peduli pada dirinya, Yasmin percaya akan ada satu orang yang tetap memercayai dan menyayanginya dengan tulus. Orang itu tak lain adalah Ratna, adik tersanyangnya.     “Kakak, Ratna percaya pada Kakak. Jika pun Kakak melakukan kesalah yang tidak disengaja, Ratna yakin bahwa Kakak kesalahan itu memang sudah menjadi takdir Tuhan. Kakak, Ratna akan selalu ada di sini. Jadi, Kakak harus kuat. Kita hadapi semua ini bersama, Kak.”     Yasmin mengangguk dan mengeratkan pelukannya pada Ratna. Ya, karena masih ada orang yang berada di sisinya, maka Yasmin harus bertahan. Setidaknya, Yasmin harus bertahan untuk Ratna. Untuk adik yang ia sayangi. Yasmin akan hidup, demi Ratna.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD