Jason berjalan memasuki café. Ia mengedarakan pandangan ke sekeliling, lalu berjalan menuju tempat favoritnya. Tempat duduk yang terletak di sudut ruangan dekat jendela besar di sampingnya adalah tempat pilihannya Jason. Ia duduk di sofa hitam yang ada di sana.
“Hai, Jason. Sudah lama, kamu nggak pernah datang ke sini lagi.” seseorang menepuk punggungnya dari belakang, Jason membalikkan tubuh saat mendengarkan suara familiar itu.
“Aku sibuk, Danny. Bisa tolong bawakan aku secangkir espresso?”
“Satu espresso ke meja ini,” Danny berteriak pada seorang pramusaji. “Pasti kamu sedang ada masalah.” Lelaki itu menatap Jason meneliti, “Kamu nggak menjenguk Cherise hari ini?” Danny melanjutkan perkataannya.
“Cherise udah keluar dari rumah sakit,” Jason berkata lirih. “Dia kehilangan sebagian ingatannya dan sekarang dia tinggal di rumahku.” Jason dapat melihat keterkejutan pada wajah Danny, seakan tak percaya dengan apa yang ia katakan barusan.
“Aku nggak bisa menolaknya. Cherise pasti merasa begitu asing dengan dunia barunya. Dia masih terjebak di masa lalu dan nggak bisa keluar dari sana walau dia mau,” Jason melanjutkan perkataannya, ia menatap kosong meja bundar di hadapannya.
“Kamu serius? Dia hilang ingatan?” Danny menaikkan sebelah alis, “Bukankah itu bagus? dia seperti selembar kertas putih saat ini.” Danny melanjutkan perkataannya, lalu tergelak.
“Tentu saja itu nggak bagus.” Jason mendengkus kesal, sahabatnya itu seakan tak bisa mencerna kekhawatirannya.
“Apa yang kau katakan, Bro? Tentu saja, itu sangat bagus, kau bisa memprogram ulang dirinya. Katakan saja, selama ini dia sering memperlakukanmu dengan baik, membiarkan kita nonton pertandingan sepak bola di rumahmu, dan dia akan menyiapkan cemilan untuk kita saat sedang menonton, lalu katakan padanya kalau kalian selalu bercinta setiap malam.” Danny tersenyum lebar, Jason tesenyum tipis mendengarkan ide gila sahabatnya.
“Tidak bisakah kamu serius di saat seperti ini?” Jason mengerutkan keningnya.
“Itu ide terbaik yang bisa kupikirkan saat ini.” Danny menyengir kuda.
“Aku berharap apa dari orang sepertimu, Dan. Hanya ada pemikiran konyol yang ada di otak kecilmu itu.”
Bukannya tersinggung, Danny malah terbahak mendengarkan penuturan Jason, sedang Jason menggeleng-geleng melihat reaksi sahabatnya.
“Apakah kekasihmu tahu mengenai hal ini? Apa Bella tahu mantan istrimu tinggal di rumahmu? Kalian tinggal di bawah satu atap yang sama.” Danny melanjutkan perkataannya.
“Aku sudah memberitahukannya tadi malam,” Jason berkata datar.
Danny menepuk tangan dan tertawa bangga. “Kamu sungguh pria yang berani, Jason. Mana ada wanita yang bisa menerima kenyataan gila itu. Pacarnya tinggal bersama mantannya.”
Jason menghela nafas gusar. “Lalu, apa yang harus kulakukan? Berbohong dan membiarkannya mengetahui semuanya sendiri? Dia bisa lebih marah jika aku melakukan itu.”
“Speak of the devil,” Danny melirik ke arah belakang punggung Jason, “Jangan hancurin café ku ya!” ia menepuk pelan bahu Jason dan berjalan meninggalkan sahabatnya.
“Hai, Sayang.” Jason tersenyum manis ke arah Bella, kekasihnya. Bella tidak menjawab sapaan Jason, ia terlihat kesal dan langsung duduk di bangku kosong yang berada di sebelah Jason.
Bella menatap Jason tajam, seakan minta penjelasan. “Kenapa kamu ngasih mantan istrimu itu tinggal bersamamu? Itu hal tergila yang nggak mau kudengar darimu, Jason.” Bella melipat tangan di dadanya.
“Ini hanya untuk sementara, Sayang.” Jason menarik tangan Bella ke dalam genggamannya. “Kami bahkan nggak tidur di kamar yang sama. Aku malah tidur di sofa tadi malam karna nggak mau ke kamar di lantai yang sama tempat dia berada. Percayalah padaku, Sayang.” Jason menunjukkan raut wajah memelas.
“Tetap saja itu nggak benar, Jason. Bagaimana kamu bisa membiarkan wanita lain tinggal bersamamu? Kalian berdua sudah nggak ada hubungan apa pun dan kamu udah nggak punay kewajiban untuk menjaganya lagi. Suruh dia pergi dari rumahmu!” Bella berkata sarkastis.
“Aku nggak bisa. Keadaannya nggak memungkinkanku untuk memintanya keluar dari rumah. Aku nggak bisa bersikap sekejam itu walau ingin.” Jason berkata lirih.
“Apa karena dia kehilangan ingatannya, jadi kamu menjadi kasihan padanya?” Bella menatap Jason tak percaya, “Jika dia terus tinggal bersamamu, dia akan berharap mendapatkanmu kembali dan aku nggak mau hal itu terjadi. Nggak mungkin, kalian bisa bertahan saat kenangan indah kembali di antara kalian.” Bella menatap sedih ke arah Jason, ia mencengkram kedua lengan bagian atas lelaki itu.
“Kisah kami telah berakhir dan nggak mungkin dimulai kembali. Sekarang kisah kita berdua yang sedang berlangsung,” Jason tersenyum manis.
“Tapi, bila terus bersama, kenangan di antara kalian akan kembali. Aku nggak mau kalau dia sampai merebutmu, Jason.” Bella menatap Jason sendu, “Lebih baik biarkan dia pergi. Aku yakin, jika dia akan baik-baik saja. Justru itu yang terbaik untuknya. Untuk apa kamu membiarkannya terjebak dalam masa lalu dengan kebersamaan kalian?”
Jason tersenyum menenangkan dan mengusap-usap punggung tangan kekasihnya. “Gimana aku bisa membiarkannya pergi saat dia sedang kalut, Bel? Walau bagaimanapun, kami pernah bersama dan nggak seharusnya aku meninggalkannya saat dia kesusahan.”
Bella menatap ke dalam manik mata Jason. Ia merasa iba untuk mantan istri kekasihnya, namun ketakutan yang membalut hatinya jauh lebih besar. Sungguh, tak ada seorang wanita pun di dunia ini yang sanggup melihat lelaki yang mereka cintai bersama dengan cinta lama mereka.
“Aku takut,” Bella tak mampu menyembunyikan getaran dalam nada suaranya.
“Nggak ada yang perlu kamu takutkan, Bel. Percayalah!”
Bella tak mampu menolak lagi. Mungkin sedikit waktu kebersamaan mereka tak ‘kan mengubah apa yang ada di antara dirinya dan juga Jason. “Baiklah, kali ini aku memaafkanmu, tapi ingat jangan melakukan hal yang akan membuatku sakit hati.” Bella melingkarkan tangannya pada lengan kekar Jason, Jason tersenyum lebar dan mengusap puncak kepala Bella.
Jason tidak dapat berjanji untuk tidak menyakiti Bella, karena sampai kapanpun ia hanya menganggap Bella sebagai pelariannya saja. Walau ia menyukai wanita itu, ia tidak dapat mencintai Bella seperti ia mencintai Cherise. Kedatangan Cherise semakin membuat hatinya goyah, ia tidak tahu apakah ia bisa memperlakukan Cherise seperti orang asing? Apakah ia bisa menutup rapat pintu hatinya untuk wanita itu? Saat ini, ia tidak ingin memikirkan hal yang begitu rumit. Hanya melihat wanita itu sehat sudah cukup baginya.
Ia menyerahkan semuanya pada sang takdir, biarkan takdir yang memainkan perannya di dalam kelanjutan hubungannya dengan Cherise. Ia lega sekaligus sedih saat mengetahui kondisi Cherise saat ini, tapi waktu tidak mungkin bisa terulang kembali bukan? Begitupun kisah mereka.