Kalau saja Kayla masih hidup usianya sudah 22 tahun sekarang. Dia pasti sudah duduk di bangku kuliah. Dia juga pasti sedang seru-serunya menceritakan kehidupan kampus. Bagaimana penampilannya sekarang? Apa dia makin dewasa? Apa rambut panjangnya dipotong pendek? Apa dia menjadi salah satu anak alay atau cabe-cabean? Danin pikir itu tidak mungkin. Kayla anak yang periang dan tak suka hal begituan. Pasti Kayla masih suka dengan gaya lamanya, feminim dan lembut. Dia juga menjadi anak yang bermartabat dan memegang teguh adat ketimuran.
“Pada tanggal 2 Januari 2012 pukul 21.00 WIB telah terjadi laka lantas atas nama Danindra Panji Ariandana, pangkat Letnan Dua (letda) NRP 1108090720889 yang bertempat di Jalan Raya Bumiaji, Batu, Malang Jawa Timur. Korban lain atas nama Mikayla Adara Eifelia tanggal lahir 10 Desember 1996 ditemukan dalam kondisi meninggal dunia (MD) di hilir sungai kurang lebih 5 km dari TKP. Laka lantas terjadi karena mobil Toyota Rush warna putih nopol L 3001 DP terperosok ke dalam jurang untuk menghindari truk dari arah berlawanan yang dikemudikan oleh Saudara Permadi (39 tahun, pekerjaan supir ekspedisi). Penyebab kecelakaan adalah pertengkaran yang terjadi antara Letda Danindra dan sdri. Mikayla…”
Barisan kronologi kecelakaan itu dibaca oleh mata basah Danin. Setelah 5 tahun berlalu, dirinya baru berani membuka berkas kecelakaan yang terjadi antara dirinya dan Kayla. Setelah 5 tahun dia memberanikan diri untuk menerima kenyataan bahwa kejadian tragis itu telah menimpa mereka. 5 tahun ini dia selalu menutup mata dan telinga dari segala pembicaraan yang menyangkut tentang kejadian tragis yang membuatnya menyanyikan elegi sepanjang waktu. Elegi berisi sajak sedih kematian orang yang dia cintai.
“Nangis lagi loe, Bro!” pecah suara usil Rizki. Danin menoleh tajam dan mendapati Rizki yang sedang mengunyah kuaci. Danin berdecak kesal.
“Ngapain sih loe? Nempel mulu sama gue. Loe udah gak doyan cewek ya? mau dikemanin tuh si Emil!” timpal Danin sambil menyebut nama Emilia, tunangan Rizki.
“Kalau gue doyan dua-duanya gimana?” ujar Rizki diakhiri dengan bahakan keras yang membuat Danin jijik seketika.
“Najis loe!” ujar Danin kesal. Rizki menyentuh pundak Danin dengan lembut. Danin terkesiap kaget.
“Jujur, aku lebih sayang kamu daripada Emil. Aku selalu ingin kamu bahagia, Dan.” Ucapan Rizki terdengar sangat serius. Danin memasang wajah marah.
“Gue masih suka cewek! Gila loe! Berobat sana!” usir Danin sambil mengibas tangan berotot Rizki.
“Maksud loe? Andai gue bisa jadi cewek, gue mau jadi cewek loe, Dan. Gue gak bisa ninggalin loe dalam keadaan kayak gini. Jangan buat gue gak tega ninggalin loe di Malang sendirian dong. Jangan jadikan nasib loe sama kayak nama kota ini,” ucap Rizki makin mendayu.
Danin hanya bisa menyeringai jijik mendengar perkataan karibnya itu. dia tahu perkataan Rizki setengah bercanda dan setengah serius. Dia tahu Rizki tak tega meninggalkan dirinya sendiri di kota ini. Bagaimana pula hari kepindahan Rizki ke Kediri makin dekat. Kadang Danin merasa tak ingin jauh dari karibnya. Sikap mengganggu Rizki menjadi semangat Danin sepanjang waktu. Tapi, dia tak ingin jadi penghambat karier Rizki lagi.
“Mau kemana loe?” tanya Rizki lagi ketika Danin meraih kunci mobil.
“Gue mau ke SMA Tugu. Mau kasih bunga di depan sekolah Kayla,” ucap Danin jujur. Pandangan mata Rizki mendadak malas.
“Mendingan loe ikut gue lari siang. Ntar sore gue juga mau jalan sama Emil. Biar ntar dia bawa temannya yang juga calon dokter. Cewek Malang oke punya, Bro! Gak kalah sama cewek ibukota. Loe mau kan?” tanya Rizki kembali bersemangat sambil menaikturunkan alisnya.
“Males gue! Udah loe duluan aja!” ucap Danin sambil menyambar kunci mobil.
Ucapan Rizki barusan bagaikan sapuan angin yang tak berguna baginya. Jangankan mengenal perempuan lain, melihat perempuan lain selain Kayla saja Danin enggan. Dia merasa satu-satunya perempuan tercantik di sepanjang masa hanya Kayla dan Kayla. Lebih baik dia langsung pergi dengan mobilnya. Mengabaikan apel siang yang sebentar lagi akan berlangsung. Dia memang terbiasa melanggar aturan. Komandan kesatuan Danin bukannya menutup mata. Hanya sang komandan terlalu iba pada masa kelam Danin. Maka peraturan leluasa itu diberikan pada Danin meski banyak tudingan miring. Sebanding kok dengan karier Danin yang itu-itu saja. Di saat Rizki sudah mengikuti macam-macam kursus perwira, Danin tetap saja menjadi seorang danton.
Akhirnya, mobil baret Danin melenggang leluasa keluar dari gerbang kesatuan. Mobil itu dipacunya pelan menuju sebuah tempat di pusat kota. Balai Kota Malang yang berdekatan dengan SMA Negeri 4 Malang, salah satu tempat legendarisnya bersama Kayla. Di jok samping kemudi sudah tergeletak sebuket bunga krisan putih yang baru dibeli Danin di sebuah pasar bunga di dekat Kodim Malang. Buket bunga itu sejatinya akan diletakkan di depan sekolah Kayla. Biasanya setiap tahun, para siswa yang iba pada Kayla selalu mengadakan acara peringatan Kayla dengan meletakkan bunga di depan sekolah. tentu saja Danin menjadi orang yang tak ingin kehilangan momen itu.
“Lihatlah Kayla, banyak orang yang selalu mengenangmu,” gumam Danin dengan kaca mata hitam bertengger di hidung mancungnya. Dia sudah menatap pagar depan SMA 4 yang ramai dengan para siswa yang sedang mengadakan doa bersama.
“Mereka juga sama tak bisa melupakanku,” balas sebuah suara halus dari bayangan di samping Danin. Danin menoleh dan tersenyum.
“Mereka memang seharusnya tak melupakanmu sama sepertiku,” ucap Danin lagi.
“Mereka seharusnya melupakanku termasuk Kakak,” ucap bayangan Kayla tanpa ragu. Hati Danin berdebar dan tersengat sakit.
“Berhentilah membuatku patah hati terus menerus, Kayla,” ucap Danin sambil melepas seat belt dan membuka pintu mobilnya.
Langkah gontainya berjalan menuju pagar sekolah yang mulai sepi. Para siswa itu sudah bubar dan melanjutkan aktivitas mereka. Beberapa dari siswa masih ada yang terkesima karena melihat seorang tentara mendekati tumpukan bunga. Mereka juga heran karena tentara ganteng berkaca mata itu terlihat teguh di depan bingkai foto cantik Mikayla. Padahal Danin hanya ingin bertukar sapa dan mengucap halo pada foto Kayla dan kenangannya. Dia abaikan saja pandangan para siswa walau ada yang terkesima dengan kerupawanan wajahnya. Tak ada yang lebih menarik dari foto Kayla.
---
Angin menyibak barisan rambut panjang seorang gadis bermata cantik. Menyebarkan aroma segar bunga magnolia dan vanilla ke seantero ruang penjagaan Yonfi 512. Gadis cantik itu cukup menjadi oase di tengah siang yang cukup terik. Hingga beberapa tentara yang sedang berjaga melirik bahkan langsung menyapa gadis bersuara lembut itu. Bahkan, tentara yang sedang memegang senjata laras panjang dan berjaga di bawah pos kecil terang-terangan memandangi gadis berkulit putih itu. Kaum adam berseragam loreng itu terkesima oleh kecantikan si gadis yang lebih pantas disebut bidadari yang turun ke bumi. Namun, aktivitas itu harus terhenti ketika sebuah motor matic mendekat ke arah pos penjagaan.
“Hoey, ngliatin apaan, Sam?” sapa tegas pengendara motor itu. Di d**a kanannya tertulis nama R. Oki Lazuardi. ‘Sam’ adalah panggilan mas dalam bahasa walikan atau bahasa Malangan.
“Siap salah, Pasi,” jawab tegas beberapa dari tentara yang merasa salah. Gadis cantik itu tertawa kecil menahan geli.
“Halo, udah lama nunggunya? Maaf ya anggotaku jelalatan,” ucap Oki lembut tapi tegas. Maklum seragam masih membalut tubuh atletisnya.
“Gak apa-apa kok, Kak. Dara juga baru datang,” kata gadis yang ternyata bernama Dara itu sambil tersenyum manis.
“Ya udah, kita ke mess yuk?” ajak Danin sambil mempersilahkan Dara untuk naik ke motornya. Dara mengangguk pelan.
Dara adalah gadis yang baru seminggu dikenal Oki. Mereka berkenalan saat Oki pulang ke rumah orang tuanya di Araya, Malang. Dara adalah putri salah satu pengusaha, kawan karib orang tua Oki. Mereka berkenalan secara tak sengaja sebab baru kali ini hati Oki berdebar keras karena perempuan. Selama ini dia selalu cuek pada perempuan yang memuja dan menyukainya. Tak salah, siapa juga yang tak terpesona pada Oki. Pemuda yang memiliki darah Jawa dan Palembang dengan sedikit darah Tionghoa dari sang ibu itu memang sanggup membius perempuan mana saja. Ditambah dengan titelnya sebagai seorang perwira muda dengan badan yang gagah.
Raeshard Oki Lazurdi adalah putra semata wayang keluarga Krisna Pambudi. Mereka merupakan pemilik kerajaan bisnis properti dan apartemen di Malang Raya. Keluarga Oki adalah tipikal keluarga kaya raya yang sangat mencintai anaknya. Terbukti dari berpindahnya kedua orang tua Oki ke kota manapun yang didiami Oki. Mereka memiliki rumah di beberapa kota seperti Magelang, Bandung, Jakarta, dan Malang. Ketika Oki pendidikan di Akmil, kedua orang tuanya mengikuti Oki. Pun ketika Oki bertugas di Malang, keluarga Krisna Pambudi mengikuti jejak anak semata wayangnya itu.
Sebenarnya, Oki tidak direstui menjadi tentara sebab orang tuanya ingin Oki meneruskan bisnis keluarga. Tetapi, cita-cita Oki sangat sederhana. Dia ingin mengabdi pada negaranya. Dengan berat hati, Oki diizinkan masuk ke dunia tentara. Dengan berat hati juga, Oki diizinkan hidup dalam kesederhanaan. Selama ini tak ada yang tahu latar belakang Oki yang merupakan seorang pewaris keluarga kaya raya. Di asrama dia selalu tampil sederhana dengan hanya memiliki sebuah sepeda motor matic. Tetapi, dia menitipkan mobilnya yang cukup mewah di sebuah rumah di luar asrama.
Dara adalah wanita pertama yang membuatnya ingin bercinta. Merenda kembali hubungan cinta yang serius. Tentu saja hal itu sangat disambut bahagia oleh kedua orang tua Oki terutama sang ibu. Kedua orang tua ingin Oki segera menikah sebab usia 30 tahun telah menyentuhnya. Siapa yang menyangka kalau kedatangan gadis berusia 22 tahun bernama Dara bisa menjadi titik cerah harapan kedua orang tua Oki. Dari pandangan keduanya, terpancar api cinta yang hangat. Dara yang cantik terlihat sangat menyambut Oki yang rupawan. Keduanya mendekat sedikit demi sedikit.
“Say hello to my home! Welcome Dara, inilah dunia Kak Oki,” ucap Oki senang sambil memperlihatkan sebuah rumah dinas yang dihiasi dengan sebuah mobil dan 2 buah motor matic. Mobil sedan itu milik Rizki.
“Wau, jadi seperti ini rumah dinas itu,” ucap Dara senang sambil membaca plat nama yang tertempel di pintu rumah. ‘Rumah Dinas Pasintel’, begitu bunyi tulisan di papan nama itu.
“Pasintel? Apa itu Kak?” tanya Dara antusias. Oki mendekati gadis cantik itu sambil tersenyum. Dunia militer adalah dunia yang baru baginya.
“Perwira Seksi Intelijen,” ucap Oki pelan. Dara melongo manis dan masih memendam tanya dalam wajahnya.
“Seorang perwira yang bertugas untuk penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan. Seorang perwira yang kegiatannya meliputi pemanfaatan jaringan intelijen secara optimal, pengamanan ke dalam dan ke luar personel, melaksanakan kegiatan penyuluhan hukum, pendataan pelanggaran anggota, melakukan pengecekan gudang senjata dan amunisi, mengadakan pengamanan objek vital, pengamanan hari raya, dan pendekatan kepada tokoh masyarakat; tokoh pemuda; dan tokoh agama.”
Penjelasan Oki hanya diterima dengan wajah heran Dara yang seperti tak tergambarkan. Dia merasa sedang membuka disertasi yang sama sekali tak dimengertinya. Dia bagai membaca sebuah pengetahuan dunia yang baru saja tersibak. Mengenal Oki sama saja dengan menambah pengetahuan baru baginya. Sama sekali tak disangka kalau Dara akan dekat dengan seorang tentara beserta dunianya.
“Apa aku sedang disuruh kuliah dadakan?” tanya Dara geli. Oki terbahak. Dara adalah sosok yang memukai dengan suara manisnya.
“Ya anggap saja ini adalah upaya Dara untuk kenal Kak Oki. Katanya kita sedang proses pengenalan selangkah demi selangkah,” ucap Oki pelan. Dara terkikik kecil. Ya, itu benar. Mereka sedang dalam upaya untuk saling mendekat pada sebuah cinta.
“Okay, tingkah Kakak sungguh menggemaskan,” puji Dara yang membuat Oki tersentuh. Dia mengacak rambut tipisnya. Baru kali ini ada yang menggetarkan hatinya. Baru kali ini tentara seperti Oki merasa kikuk.
“Maaf ya Dara, kalau mengenalku membuatmu pusing. Aku lelaki yang lebih suka laut daripada mall. Aku lelaki yang lebih suka gunung daripada jalan ke salon,” ucap Oki seolah menyiratkan tipe wanita idamannya.
“Aku suka gunung dan laut,” jawab Dara spontan seolah tahu maksud pertanyaan Oki. Keduanya lantas berpandangan dan tersenyum seolah baru bertaut asmara.
---
Mata Dara berbinar senang tatkala melihat kelokan jalan aspal di depannya. Sesekali dia melirik Oki yang sedang mengendarai mobil Honda BRV warna hitam. Siang ini Oki tampak tampan dengan memakai kaos berkerah warna hijau tua dan celana jeans pendek warna krem. Di hidungnya yang bangir telah tertengger kaca mata warna hitam untuk mengurangi silau. Mereka sedang berada di jalanan jalur selatan Kabupaten Malang. Menuju sebuah laut dengan pantai yang indah, pantai Sendang Biru. Ya, keduanya akhirnya nekat mengarungi jarak 73 kilometer demi menyegarkan pikiran. Perjalanan 2,5 jam itu terasa menyenangkan.
“Kamu gak pusing, Dara?” tanya Oki sambil melirik Dara yang terlihat antusias karena perjalanan itu.
“Gak Kak, Dara gak pusing kok. Justru Dara sukaaa sekali sama jalanan berkelok. Lebih terasa sensasinya daripada jalan lurus.” Jawaban Dara membuat Oki merasa tergelitik untuk terus bertanya.
“Kok bisa gitu? Dara aneh deh,” ucap Oki sambil mengganti lagu di pemutar musiknya.
“Kenapa aneh? Enggak kok, jalan berkelok itu penuh dengan misteri. Kita gak tahu ada apa di depannya. Makanya kita harus hati-hati. Jangan memacu mobil terlalu kencang. Sebab di depan belum tentu sepi. Sama seperti hidup kita. Kita harus selalu hati-hati dalam melangkah,” jelas Dara yang dibalas anggukan paham Oki. Makin bertambah rasa kagum dalam hatinya.
“Bener juga ya katamu. Ternyata kamu sangat penuh filosofi,” ucap Oki sambil melirik mesra Dara. Dara tersipu dan memilih untuk menatap kembali jalanan berkelok di depannya. Dia tampak sangat gembira.
“All I needed was the love you gave. All I needed for another day. And all I ever knew. Only you,” tetiba Dara bersenandung lagu cinta milik Selena Gomez berjudul ‘Only You’ yang sedang terputar dari alat kecil di depannya.
“Ups, maaf Kak. Aku cuma terlarut sama lagunya kok,” kata Dara sambil menahan malu. Pipi tirus yang berhias dua lesung pipi memerah. Sebaliknya, Oki malah ikut tersipu malu dan menahan napas gugupnya.
“Aku juga cuma butuh kamu kok,” ucap Oki pelan tanpa berani menoleh ke arah Dara.
Keduanya terdiam dalam perasaan masing-masing. Memang rasa cinta sama-sama menghiasi hati mereka. Tetapi, rasa malu masih menghalangi keduanya. Entah kenapa hati Dara berdebar sekeras ini. Baru kali ini dia merasa berdesir senang tak karuan. Oki, jangan ditanya lagi. Hati Oki telah sepenuhnya jatuh pada Dara. Entah mengapa dia merasa yakin pada pilihannya kali ini. Mungkin karena mereka bertemu di depan orang tuanya. Tuhan telah mempertemukan mereka dengan cara yang tak disangka. Bukan perjodohan orang tua, tapi perjodohan oleh Tuhan, mungkin.
“Uwa, itu lautnya!” lonjak Dara senang sambil menunjuk hamparan air laut yang biru menyembul dari rerimbunan pepohonan. Wajah cantiknya terlihat sangat senang. Oki yang terdiam juga ikut senang melihat tingkah ceria Dara. Dia semakin memacu mobilnya untuk sampai di pantai indah itu.
“Kamu bahagia sekali sih, Dek?” tanya Oki sambil mesem manis.
“Kurasa semua orang pasti bahagia melihat ombak yang berkejaran,” jawab Dara tanpa menoleh pada Oki yang sedang berdebar-debar.
Hati Oki berdebar senang terutama ketika melihat Dara sangat ceria bermain dengan ombak-ombak yang tak terlalu besar. Ombak-ombak itu terlihat menyambut kaki mungil Dara. Dia sangat ceria seperti anak kecil yang bertemu dengan air. Baru kali ini Oki mengenal gadis yang 8 tahun lebih muda darinya. Gadis yang masih manja tetapi bisa mengejutkan dirinya dengan sikap-sikap manis. Mengejutkan dirinya dengan filosofi-filosofi dewasanya. Rasanya Oki ingin segera memiliki Dara. Tanpa sadar dirinya tersentuh cinta.
“Kenapa kamu suka sekali menulis namamu di pasir? Nanti juga dihapus ombak lagi,” ledek Oki sambil meminum air mineral dari botol. Matahari mulai turun sehingga angin pantai menjadi sejuk. Ombak juga mulai membesar.
“Kenapa tidak, kan nanti kita bisa menulisnya lagi. Sama seperti hidup manusia yang tak boleh menyerah. Mencoba dan mencoba,” jawaban Dara sekali lagi membius Oki.
“Ah, aku gak bisa ngledek kamu lagi. Kamu sungguh menggemaskan, Dara,” puji Oki gentar. Hatinya bergetar hebat.
“Banyak hal yang Kak Oki gak tahu tentang aku,” ucap Dara lirih nyaris tak terdengar. Entah mengapa dia bisa berkata kalimat itu ketika keduanya sedang menyusuri bibir pantai.
“Apa? kamu bilang apa?” tanya Oki lembut. Dara mendongak dan menatap Oki yang tinggi.
“Gak, maaf Dara nglantur. Main kejar-kejaran yuk, Kak!” ajak Dara kembali ceria. Dia memasang senyum imut menggoda.
“Yakin? Gak malu sama orang-orang tuh?” tanya Oki ragu.
“Kenapa harus malu? Anggap aja pantai ini milik kita berdua, lainnya ngontrak,” ucap Dara manis.
Sekali lagi Oki terpukul oleh perkataan Dara. Dirinya bagai terus digoda oleh gadis itu. Oki merasa gemas bukan main. Apalagi Dara mulai mengambil dua langkah menjauh darinya. Dia melambaikan tangan menggoda Oki untuk mengejarnya. Sesekali dia menjulurkan lidahnya tanda mengejek Oki. Haruskah Oki menanggalkan pengaruh kaku militer dan merasakan jatuh cinta? Melihat tingkah Dara, dirinya sungguh tak kuasa.
“Awas kamu ya! Jangan main-main sama tentara!” ujar Oki gemas. Kaki tegap itu pun akhirnya mengejar kaki mungil Dara yang berlari. Mereka tak lagi peduli anggapan orang yang memandangi tingkah konyol itu. Benar, cinta bisa mengubah apapun.
“Wueee, Kak Oki gak bisa tangkap aku!” ejek Dara ceria. Sesaat terdengar gelak tawanya yang imut.
Jangan main-main sama tentara. Oki benar-benar membuktikan kalimat itu. dia tak menanggalkan jiwa tentaranya dan tentu saja bisa menangkap Dara semudah itu. Ditangkapnya tubuh mungil Dara dan direngkuhnya kedua pundak mungil itu. Mereka menghela napas lelah. Sesaat kemudian sama-sama tertawa bahagia. Keduanya tak lagi dapat menutupi perasaan mereka. Oki tetiba melingkarkan kedua tangan Dara di pinggang rampingnya. Keduanya saling bertatapan mata. Oki lantas membenarkan anak rambut panjang Dara.
“Pantas Danin sangat hancur ketika kehilangan kekasihnya. Ternyata ini rasanya jatuh cinta. Bahkan, aku sekarang takut kehilangan Dara ketika dia sedang ada di depanku,” batin Oki mendayu.
“Kenapa diam dan menatapku? Ada yang aneh ya sama wajah Dara?” tanya Dara lekat. Oki menggeleng pelan.
“Aku tak bisa menutupi apapun lagi darimu, Dara. Kak Oki cinta sama kamu, tepat di pandangan pertama,” ucap Oki penuh keyakinan. Seketika Dara merasakan seluruh bulu romanya berdiri. Dia merinding mendengar kata-kata manis Oki.
“Dara juga nyaman dengan Kakak,” balas Dara pelan. Sebuah senyum lembut tersungging dari bibir mungilnya.
“Nyaman saja nih? Gak cinta?” desak Oki ragu. Dara kembali tersenyum menggoda.
“Kalau mau tahu jawabanku. Kejar aku! Kali ini aku takkan tertangkap,” goda Dara sambil melepaskan pegangan tangannya dari pinggang Oki. Langkah kakinya kembali berlari.
“Daraaaaa!” panggil Oki lembut dan gemas.
Lelaki itu kembali mengejar Dara dengan hati gemas. Di tengah pengungkapan cinta Oki, Dara malah menjawabnya dengan senyuman sejuta arti. Entah apa maksud dari senyuman Dara barusan. Apa hanya sekedar menggoda Oki? Atau menyuruh Oki untuk mengejar jawaban Dara? Atau apa? Yang jelas, mereka sama-sama saling suka. Cinta mungkin datang agak terlambat di hati Dara. Tapi, itu tak penting lagi karena saat ini mereka berkejaran di bibir pantai. Kedua pasang kaki mereka menjelajahi ombak yang melebur pasir pantai. Mereka terlarut dalam bahagia alunan cinta.
“Makasih ya Dek buat hari ini. Hari ini Kakak senang sekali bisa jalan sama Dek Dara,” ungkap Oki sambil mengendalikan kemudinya. Mereka ada di perjalanan pulang ketika hari sudah disapa malam.
“Jadi panggilannya udah ada tambahan ‘Dek’ gitu?” seloroh Dara. Oki tertawa lepas.
“Kalau Dara gak suka, aku ralat lagi deh,” ujar Oki cepat-cepat.
“Aku suka kok.” Oki menatapnya lurus. Dara melirik.
“Panggilan itu maksudnya,” ralat Dara yang membuat senyum Oki pias.
“Oh, gitu,” komentar Oki pendek dan terselip kecewa.
“Hehe, ngarep ya? Terserah deh, yang penting ini hari pertama kita,” ucap Dara enteng yang membuat hati Oki serasa hampir meledak.
“Maksud Dek Dara? Hari pertama kita? Pacaran gitu?” tanya Oki ragu.
“Apapun itu. Ini hari pertama kita. 20 Januari 2017, Pantai Sendang Biru, Malang, Jawa Timur, Indonesia, Kak Raeshard Oki Lazuardi mengungkapkan cinta pada Adara Eifelia.”
Kalimat terakhir Dara membuat perasaan Oki seketika meleleh. Hatinya menghangat dan berdesir semakin cepat. Dia tak lagi bisa menahan debar dan desir di dadanya. Hatinya bagai ombak yang bergemuruh kencang. Dihentikannya mobil itu di pinggir jalan. Dia lantas melepas seat belt dan langsung memeluk Dara erat. Dia jatuh cinta teramat dalam pada Dara, tepat di pandangan pertama.
“Apapun itu, kamu milikku sekarang Dara. Aku sangat mencintaimu. Hari ini dan selamanya, selama Tuhan mengizinkan aku untuk bernapas,” ungkap Oki manis. Dara hanya tersenyum bahagia di pelukan tubuh wangi Oki.
“Aku juga. Terima kasih ya, Kak,” ucap Dara manis sambil mengeratkan pelukannya pada tubuh hangat dan wangi Oki.
Oki tak menjawab apapun lagi selain hanya meresapi rasa cintanya pada Dara. Perlahan dia melepas pelukannya dan menatap wajah Dara yang sangat cantik. Kali ini rambut panjangnya sudah digelung manis ke belakang dan diikat dengan karet rambut. Oki membelai pipi mulus gadis itu lantas mendekatkan wajahnya. Napas keduanya makin mendekat. Bibir merah Oki juga begitu. Tetapi, telunjuk lentik Dara langsung diletakkan di bibir tipis lelaki yang mencintainya itu.
“Hari ini sampai di sini saja ya?” cegah Dara manis. Oki terkesiap dan langsung terbahak. Dia mengacak rambut belakangnya yang tipis.
“Maaf Dek Dara. Maafin Kakak ya?” sesal Oki sambil mengetuk keras dahinya. Dara menahan tangan Oki dan menggeleng tanda tak suka.
“Pulang saja yuk? Atau beliin Dara makan gitu. Laperr,” rajuk Dara manja. Oki tersenyum senang. Dia lantas mengangguk dan kembali menjalankan mobilnya.
Oki harus bisa menjaga perasaannya agar tak sampai berbuat aneh-aneh pada Dara. Entah mengapa, lelaki itu tak sanggup menahan godaan Dara yang menurutnya sangat menggemaskan. Adara adalah wanita pertama yang menyentil hati terdalam Oki. Sikap manjanya, sikap tak terduganya, suara manisnya, wajah cantiknya, dan segala keindahan Dara mampu menjatuhkan Oki di antara bintang-bintang.
***