Leo membuka pintu dengan cepat, dia yakin itu adalah Mia istrinya yang pulang.
Ceklek
pintu terbuka
Benar dugaan Leo Itu adalah Mia. Ya siapa lagi yang datang kalau bukan istrinya.
" Mi kamu baru pulang?" tanya Leo dengan nada dingin.
" Iya kamu lihat kan aku baru datang," tanpa menghiraukan suaminya lagi, Mia langsung ngeloyor masuk ke dalam menuju ke dalam kamarnya.
Leo mendesah dengan sikap istrinya itu, kesal setengah mati. Dia akan mencecarnya saat ini juga! Ingin tahu kemana saja istrinya semalaman.
Leo mengikuti langkah kaki Mia yang menuju ke dalam kamar.
Sesampainya di kamar, Mia langsung merebahkan diri di samping anaknya.
Sementara itu, Leo berdiri mematung di ambang pintu. Niat hati untuk memarahi Mia pun tidak jadi.
Karena melihat anaknya yang langsung berbalik, saat merasakan ada seseorang yang tidur di sampingnya.
Tangan mungilnya meraih d**a Mia mencari sumber ASI.
Tanpa berlama-lama, Mia segera mengeluarkan sumber asinya dan menyusui anaknya. Dengan lahap Rafa pun menyusu.
Kedua tangan mungilnya memegang sumber ASI itu.
Leo memutuskan duduk dulu sambil nonton TV. Biar nanti setelah anaknya selesai menyusu, barulah dia akan mencecar Mia dengan banyak pertanyaan.
Melihat jam di dinding, ternyata sudah menunjukkan hampir setengah enam pagi.
Leo berdiri untuk mempersiapkan barang-barang dagangannya, hari ini dia akan mulai berjualan kembali.
Kebetulan cuaca cerah, jadi dia merasa yakin kalau jualan es cendol kali ini bakalan laris.
Ia akan berjualan siang nanti menjelang dzuhur pikirnya.
Leo mulai meracik semua yang diperlukan, juga mempersiapkan gerobak dorongnya.
Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan jam sembilan pagi, bahkan dirinya belum sarapan.
Bergegas Leo mencuci tangan, lalu masuk ke dalam kamarnya untuk melihat Rafa, karena sepertinya anak itu belum dibawa oleh Mia untuk keluar dari kamar.
Ternyata Rafa sudah bangun, anak itu sedang asyik bermain sendirian di atas tempat tidur. Untung saja anak itu tidak berniat turun dari sana. Kalau saja turun pastinya akan membuat dia terjatuh.
Sementara, Mia tampak tertidur dengan sangat lelap.
Leo menggelengkan kepalanya, lalu mengguncang tubuh Mia pelan. " Mi, Mia bangun! Ini juga jam sembilan!"
Mia menggeliat, lalu bergumam pelan dengan mata masih terpejam.
" Apaan sih ganggu saja!" suaranya terdengar lemas dan pelan, mungkin karena dia sedang mengantuk.
Leo mendesah kesal. " Mia! Aku mau jualan, kamu harus jaga Rafa!" Leo berkata dengan nada sedikit kesal, masih mengguncang pelan lengan istrinya.
Mia membuka mata pelan. " Aku baru pulang kerja Mas, aku capek!" jawabnya, tapi tak urung juga dia duduk.
"Kerja! Kerja apa kamu Mia! Sampai tidak pulang semalaman?" Leo menatap istrinya tajam.
" Ya kerja! Sudahlah tidak perlu banyak tanya!" ia berkata dengan ketus, lalu memalingkan wajahnya ke arah lain. Sebenarnya dia terlihat jelas sedikit gugup.
Leo bisa melihat gelagat itu.
" Katakan kamu kerja apa? Aku suami kamu, aku berhak tahu!" Leo mengitari tempat tidur, beralih jadi berhadapan dengan Mia.
" Sudahlah Mas jangan banyak ngomong! Lagian aku kerja juga supaya bisa bayar hutang! Uang dari kamu mana cukup!" Mia berkata dengan nada meremehkan, bibirnya tersenyum miring.
Leo mengepalkan tangannya kesal, ingin rasanya menampar mulut tidak tahu diri istrinya itu.
" Astaghfirullahaladzim!" berulang kali ia beristighfar.
" Aku ini suamimu! Aku harus mempertanggungjawabkan di hadapan Tuhan tentang semua yang kamu lakukan!" Leo berkata dengan menahan emosi. Tangannya sudah memutih akibat dikepalkan dengan kuat.
Mia benar-benar menguji kesabarannya.
"Terserah! Tapi aku kerja, cari tambahan uang! Lihat ini!"
Mia turun dari tempat tidur, dan meraih tas selempang yang tergeletak di atas nakas kecil yang ada di kamar mereka.
Lalu mengeluarkan sesuatu dari tasnya.
Leo terkejut dengan apa yang dilihatnya. Mia mengeluarkan uang ratusan ribu dalam jumlah yang cukup banyak, entah berapa lembar jumlahnya.
" Kamu dapat uang itu dari mana, hah! Jangan bilang kamu menjual diri!" Leo berkata sambil menghampiri Mia, lalu mengguncang bahunya dengan kuat.
"Jangan asal nuduh kamu Mas! Aku tidak menjual diri!" jawabnya sewot.
Menepis lengan Leo dengan kuat.
"Lalu dari mana kamu mendapatkan uang sebanyak itu!" cecar Leo tajam.
Kring kring
Terdengar suara nada dering dari dalam tas Mia.
Bergegas, Mia menjauhkan diri dari Leo, dan merogoh ponsel di dalam tasnya.
Lagi-lagi, Leo tercengang ketika melihat ponsel baru di tangan Mia. Ponsel keluaran terbaru yang harganya mahal.
"Kamu bahkan punya ponsel baru semahal itu! Dari mana Mia kamu mendapatkan itu semua!"
" Ini bukan urusanmu! Ini urusanku Mas! Sudahlah jangan ikut campur yang penting aku dapat uang!" Mia menjawab dengan ketus dan lantang.
Ponsel di dalam genggamannya masih saja berdering.
Leo mendekati Mia
Plakk, ia menamparnya dengan cukup kuat.
"Awwwh," jerit Mia sambil memegangi pipi nya. Tubuhnya bahkan sedikit terhuyung ke belakang, akibat kerasnya tamparan Leo.
Ini adalah pertama kalinya Leo melayangkan tangan kepada Mia.
"Astaghfirullahaladzim!" Leo menatap tangan kanan yang digunakannya menampar Mia barusan.
" Kamu keterlaluan Mas! Kamu main tangan!" Mia berkata sambil terisak, pipinya memerah. Ia merasa sakit hati sekaligus sakit di pipi.
" Maafkan aku Mi, maaf. Aku kelepasan!" Leo menggenggam dengan Mia, lalu membawanya ke dalam pelukan.
Tetapi Mia meronta, dia berontak.
Lalu terdengar suara Rafa menangis. Mungkin dia merasa ketakutan melihat kedua orang tuanya yang bertengkar di hadapannya.
Mia menoleh ke arah Rafa, lalu menggendongnya.
" Dia sudah waktunya makan Mi, sudah jam segini." Leo berkata dengan nada lembut.
Tanpa berkata, Mia melewati Leo sambil menggandeng Rafa, lalu menyiapkan makanannya dan segera menyuapinya.
" Pergilah kamu Mas, kalau mau jualan!" ujar Mia, ketus.
Nada dering di ponselnya sudah berhenti sekarang, sesekali Mia melirik ponselnya itu, ingin mengangkatnya tetapi masih ada suaminya.
" Baiklah kalau begitu, aku akan berangkat berjualan. Jagalah Rafa dengan baik ya," selesai berkata, Leo pun segera keluar dari rumah.
Merapikan gerobaknya, lalu pamit kepada Mia untuk pergi jualan.
" Aku aku pamit dulu, Mi. Doakan supaya rezekiku lancar hari ini." Leo berkata dengan lembut, menyodorkan tangan kepada Mia.
Dengan malas, Mia pun menyambut uluran tangan suaminya dan menciumnya. "Iya," hanya itu respon Mia.
Leo berusaha untuk tidak terpancing emosi kembali. Dia segera pamit kepada Rafa, mencium keningnya dan menggendongnya sebentar. Lalu segera berangkat.
Setelah memastikan Leo pergi, Mia menatap ponselnya, lalu menghubungi ulang nomor tersebut.
Dengan semringah dan ceria, dia menyambut suara yang ada di dalam telepon itu, entah apa yang mereka perbincangkan. Tetapi setelahnya, Mia bersiap-siap untuk kembali pergi.
" Bagaimana ini aku titipan sama siapa Rafa?" gumamnya.
Lalu Mia berinisiatif untuk menitipkan Rafa kepada tetangga samping rumahnya yang kebetulan memang ada di rumah.
" Bu bisa titip Rapa sampai Mas Leo pulang?" ujar Mia dengan ramah berharap Ibu itu mau.
" Memangnya kamu mau ke mana Mi?" tanya tetangganya itu, dahinya berkerut. Merasa heran karena biasanya kemanapun Mia pergi anak itu pasti selalu dibawanya.
" Begini bu, mulai sekarang saya ini udah bekerja. Jadi harus ada seseorang yang ngasuh Rafa, tenang nanti saya kasih uang kok." Mia mengeluarkan selembar uang seratus ribu.
" Ini untuk hari ini kalau ibu mau ngasuh," ujar Mia sambil menyodorkan uang itu kepada tetangganya.
Melihat selembar uang berwarna merah itu, tentu saja tetangganya tergiur, dan langsung mau