Kecelakaan Yang Terjadi

2006 Words
Orang-orang yang berada disana seketika mendekat karena kecelakaan yang baru saja terjadi. Mobil yang baru saja membuat kecelakaan kini juga berhenti setelah kehilangan kendalinya. Orang yang membawa mobil keluar dan langsung jatuh pingsan setelah mobilnya menabrak trotoar. Kayla merasakan pusing yang teramat dikepalanya, telinganya juga berdengung hebat, nafasnya memburu. Tapi, dia masih seratis persen sadar. Kayla mengerjapkan matanya, menormalkan detak jantungnya dan berusaha bangkit mengangkat tubuhnya. Dia lalu sadar kalau dirinya tak terluka sama sekali padahal dia melihat dengan jelas bagaimana sebuah mobil dengan kecepatan tinggi yang melaju ke arahnya. Bagaimana ice creamnya terlempar lepas dari tangannya. Tapi mengapa tubuhnya yang sekarang bisa berada di pinggir jalan? "Tolong dia!" teriak orang-orang yang panik dan saling bersahutan kininmulai memenuhi telinganya. "Kamu tidak apa-apa?" tanya seseorang. Beberapa orang juga datang menghampiri Kayla untuk melihat kondisinya. Kayla mengangguk perlahan. Dirnya masih merasa linglung. Dalam ingatannya lalu terlintas wajah seseorang yang menyelamatkannya. Dia lalu menoleh cepat kearah dimana kerumunan orang berada. Kayla segera bangkit dan berjalan tertatih menuju kerumunan itu "Eh," cegah orang-orang yang melihat Kayla panik. Kayla tak memerdulikan mereka, dipikirannya hanya ada satu orang sekarang. "Liam," panggil Kayla lirih. Dia terus berjalan walau tubuhnya terasa remuk. "Kayla!" teruak seseorang. Itu Juna yang baru keluar dari cafe karena keributan yang terjadi di depan cafe, dia berlari menghampiri Kayla. Kayla lagi-lagi tak menghiraukan siapapun, dia lalu membelah kerumunan untuk memastikan siapa yang menjadi pusat perhatian kerumunan itu. Jatungnya berhenti berdetak sejenak. Kayla menahan nafasnya, dia membekap mulutnya ketika melihat dengan jelas siapa yang sekarang sedang berlumuran darah diatas aspal itu. Kayla segera menghampiri orang itu, dia menangkup wajahnya. "Liam," lirih Kayla saat mendapati Liam yang tergeletak ditanah. Liam lah yang menyelamatkan nyawa Kayla dan membahayakan nyawanya sendiri. Kayla memanggilnya lagi serta menyeka darah yang terus mengalur dari kepalanya. Liam membuka matanya perlahan, kesadarannya maaih bisa dia gapai. "Kay... Sakit..." suara Liam terdengar sangat lirih. Kayla tak dapat lagi menahan airmatanya. Dia mengangkat kepala Liam dan membaringkannya diatas pahanya memviarkan celananya basah karena darah Liam. "Tolong!" teriak Kayla meminta tolong. Orang-orang yang ada disana segera menuju rumah sakit dibelakang mereka untuk memanggil bantuan. "Liam bertahan, jangan tutup mata kamu tolong," ujar Kayla memohon. Juna memerhatikan keduanya dari belakang. Dia lalu menghampiri Kayla bersamaan dengan pertolongan dari rumah sakit tiba. "Ayo Kay," ujar Juna sambil memegang kedua pundak Kayla yang bergetar karena tangis. Liam diangkat kedalam rumah sakit dengan tandu. Liam tak bisa lagi menahan kesadarannya hingga dia kehilangan kesadaran sepenuhnya. Kayla mengikuti kemana Liam dibawa bersama Juna disampingnya. Ketika Liam dibawa masuk kedalam ruang UGD... sama seperti Juna kemarin, dia tidak bisa ikut masuk. Dan yang dilakukannya adalah menunggu di depan. Juna lalu menarik Kayla untuk duduk di salah satu kursi, sedangkan Juna kini berjongkok dihadapan Kayla yang masih terisak. "Maaf Kay," ujar Juna terlebih dahulu sebelum dirinya memeriksa Kayla apakah ada yang luka atau tidak. Juna mendapatkan celana Kayla yang robek dan kulitnya terluka. "Tunggu sini," ujarnya dan berlalu pergi. Dia hendak membeli obat merah. Kayla menatap kepergian Juna, dia lalu kembali mengalihkan pandangannya ke ruang UGD. Dia terus berdoa di dalam hati. Juna kembali tak lama kemudian, dia juga segera kembali berjongkok dihadapan Kayla. Kayla hanya diam ketika Juna mengoleskan obat merah di lututnya. Air matanya perlahan berhenti. Hanya ada harap-harap cemas di dalam dirinya. Setelah selesai, Juna ikut duduk disamping Kayla. Tiba-tiba Liam dibawa keluar dari UGD. "Siapkan ruang operasi sekarang!" perintah sang dokter cepat yang berjalan lebih dulu dengan Luam yang terbari diranjangnya dan didorong oleh beberapa yang bertugas. Kayla dan Juna langsung berdiri dikala melihat Liam yang diabawa menuju suatu tempat. "Ruang operasi?" gumam Kayla kembali dengan degup jantungnya yang cepat. Salah satu suster disana menjawab Kayla, "Akibat benturan yang kuat dikepalanya menharuskan kita mengambil tindakan," ujarnya. Kayla menutuo mulutnya. Liam terus dibawa hingga dia masuk kedalam ruang operasi. Kayla dan Juna kembali menunggu di depan. Begitu lampu nya menyala pertanda operasi akan dimulai, Kayla tak bisa berhenti bolak balik kalau bukan Liam yang menghentikannya. "Kita duduk aja ya, Kay," ujar Juna lembut. Dia merangkul Kayla dan membawanya untuk duduk sambil menunggu. Kayla menangkup kedua wajahnya. Air mata yang sedari tadi ingin keluar kembali langsung ia tumpahkan. Juna mwngelus lembut surai milik Kayla. Dia juga mengusap bahunya bergantian. Setelah tangisan Kayla mereda, Kayla baru berani mengangkat wajahnya. Dia mengusap wajahnya yang sembab. Juna juga membantu Kayla membersihkan sisa airmata diwajahnya. "Sekarang kamu boleh berharap, Kay," ujar Juna tiba-tiba. "Hm?" bingung Kayla masih sedikit terisak. Dia juga menatap Juna bingung. "Aku pernah bilanh kalau aku ga suka berharap. Tapi sekarang, ayo kita berharap Kay," jelas Juna. Juna memang benci dengan harapan. Tapi setelah melihat Kayla, bagaimana perempuan itu sangat mengkhawatirkan Liam, bagaimana gadis itu menangisi keadaan Liam meski dia mantan kekasihnya, Juna lalu mulai berfikir kalau sebenarnya Kayla masih menyukai Liam. Juna bukan orang egois yang akan memaksakan perasaannya sendiri. Jadi, dia memilih untuk menyembunyikan perasaannya. "Semoga..." mulai Juna sambil mengangkat kedua tangannya. Kayla perlahan mengikuti Liam, "Semoga..." "Liam berhasil melewati semuanya, semoga Liam baik-baik saja," ujar mereka bersamaan. "Aamiin," akhir mereka bersama. "Kamu boleh berharap kapan pun. Terus berharap, Kay. Tapi kamu juga harus siap dengan kabar terburuknya," ujar Juna. Isakan Kayla benar-benar berhenti. Matanya bengkak akibat sudah terlalu lama menangis. Kayla juga sudah menormalkan degup jantungnya kembali. "Tunggu disini ya, Kay," ujar Juna. Kayla lalu menahan lengan Juna cepat, "Mau kemana?" tanyanya. "Beli air dulu," jawab Juna. Kayla lalu mengangguk, dia juga melepaskan pegangannya pada lengan Juna. Selepas itu, Juna beranjak dari sana dan pergi mencari air minum. Saat Juna kembali pergi meninggalkan Kayla, dia kembali menatap pintu ruang operasi dimana Liam sedang berjuang dengan nyawanya di dalam sana. "Segera ambil darah A, kita kekurangan darah. Pasien mengeluarkan banyak darah!" Teriak seorang dokter yang tiba-tiba keluar dari ruang operasi bersama seorang dokter lainnya. Kayla langsung berdiri mendengar itu, tpi dia tak sempat bertanya karena kedua dokter itu yang berlari menjauh. Kayla menatapk kembali ruang operasi. Juna kembali dengan sebotol air ditangannya. Dia heran ketika Kayla mematung menatap ruang operasi. "Kenapa Kay?" tanya Juna setelah menghampiri Kayla. "Liam... Kata dokter Liam kehabisan darah," ujar Kayla. Lalu kedua dokter itu kembali dengan kantong darah yang sudah disiapkan. Mereka kembali masuk cepat. Kayla dan Juna memandang mengikuti pergerakan kedua dokter itu. Juna lalu menggenggam yangan Kayla, "Gapapa, dia pasti kuat," ujar Juna berusaha menenangkan Kayla. "Ayo duduk lagi," ajak Juna sambil membawa Kayla kembali duduk. Dia memberikan sebotol air putih yang tutupnya sudah dia buka lebih dulu dan Kayla menerimanya. Kayla meneguk air itu. Selepas itu, Kayla teringat dengan Vira dan Risda. Dia lalu merogoh sakunya untuk mengambil ponselnya. "Aku mau hubungi teman-temanku dulu," ujar Kayla dan berdiri menjauh dari Juna setelah mendapat anggukan darinya. Kayla lalu mendial nomor Vira, dia srgera melakukan panggilan dengannya. Suara berdering terdengar ditelinganya beberapa detik sebelum akhirnya Vira menjawab panghilannya. "Halo Kay," sapa Vira terlebih dulu. "Liam kecelakaan," ujar Kayla langsung ke topik. "Hah?!" sepertinya Risda juga mendengar perkataan Kayla karena dia juga berteriak terkejut bersama Vira. "Terus lo dimana sekarang? Liam gimana?" tanya Vira. "Rumah sakit yang tadi, Kalian kesini ya," ujar Kayla. "Iya kita kesana sekarang," balas Vira lalu menutup panggilannya sepihak. Setelah itu, Kayla kembali duduk disamping Liam. Kayla teringat sesuatu, "Bunda gimana?" tanya Kayla. "Baik, tadi aku sempat ke ruangannya bunda udah bangun," balas Juna. "Syukurlah," lega Kayla. Kini sisa satu yang Kayla kgawatirkan. Dia tak berhenti menatap pintu ruang operasi dan juga lampunya. Berharap lampunya segera mati dan dokter membawa kabar baik untuknya. "Kayla!" panggil seseorang dari kejauhan. Itu Vira dan Risda, mereka mendekati Kayla sambil berlari kecil. Saat mereka sampai, mereka segera memeluk Kayla. Mereka juga melihat wajah Kayla yang sembab. Juna menggeser tubuhnya memberikan jarak untuk Kayla dan teman-temannya. "Liam gimana Kay?" tanya Risda. Kayla menunjuk ruang operasi, "Belum selesai dari tadi. Ini sudah dua jam lewat," jawab Kayla. "Gapapa Kay, Liam kuat. Lo tau itu kan," ucap Risda menyemangati Kayla. Vira yang menyadari lebih dulu keberadaan Juna bertanya, "Dia siapa Kay?" tanyanya sambil mengendikkan dagunya menunjuk Juna. "Temanku, itu yang namanya Juna," jawab Kayla. Vira dan Risda lalu teringat kalau Kayla sempat menceritakan soal Juna. "Juna, ini teman-temanku. Yang ini Vira dan yang ini Risda," ujar Kayla memperkenalkan Vira dan Risda kepada Juna. Juna tersenyum, "Halo, Juna," ujarnya membalas. "Halo," balas Vira dan Risda juga. Vira dan Risda ikut duduk di samping Kayla menunggu kabar dari Liam. Beberapa menit berlalu mereka tetap menunggu hingga kini lampu ruang operasi itu mati. Beberapa dikter yang menangani keluar disusul dokter yang bertanggung jawab atas operasi yang dijalankan untuk Liam. "Bagaimana dok?" tanya Kayla langsung setelah berhadapan dengan dokter itu. "Berjalan lancar. Keadaannya sudah melewati masa krisisnya," ujar sang dokter. Kayla dan yang lainnya mendengarkan dan lega. "Tapi, ada kemungkinan dia akan mengalami koma beberapa hari. Tapi dia bisa saja bangun beberapa jam nanti dengan kondisi yang akan mengalami lupa ingatan untuk beberapa hari," lanjut sang dokter. "Tapi, kamu juga harus siap dengan kabar terburuknya," Kayla teringat dengan ucapan Juna tadi. Kini dia mendapatkannya. "Terima kasih, dok," ujar Juna. "Sebenyar lagi dia akan dipindahkan ke ruangan biasa, kalian boleh menjenguknya saat disana. Kalau begitu saya permisi dulu," jelas sang dokter sambil pamit dan beranjak dari sana. Vira dan Risda segera memeluk Kayla erat, "Gapapa Kay, hanya untuk beberapa hari kedepan," ujar Risda menyemangati. "Gua udah harus balik ke Jakarta lima hari lagi. Kalau Liam belum pulih saat itu... gue ga bisa tenang," ujar Kayla. "Itu masalah belakangan, kita bisa bantu urusin itu kok," balas Vira dan diangguki Risda. Mereka lalu melepaskan pelukan mereka. *** "Ayo ketemu bunda," ajak Kayla saat keluar dari ruangan Liam dan menghampiri Juna yang duduk menunggu di depan ruangan itu. Liam sudah dipindahkan sejak satu jam yang lalu. Vira dan Risda sedang keluar mencari makan. Juna mendongak menatap Kayla, "Kay..." panggil Juna lirih. "Hm?" sahut Kayla. Tapi Juna langsung menggeleng untuk mengenyahkan pikirannya, "Tidak, bukan apa-apa," ucapnya. "Beneran mau ketemu bunda?" tanya Juna. Kayla mengangguk, "Iya. Liam belum sadar, jadi aku mau ketemu bunda dulu," jelas Kayla. Sebenarnya selain ingin bertemu dengan bundanya Juna, Kayla tak ingin terus-terusan menatap wajah hampa Liam didalam sana. Dia tak kuat menahan tangisnya jika terus melihat keadaan Liam. Juna tersenyum tipis, "Ya udah ayo," ujarnya dan berdiri. Kini mereka beranjak pergi menuju ruang rawat inap bunda Juna. Mereka masuk setelah Juna mengetuknya. Kayla dan Juna melihat bunda Juna yang sedang berbaring diatas ranjangnya sambil melihat ke luar jendela yang menampakkan langit malam. Benar, saat ini malam sudah tiba sejak beberapa menit yang lalu. "Bun..." panggil Juna dan bundanya menoleh. Sejak terbangun, penyakit bunda Juna tak lagi kambuh. Dia bisa mengingat dengan jelas Juna saat ini. Tapi bukan berarti dia sembuh dari penyakit itu. Bunda Juna tersenyum melihat Juna yang datang bersama Kayla. Entah kenapa, bunda Juna langsung mengingat Kayla. "Malam bunda," sapa Kayla saat tiba disamping ranjang bunda Juna. Dia juga mencium tangannya. "Kamu habis nangis sayang?" tanya bunda Juna saat melihat wajah Kayla yang sembab dan matanya yang bengkak. Kayla tak menjawabnya, dia hanya tersenyum canggung. "Kenapa hm?" tanyanya lagi sambil mengusap-usap punggung tangan Kayla. "Em... Teman aku kecelakaan, dia dirawat di lantai bawah," jawab Kayla pada akhirnya. "Ya ampun, terus keadaannya gimana?" Kayla menggeleng sambil tetap mempertahankan senyumnya, "Belum sadar, kemungkinannya dia akan koma atau lupa ingatan dalam beberapa hari," balas Kayla lagi. Juna mengambilkan kursi untuk Kayla duduki, "Duduk, Kay," ujarnya meminta kayla duduk. Mereka beetiga berbincang beberapa saat. Dan tak tau kenapa, Kayla merasa tenang saat berada disisi ke dua orang itu. "Kayla ke bawah dulu ya, bun," pamit Kayla. Selepas itu Kayla kembali ke bawah dengan Juna yang tetap menemaninya. Vira dan Risda juga baru sampai. Mereka membawakan dua bungkus makanan untuk Kayla dan Juna. "Kalian makan aja dulu, gantian kita yang jagain Liam," ujar Vira memberikan dua bungkus makanan itu kepada Kayla dan Juna. Mereka menurut. Mereka lalu menuju kantin rumah sakit karena hanya disana mereka bisa makan. Kayla dan Juna memakan makanan mereka dalam diam. Juna terus menerus mencuri pandang ke Kayla. Bayang-bayang saat Kayla berbicara dengan Liam yang belum sadarkan diri terus menghantui pikirannya. Sebenarnya Juna tak ingin peduli, tapi hatinya berkata lain. Dia kembali menghela berusaha mengusir ingatan itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD