Imbalan

1146 Words
"Sama-sama, anak kecil." Pelangi tersenyum, menatap wajah imut anak perempuan tersebut. "Putriku ...!" seru Marisa, berlari menghampiri Jane. "Kamu tidak papa, sayang?" "Aku tidak papa, mih." Jawab Jane. "Syukurlah ...!" Marisa memeluk putri bungsunya dengan erat. "Jane, Jane," Vega yang berlari di belakang Marisa ikut menghampiri Jane dan memeluknya. "Mom, tadi aku hampir saja akan di culik. Tapi untungnya ada kakak ini yang menolong aku." Jane menatap menunjuk ke arah perempuan yang sudah membantunya. Marisa dan Vega ikut melihat ke arah wanita yang ditunjuk oleh Jane. "Kamu?" Gumam Vega setelah melihat siapa yang berdiri di sana. "Terima kasih, sudah membantu putriku." Ucap Marisa seraya tersenyum pada wanita itu. "Sama-sama, Nyonya. Kalau begitu aku permisi dulu." "Eh tunggu dulu! Siapa namamu?" tanya Marisa. "Pelangi nyonya." "Pelangi, emh nama yang indah." Ucap Marisa. "Dan nama aku, Marisa." Marisa mengulurkan tangannya.Dengan segera Pelangi, menerima uluran tangan tersebut. Sementara Vega masih terdiam dengan keterkejutannya, sekali lagi wanita itu telah menolong keluarganya. "Dan sebagai rasa terima kasih, karena sudah menyelamatkan anakku. Aku akan mentraktir kamu makan siang." "Eh tidak perlu, Nyonya. Terima kasih. Tapi saya harus berangkat ke tempat kerja." Tolak Pelangi, dengan sopan. "Eh, tidak bisa, saya tidak menerima penolakan!" Marisa menarik tangan Pelangi dan mengajaknya untuk ikut ke dalam mobil. Sementara Jane dan juga Vega mengikuti sang mami di belakang. Tentu saja Pelangi juga terkejut ketika melihat Vega menghampiri anak kecil yang di tolongnya, namun gadis itu berusaha untuk tetap bersikap biasa saja. "Ya Tuhan kenapa aku harus terlibat dnegan keluarga ini sih." Batin Pelangi. "Tapi Nyonya." Pelangi yang bingung, hanya bisa pasrah saat tangannya di bawa paksa. Tatapan matanya kini beralih pada sosok seorang pria bertubuh kekar yang berjalan di belakang mereka. "Mereka punya pengawal lagi, semoga ini bukan pertanda buruk." Batin Pelangi sekali lagi. Kini mereka semua memasuki mobil mahal itu, Pelangi duduk di kursi belakang bersama dengan nyonya Marisa, sementara Vega dan Jane berada di kursi depan. Masih dengan perasaan harap-harap cemas, Pelangi melirik jam tangannya. Masih pukul sebelas siang, masih ada waktu dua jam lagi sebelum jadwal kerjanya di perusahaan besar itu. Mobil yang mereka tumpangi pun, mulai berjalan menjauh dari pasar. ***** "Tunggu Mi, dia juga lah yang menolong ku malam itu." Ucap Vega begitu turun dari mobil dan berbisik di telinga sang Mami saat mereka ada di parkiran sebuah restoran mewah. Sementara Jane sudah lebih dulu menarik tangan Pelangi masuk ke dalam restoran itu. "Oh ya, berarti mami sungguh memiliki hutang budi begitu besar pada Pelangi. Dia sudah menolong dua putri mami yang berharga." Balas Marisa. "Ya Mih. Kalau nggak ada dia mungkin Vega sudah tamat malam itu di tangan pria hidung belang." Vega semakin mengangguk mantap. "Ya sudah ayo kita makan dulu bersamanya." Ajak Marisa yang kini menyusul Pelangi dan Jane. "Nyonya, seharusnya tidak perlu seperti ini. Tadi aku hanya -" tolak Pelangi ketika mereka sampai di salah satu meja restoran itu, namun belum selesai ia berbicara Marisa sudah memotongnya. "Hey, apa aku tidak boleh membalas kebaikanmu?" "Bukan begitu, Nyonya. Tapi —" Pelangi menatap makanan dengan harga fantastis menurut Pelangi yang sudah tersaji di atas meja, dengan perasaan tidak enak. Karena merasa semuanya terlalu berlebihan. Satu menu saja harganya sampai ratusan ribu, dan itu sangat cukup untuk uang makan Pelangi selama dua minggu. "Sudah jangan banyak bicara, sekarang makanlah!" Marisa mempersilahkan Pelangi untuk makan. "Dan satu lagi! Jangan panggil aku Nyonya, panggil saja aku Tante." "Baik nyonya, eh Tante." Pelangi tersenyum kaku. Dan mereka pun akhirnya makan, dengan di selingi pembicaraan ringan. Sementara Vega hanya diam saja menyimak pembicaraan ibu dan sang penyelamat itu. Ia tengah berpikir imbalan apa yang pantas untuk seorang wanita cantik bernama Pelangi itu. "Jadi anak cantik ini namanya, Jane?" Tanya Pelangi memastikan. "Ya, lebih tepatnya Jane Natasya Galaxy. Bagus tidak namanya?" Marisa menatap Pelangi, yang terlihat sedang tersenyum. "Bagus sekali Tante." Ucap Pelangi memberikan pujian. "Kenapa semua nama anaknya berhubungan sama hal-hal yang berbau angkasa sih. Si Vega juga kenapa dari tadi melihatku seperti itu. Ih jadi ngeri deh." Bati Pelangi. "Apa kamu sedang bekerja atau sedang kuliah?" tanya Marisa. "Dua-duanya tante. Aku bahkan satu kampus dengan anak tante." Jawab Pelangi seraya melihat ke arah Vega yang masih melamun. "Idih sombong amat sih, dia nggak merespon apa-apa mentang-mentang idola kampus. Seharusnya aku tidak mengatakan hal itu." Gerutu Pelangi yang merasa terabaikan. "Oh ya, bagus dong. Kamu kerja di mana? Berarti kamu kuliah sambil bekerja ya. Wah hebat sekali." Puji Marisa yang langsung membuat Pelangi tersipu malu. "Kamu kerja dimana sayang? Berarti kamu juga mahasiswa semester akhir seperti Vega?" tanya Marisa lagi. "Ya tante, saya sedang dalam proses penyelesaian pembuatan skripsi. Saya bekerja di salah satu perusahaan besar di kota ini Tante, Tapi bosnya sungguh sangat menyebalkan, dia juga sangat kejam dan tidak berperasaan. Sudah satu minggu ini saya selalu terkena hukuman darinya." Tutur Pelangi yang mulai menceritakan pada Nyonya Marisa, semua yang dilakuan Tuan Mars kepadanya. Entah mengapa Pelangi, merasa sangat nyaman saat berbicara dengan wanita yang terlihat seumuran dengan Ibunya itu, sampai ia melupakan kalau wanita di hadapannya itu adalah ibu dari bos besarnya itu. "Wow, ada ya manusia kejam seperti dia?Apa tidak pernah didik oleh kedua orang tuanya?" Marisa mengepalkan kedua tangannya. Andai saja orangnya ada di sini, sudah Tante tampar bolak-balik." Marisa mengebrak meja dengan sangat keras, membuat Vega terkejut. "Wah berani sekali gadis ini bercerita seperti itu tentang kakak," batin Vega yang ternyata tetap menyimak pembicaraan maminya. "Tapi Tante penasaran, apa bosmu itu pria yang tampan? Karena menurut pengalaman Tante, pria yang dingin dan kejam itu biasanya tampan?" "Tampan dari mana? Dia itu jelek, tua, buncit, setengah botak. Hik hik hik..." Pelangi mulai cegukan karena telah berbohong, dan ia baru teringat kalau dirinya tengah menjelekkan anak dari tante Marisa. "Upps dasar gadis bodoh, kenapa aku sampai lupa kalau tuan Langit itu anak Tante Marisa. Aku malah menjelek-jelekkannya di depan ibunya orang." Batin Pelangi seraya berusaha untuk menghentikan cegukannya. "Hey, are you okay?" tanya Marisa, saat melihat Pelangi yang terus cegukan. Pelangi hanya menggelengkan kepalanya, mengambil air minu dan meneguknya, serta menutup mulutnya dengan telapak tangan kanannya. Sungguh sangat menyiksa sekali, saat dirinya mengalami cegukan seperti itu. Sementara Marisa yang dari tadi melihat Pelangi cegukan, hanya bisa membantu menepuk punggungnya. Vega yang sedari tadi sibuk dengan pikirannya dan mendengar setiap cerita Pelangi yang menjelekan sang kakak, tiba-tiba memekik bahagia karena sebuah ide cemerlang terlintas dalam pikirannya. "Bagus sekali." Ujarnya bersemangat membuat ketiga wanita di sampingnya melihat ke arah Vega. "Kamu kenapa tiba-tiba teriak begitu sayang?" tanya Marisa heran dengan kelakuan putrinya itu. Vega mendekat kan diri ke telinga sang Mami yang masih sibuk menepuk punggung Pelangi. "Bagaimana kalau kita nikahkan saja kak Langit dengan Pelangi sebagai imbalan dia telah menolong ku dan juga Jane dari bahaya. Tidakkah Mami melihat kalau Pelangi sangat cocok dengan kak Langit? Dari pada kak Langit terus-menerus tergila-gila dengan wanita yang keberadaannya entah ada di mana itu?" bisik Vega di telinga sang mami yang langsung membuat Marisa tersenyum lebar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD