Berbincang Masalah Pekerjaan

2034 Words
Kayla dan Juna sudah akan pulang setelah Juna menyelesaikan pekerjaannya. Waktu kini sudah menunjukkan pukul enam sore. Terhitung sudah sekitar dua jam Kayla berada di cafe Juna. Mereka berbincang sambil sesekali Juna melakukan pekerjaanya. Juna melepas apron miliknya. Dia lalu berpamitan pada pekerja lain. Juna menghampiri Kayla yang sedang menunggunya di depan cafe. "Sudah," ucapnya saat sampai dihadapan Kayla. "Yuk," ajak Kayla untuk berjalan menuju halte. Mereka menikmati langit sore yang perlahan berganti menjadi malam. Mereka tiba di halte beberapa saat kemudian. Bis mereka belum datang, mereka masih harus menunggu beberapa menit lagi. Halte tampaknya sudah tak begitu banyak penumpang di jam segini, jadi mereka bisa menunggu sambil duduk. "Kay, minggu nanti kosong tidak?" tanya Juna. Kayla berfikir sejenak, "Kosong sih, kenapa memangnya?" Kayla balik bertanya. "Bunda aku ulang tahun, mau bantu aku buat rayain ga?" Kayla tersenyum, "Bunda kamu? Benarkah? Boleh dong, boleh sekali," balas Kayla yang tampak bahagia. Juna tertawa, "Kan yang ulang tahun bundaku bukan bundamu," ujar Juna. Perlahan tawa Kayla mengecil. "Orang tua aku cerai, jadi aku tinggal sama nenek dari dulu," ujar Kayla berusaha membuat senyuman diwajahnya. Juna yang mendengar itu langsung membeku. "Kamu boleh panggil bundaku sebagai bundamu juga," ucap Juna yang membuat Kayla langsung menoleh cepat. "Bunda?" "Iya, Kay. Bunda juga ga bakal marah kok," ujar Juna meyakinkan. "Terima kasih banyak, Juna," ucap Kayla tulus. Juna sudah banyak membantu dirinya. Merubah kesedihan menjadi kebahagian adalah suatu hal yang Juna kuasai bagi Kayla. Kayla bersyukur bertemu dengan Juna di kota yang baru baginya. Juna tersenyum sangat tulus, "Tapi... Jangan kaget ya, Kay," ujarnya pelan tapi masih bisa didengar Kayla. "Hah? Kaget kenapa?" tanya Kayla. Juna langsung menggeleng cepat, "Tidak, bukan apa-apa," ucapnya. "Oh." Tanpa mereka sadari tiba-tiba seseorang duduk disamping Kayla. Awalnya Kayla tak peduli siapa orang itu. Tapi ia merasa kalau dirinya selalu ditatap oleh orang itu. Sedangkan Juna hanya memandang lurus ke depan tak menyadari kehadiran seseorang di samping Kayla yang satunya. Kayla menoleh untuk melihat siapa orang itu. Dia hampir saja terjungkal saat tahu siapa orang itu. "Liam!" kaget Kayla yang membuat Juna ikutan menoleh. Dia melihat seorang laki-laki yang beberapa kali ia lihat akhir-akhir ini. Juna ingat, Kayla pernah cerita kalau laki-laki yang dilihatnya sekarang adalah mantan kekasih Kayla. Dia yang melukai hati Kayla. "Iya, Kay," ujar Liam sambil tersenyum. Dirinya berdempetan dengan Kayla, tapi Kayla yang menyadari itu langsung menggeser tubuhnya hingga kini berbalik dekat dengan Juna. Posisi Kayla berada diantara Juna dan Liam. "Halo, Liam," ucap Liam memperkenalkan dirinya kepada Juna, dia juga mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan. Kayla dan Juna serempak melihat uluran tangan Liam. Lama Juna baru menjabat tangan Liam. "Juna," ucap Juna. Suasana menjadi canggung. Liam beralih menatap Kayla. Dia hanya menatapnya lama sambil tersenyum. Juna melihatnya, dia melihat bagaimana tatapan Liam kepada Kayla. Entah kenapa, ada rasa yang mengganjal dihatinya. Dia kemudian memalingkan wajahnya agar tak melihatnya lagi. Kayla juga tahu kalau dirinya terus menurus diperhatikan oleh Liam. Itu membuatnya tak nyaman. Disaat yang tepat, bis tujuan Kayla dan Juna tiba. Kayla lalu refleks menggenggam jemari Juna dan menariknya pergi dari sana. Ia bahkan tak mengatakan apapun kepada Liam. Liam melihatnya, dia melihat bagaimana Kayla menarik lakiclaki itu menjauh, dia juga melihat genggaman balasan dari laki-laki itu. "Hati-hati, Kay," ujar Liam pelan membiarkan kepergian Kayla dengan Juna. Sedangkan Juna, laki-laki itu justru sangat terkejut dengan tindakan yang dilakukan Kayla. Dia melihat jemari Kayla yang menggenggamnya erat saat menyeretnya pergi dari sana. Juna tahu Kayla tak nyaman disana. Tapi entah kenapa Kayla malah menarik dirinya untuk pergi bersama. Juna lalu menggenggam balik jemari Kayla. Dia justru merasa nyaman dalam genggaman itu. sudah lama dia tak merasakan itu lagi. Sebuah senyum kecil terbit di wajahnya. Mereka naik ke bis bersama tanpa menghiraukan keberadaan Liam lagi. Seperti biasa, Kayla duduk didekat jendela dengan Juna disampingnya. "Kay," panggil Juna. Genggaman tangan mereka belum terlepas. Saat Kayla tersadar, ia baru melepaskan genggaman mereka. "Maaf," ucap Kayla. Juna menggeleng bukan itu yang mau didengarnya dari Kayla. "Kay, tidak apa-apa?" tanya Juna. Kayla menoleh, "Hm?" "Kamu... Gapapa?" tanya Juna lagi. "Oh.. Iya gapapa kok," ucap Kayla sambil memalingkan wajahnya keluar jendela menghindari tatapan Liam. Juna menatap Kayla dalam yang sedang mengalihkan pandangannya. Perempuan itu kini merasakan panas di matanya. Dia menahannya. Dia tidak akan membiarkan airmatanya keluar lagi. Kayla terus menatap jalanan hingga kantuk mendominasinya. Perlahan, punggungnya ia sandarkan ke kursinya. Kepalanya ia letakkan di jendela hingga membuat benturan-benturan kecil di sana. Tapi Kayla sudah tak bisa menahan kantuknya lagi hingga ia benar-benar jatuh tertidur. Juna melihat semuanya. Dia melihat kepala Kayla yang terbentur-bentur dijendela. Dia belum berani mengambil tindakan saat Kayla masih setengah sadar. Setelah yakin Kayla sudah tertidur sepenuhnya, lengan Juna lalu terangkat. Ia menarik kepala Kayla yang terbentur-bentur dan meletakkannya di bahunya agar Kayla bisa bersandar dan tidur dengan nyaman di perjalanan. Juna kembali menatap kedepan setelah dia juga membenarkan anak rambut Kayla yang terjatuh menutupi wajahnya. Beberapa menit seperti itu hingga mereka tiba di halte. "Kay..." panggil Juna lembut untuk membangunkan Kayla. Dia juga mengusap kepala Kayla. Kayla mengerjap, matanya perlahan terbuka. Tubuhnya lalu ia tegakkan, ia tak sadar kalau dirinya baru saja tidur di pundak Juna selama perjalanan pulang. "Sudah sampai?" tanya Kayla dengan suara khas bangun tidur. Dia mengucek matanya untuk menghilangkan rasa kantuk. "Iya, sudah sampai. Ayo turun," ajak Juna. Kini dia yang meraih lengan Kayla dan menuntunnya turun dari bis. "Aku duluan ya," pamit Kayla. Tapi, Juna menahannya. "Jangan pulang sendiri sekarang, ayo aku antar," ucap Juna yang malah membuat Kayla semakin terdia.. "Tidak usah, gapapa Juna," tolak Kayla. "Ayo, Kay. Kamu baru bangun, aku takut terjadi sesuatu nanti sama kamu kalau pulang sendirian," ujar Juna. Juna memang mengkhawatirkan Kayla. Dia tahu Kayla baru bangun, jadi perempuan itu pasti belum bisa terlalu fokus berjalan. Terlebih saat Juna terus melihat Kayla yang menahan agar tidak menguap. Dan juga, saat ini sore sudah hampir berakhir dan gelapnya malam akan mendominasi. Jika Kayla tidak mengantuk, Juna tidak akahn khawatir. Juna sendiri bingung kenapa dia menjadi khawatir kepada Kayla. "Ayo Kayla," ajak Juna lagi. Kini dirinya kembali menarik lengan Kayla. Dia mengenggam tangannya dan mengajaknya untuk berjalan. Kayla tak bisa menolak, dia hanya melihat bagaimana Juna menggenggamnya dan menariknya untuk segera jalan kaki bersama. Tanpa terasa mereka sudah sampai di depan kontrakan Kayla. "Terima kasih Juna, maaf aku merepotkan," ucap Kayla sambil tertunduk. "Tidak, Kay. Kamu tidak merepotkan," ucap Juna membantah perkataan Kayla. "Aku pulang dulu kalau gitu," pamit Juna dan berbalik pergi setelah memastikan Kayla masuk ke dalam rumahnya. Juna lalu berbalik, dia berjalan menjauhi kontrakan Kayla. Perlahan tangannya terangkat menyentuh detak jantungnya. "Kenapa ini?" gumamnya. Juna tiba-tiba teringat percakapannya dengan Tyo tadi pagi. Flashback. Tyo menyenggol bahu Juna yang sedang diam melamun. Padahal Juna baru saja datang. "Lagi kenapa ni bos kita?" tanya Tyo sambil bercanda. "Yo," panggil Juna. "Iya kenapa? Soal Dinda?" tanya Tyo asal-asalan. Itu malah membuat Juna berdecak kesal, "Bukan dia, tapu Kayla," ucap Juna. "Hah? Siapa?" tanya Tyo hanya ingin memastikan pendengarannya tidak salah. "Kayla," jawab Juna. Tyo langsung duduk tegak. Dia bersiap mendengarkan cerita temannya ini. Sudah sekian lama dia menunggu cerita tentang Kayla yang keluar dari mulut temannya ini. "Oke, lanjut," ucap Tyo. "Semalam dia ikut aku ke lapangan buat liat aku tanding," tutur Juna. "Kamu yang ajak?" tanya Tyo dan Juna mengangguk menjawabnya. "Bagus." "Terus, si Aldo... Dia ngedeketin Kayla kemarin," ungkap Juna yang membuat kuping Tyo ikut panas mendengarnya. "Ya ampun itu orang. Belum puas atau gimana udah ambil punya teman sendiri," ucap Tyo kesal. "Aku jauhin Kayla dari Aldo." "Pintar," sahut Tyo bangga. "Kenapa ya, Yo?" tanya Juna yang membuat Tyo kebingungan. "Hah? Kenapa apanya?" "Kenapa aku mau Kayla jauh dari Aldo? Kenapa aku marah waktu Aldo deket-deket Kayla?" tanya Juna lebih jelas. Tyo tersenyum, "Akhirnya," gumamnya senang. "Terus kenapa ya, Yo kalau aku deket-deket Kayla sekarang, rasanya kayak ada sesuatu. Bisa dibilang... Hampir sama seperti yang aku rasain waktu masih sama Dinda," lanjut Juna. Senyum Tyo semakin melebar. "Kamu suka Kayla," ungkap Tyo langsung. Juna terkejut mendengar perkataan Tyo. "Ga mungkin, Yo. Kita teman," ucap Juna. Tyo membulatkan matanya, "Teman juga bisa timbul perasaan kali, Jun," jelas Tyo. "Ga mungkin, Yo. Dinda... Rasanya masih sama, susah buat lupa," ucap Juna yang membuat Tyo kesal. "Sudahlah Jun. Lupain Dinda. Dia bahkan ga peduli lagi sama kamu," ucap Tyo kesal karena Juna selalu mengingat Dinda. Tadi Tyo sudah senang karena mengetahui, setelah sekian lama akhirnya Juna membuka hatinya untuk orang lain meski laki-laki itu sendiri tak menyadarinya. Tapi Kini, dia merasa kesal setelah mendengar alasan bantahan Juna. "Juna, buka mata kamu Jun. Kayla bahkan lebih baik dari Dinda. Lupain dia, lupain Dinda, Juna," ujar Tyo lagi. "Kayla memang baik, tapi gimana kalau dia nanti sama saja seperti Dinda? Gimana kalau setelah tau dia juga pergi?" tanya Juna yang membebani pikiran dan alasan ketakutannya. Kali ini Juna tak salah. Dia diam dan memikirkan hal itu. "Minggu ini," ujar Tyo. Juna mengeryitkan keningnya, "Minggu ini?" beonya. "Iya, minggu ini kan bundamu ulang tahun," ucap Tyo. Juna mengangguk, "Lalu?" "Gini, kamu coba ajak dia buat rayain ulang tahun bunda kamu sama-sama. Tapi jangan bicarakan keadaan bundamu saat itu. Tutupi dulu. Nah kalau dia setuju minggu ini ikut denganmu, dia pasti akan melihat keadaan bundamu secara langsung nanti. Terus nanti kita lihat ekspresinya dan reaksinya seperti apa? Dari sana kita akan tahu apa Kayla bukan orang seperti Dinda," jelas Tyo panjang lebar tentang rencananya. Lama Juna terdiam untuk berfikir, "Kamu yakin?" tanya Juna. "Iya, Juna. Tapi kamu juga harus persiapkan diri untuk apapun reaksi Kayla nantinya," ucap Tyo. "Baiklah, nanti akan aku coba," putus Juna untuk menyetujui rencana Tyo. Tyo langsung tersenyum bangga. Dalam hati dia langsung berdoa agar semuanya lancar dan hasilnya sesuai dengan yang diharapkannya agar Juna tidak ragu lagi dengan perasaannya. *** Pagi hari ini adalah salah satu hari spesial bagi kantor Kayla kare atasan mereka tengah berulang tahun atas pernikahannya. Jadi, seluruh karyawan kantor kini tengah berkumpul di ruang auditorium untuk merayakan ulang tahun pernikahan atasannya. Biasanya, di hari ini Dave akan datang bersama istrinya. Jadi seluruh karyawan kantor tengah mempersiapkan kedatangan atasan mereka, begitupun drngan Kayla. "Istri pak Dave cantik banget loh, Kay," ujar Fanny yang berada disampingnya. "Oh ya?" Fanny mengangguk, "udah gitu mereka baik banget lagi. Biasanya setelah kita ngerayain ulang tahun mereka, kita langsung dikasih izin pulang untuk bersiap ke pesta utama mereka malamnya," jelas Fanny. Kayla mengangguk sambil tersenyum. "Mereka biasanya datang jam berapa?" tanya Kayla. Fanny melihat jam tangannya, "Sepertinya sepuluh menit lagi mereka datang," jawabnya. Benar dengan kata Fanny, sepuluh menit setelahnya Dave datang bersama istrinya. Meteka terlihat serasi saat datang bersama, dan benar juga kata Fanny kalau istri Dave sangat cantik. Seluruh karyawan kembali merayakan ulang tahun pernikahan Dave seperti tahun-tahun sebelumnya. Mereka bahagia bersama pasangan itu. "Seperti biasa, kalian boleh pulang lebih cepat hari ini," ucap Dave. Semua bersorak senang. "Jangan lupa persiapkan diri kalian untuk datang nanti malam ya," ujar istri Dave dengan senyum manisnya. Mereka semua mengiyakan, selepas itu Dave dan istrinya berlalu pergi dari sana. Sama seperti mereka, kini semua karyawan sedang bersiap-siap untuk pulang ke rumah masing-masing. Padahal kini waktu baru menunjukkan pukul sebelas siang. "Ayo kita ke mall, Kay," ajak Fanny. "Mall?" Fanny mengangguk, "Iya, kita ke salon juga buat nanti malam," ujarnya lagi. "Apa tidak berlebihan?" "Tidak dong, ini serius Kay. Kamu harus tampil lebih cantik diacara itu terlebih nanti kita datang bersama pasangan," jelas Fanny. Kayla berfikir sejenak, sudah lama juga dia tidak pergi ke mall, "Oke, ayo kita pergi," setuju Kayla. "Yuk," ajak Fanny. Mereka lalu berlalu pergi keluar dari kantor. Mereka naik mobil milik Fanny untuk pergi ke tujuan mereka. Fanny menyetir, ia membelah jalanan yang tampak sepi karena masih jam kantor. Mereka menuju mall terdekat agar tidak memakan waktu lama. Setelah memarkirkan mobilnya, Kayla dan Fanny langsung masuk ke dalam mall. Mereka berkeliling, pertama-tama mereka ke salab satu toko pakaian untuk mencari gaun. "Kay, sepertinya ini cocok denganmu," ucap Fanny sambil menunjukkan sebuah gaun berwarna hitam yang terliwah mewah. Kayla melihat tag harganya. "Terlalu mahal, Fan," ucap Kayla sambil menggeleng. "Ambil saja, aku yang bayar. Anggap ini hadiah dariku," ujar Fanny santai. Itu membuat Kayla terkejut, "Jangan," ujar Kayla menolak. "Aku ga terima penolakan," ucap Fanny. Kayla hanya pasrah. Dia jadi teringat dengan sahabat-sahabatnya di Jakarta, Fanny mirip seperti Vira dan Risda.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD