2- Penculik

1294 Words
"Mas Leo, kok anaknya dibiarin main di tanah?" Leo menoleh ke arah sumber suara, tampak seorang wanita muda berwajah manis, dengan kulit sawo matang dan kepala yang ditutupi jilbab, berdiri tidak jauh darinya. Dia memang tidak menyadari kedatangan wanita itu, karena tadi sedang fokus memperhatikan Rafa yang sedang bermain. Ditambah pikirannya yang sedang panas dipenuhi banyak hal. Leo menggaruk pipi dengan dahi berkerut, merasa tidak mengenal wanita itu. "Sebenarnya saya tetangga Mas Leo, tapi mungkin Mas Leo nggak mengenal saya. Karena saya memang jarang pulang kemari, biasanya saya pulang hanya sesekali saja. Mungkin sebulan sekali," jawab wanita itu dengan seulas senyuman ramahnya. Wajahnya sungguh manis, enak dipandang dan menyejukkan hati. Adem. "Astagfirullah!" Leo segera memalingkan wajah dan membuang pikiran itu. Dia tidak mau mengulangi kesalahan yang sama seperti di masa lalu, yang mudah tergoda oleh pesona seorang wanita. Padahal belum tentu juga wanita itu wanita baik-baik. Contohnya saja Mia, dulu saat dirinya sedang bergelimang harta, dia bersikap begitu manis dan baik. Eh sekarang saat sudah bangkrut, malah sering ngedumel tidak jelas, tanpa alasan yang jelas pula. Leo mendesah lalu kembali menoleh ke arah wanita itu. "Boleh saya main dengan anaknya Mas Leo?" tanya Wanita itu, masih dengan senyuman yang tersemat. Senyuman hangat, terkesan ramah dan sopan. Leo belum sempat untuk menjawab, dia masih terkejut dengan kedatangan wanita tak di kenal yang sok akrab itu. Wanita itu tampak tersenyum hangat kepada Leo, lalu menghampiri Rafa tanpa menunggu jawaban Leo. Leo memperhatikan wanita itu, yang berinteraksi begitu hangat dan baik dengan anaknya. Rafa bahkan sepertinya terlihat begitu nyaman, anak itu sampai tertawa-tawa padahal wanita itu baru saja dia kenal. Wanita itu, tanpa takut kalau bajunya akan kotor oleh Rafa, langsung menggendongnya begitu saja. Lihatlah, bajunya benar-benar jadi dipenuhi oleh tanah. Pasalnya tadi, Rafa memang main tanah. Dan Leo membiarkannya, yang penting anteng. Kalau Mia melihat, pasti sudah marah dia. " Aduh itu bajunya jadi kotor, maaf ya maaf," ujar Leo, yang langsung berdiri hendak mengambil Rafa dari gendongan wanita itu. "Tak apa Mas, baju kotor masih bisa dicuci," sahut wanita itu cepat, seolah enggan menurunkan anak Leo. "Ehh." Leo jadi heran, dia mulai berpikiran yang bukan-bukan. "Apa jangan-jangan wanita itu penculik ya?" soalnya Leo merasa tidak pernah melihat wanita itu, tetapi kok dia bisa tahu namanya, aneh ini sungguh aneh. Leo mulai celingukkan, berpikir kalau wanita itu merupakan komplotan culik, dan bisa saja teman-teman dari wanita itu sedang berada di tempat yang tersembunyi. " Mas nyari siapa?" Wanita itu ikut celingngukan, membuat Leo semakin panik. " Kamu pasti penculik kan! Kamu mau nyulik anak saya kan!" Leo langsung merebut anaknya dari tangan wanita itu dengan kasar, membuat Rafa menjadi terkejut lalu menangis. Wanita itu tampak terkejut dengan apa yang Leo lakukan. "Astagfirullah mas! Jangan ngomong sembarangan! Nanti dikira iya, aku ini penculik! Aku ini tetangga kamu Mas! rumahku, hanya jarak dua rumah saja dari rumahmu. Aku bahkan sering melihatmu, ya meski dari atas balkon!" Wanita itu menggeram kesal, menatap Leo dengan marah. Lalu melangkahkan kakinya meninggalkan Leo. Di pertemuan pertama, malah disangka culik! Menyebalkan bukan! Leo menatap punggung wanita itu sampai menghilang dari pandangan matanya. Dia merasa tak mengenal wanita itu. Jarak dua rumah dari rumahnya, mana? Rumah yang mana? Maksudnya, rumah di sekitarnya berderet banyak dan kebanyakan rumah-rumah kontrakan. Kalau jarak dua rumah ke belakangnya, iya ada. Tetapi itu rumah orang kaya, bahkan rumah itu dipasangi benteng tinggi. Mana mungkin rumah wanita itu di sana, dia lumayan kenal dengan pemilik rumah itu. Pak Santoso orang paling kaya di wilayah ini. Pemilik usaha mie ayam bakso dan nasi goreng. Bukan sembarang mie ayam bakso dan nasi goreng, karena mie ayam baksonya sudah terkenal di mana-mana. Punya banyak cabang dimana-mana, bahkan punya 100 gerobak yang dijual keliling oleh para karyawannya. Selain itu, nasi gorengnya pun tak kalah ramainya. Sudah di jual di cafe milik anak Pak Santoso katanya. Leo juga pernah mendengar kalau mie ayam baksonya itu, dijual khusus juga oleh anak Pak Santoso, di beberapa cafe yang dikelola oleh anaknya juga. Leo kenal dengan Pak Santoso, karena memang dia juga menjual nasi goreng milik Pak Santoso. Tetapi sudah beberapa hari dia tidak jualan nasi goreng karena selain kakinya yang sakit, badannya demam beberapa hari kemarin. Fix, wanita itu pasti penculik pikir Leo. Setahunya, anak Pak Santoso laki-laki. Sudah berumah tangga dan tinggal di luar kota. Bergegas Leo membawa anaknya pulang, takut kalau saja tiba-tiba komplotan penculik itu datang. Dengan langkah berusaha cepat dan kaki sedikit terpincang-pincang, Leo pun pergi. Satu kaki Leo memang tidak sempurna, pasca kecelakaan beberapa tahun yang lalu. Kadang hal itu membuatnya sedikit minder. Hingga, ia memutuskan untuk tidak melamar kerja kantoran lagi. Apalagi dia sudah nyaman berwiraswasta semasa bersama Fira dulu. Membuka toko dan berjualan. Kadang dia berpikir untuk membuka kembali bisnis seperti dulu, tetapi membutuhkan modal yang tidak sedikit. Dari mana dia dapat modal itu? Meminjam kepada Fira? Ah rasanya malu, meski dia yakin Fira pasti mau membantunya. Uang untuk lahiran Rafa saja, dulu dibayarkan oleh Fira, mantan istrinya. Bahkan, Fira mengatakan kalau tidak perlu membayarnya. Anggap saja itu sebagai hadiah, katanya. Hal itu sudah cukup membuat Leo sangat malu, dan tak berani meminjam uang kembali kepada Fira. Leo mengetuk pintu beberapa kali. Akan tetapi Mia masih belum membukanya. "Kemana sih dia?" gerutu Leo, padahal dirinya tidak lama tadi bermain di tanah kosong bersama dengan anaknya. Leo memilih untuk duduk saja di teras bersama dengan Rafa. Anak itu berceloteh dengan kosakata yang masih terbatas, membuat Leo merasa gemas. " lucunya," gumam Leo. Dia jadi teringat dengan Rayyan dan Tiara, juga Risa anaknya dengan Salma. Kira-kira mereka sedang apa ya sekarang. Terutama Risa, sudah lama dia tidak bertemu dengan anak itu. Semenjak, anak itu dibawa oleh neneknya. Yaitu ibunya Salma, dengan alasan mungkin saja kesehatan Salma akan lebih cepat pulih jika anak itu ada bersama mereka. Menurut kabar, Salma menderita depresi. Setelah, ditinggalkan oleh Dimas menikah dengan wanita lain. Leo mendesah kasar. " Maafin Papa ya Risa, belum bisa nengokin kamu," gumamnya pelan. Leo memang sudah memiliki beberapa anak dari wanita yang berbeda. Dari Fira yang melahirkan Tiara dan juga Rayan, dari Salma yang melahirkan Risa dan dari Mia yang melahirkan Rafa. Hal ini bisa terjadi, karena Leo di masa lalu memang tukang selingkuh. Saat masih menikah dengan Fira, dia selingkuh dengan Salma. Hingga Salma hamil dan melahirkan Risa. Padahal waktu itu, Fira masih memberinya kesempatan kedua, masih memaafkannya. Akan tetapi Leo malah mengkhianati kepercayaan Fira, untuk kedua kalinya dia selingkuh. Kali ini dengan Mia hingga Mia hamil, dan terpaksa Leo menikahinya sebagai bentuk tanggung jawab. Leo menggusar wajahnya kasar, menyesali masa lalu buruk yang sudah dia lewati. Lebih tepatnya menyesali semua kesalahannya. Setelah hampir lima belas menit Leo duduk di teras bersama dengan Rafa, akhirnya terdengar suara pintu dibuka dari dalam. Leo menoleh ke arah pintu, tampak Mia berdiri di ambang pintu. Dia merasa heran, melihat penampilan istrinya itu. Mia sudah tampak cantik, dengan memakai pakaian terbaiknya. Bahkan, memakai make up yang lumayan tebal. "Kamu mau ke mana Mi?" Leo berdiri menghampiri Mia. "Aku mau nyari kerja mas, udah kamu jangan banyak ngelarang aku! Lagian kamu juga udah beberapa hari ini nggak bisa kemana-mana dengan alasan kakimu yang sakit," jawab Mia dengan nada dingin. "Lalu bagaimana dengan Rafa, kalau kamu kerja Mi? Kalau saja rumah kita dekat dengan rumah orang tuaku, pasti Ibuku mau mengasuhnya, tapi di sini kita tidak ada siapa-siapa! Tidak ada keluarga? Jadi siapa yang akan mengasuh nanti?" Leo berusaha berbicara dengan lembut, menjelaskan kepada Mia sebaik mungkin. Berharap, Mia mau mengerti dan berubah pikiran. "Sewa aja baby sitter Mas! Apa susahnya sih!" ketus Mia. "Untuk menggaji baby sitter, aku belum mampu. Lebih baik tinggallah kamu di rumah Mi, biar cukup aku saja yang bekerja. Kamu jagalah anak kita dengan baik," sahut Leo,masih berusaha tenang. Meski dalam hatinya, dia sudah jengkel kepada Mia. Istrinya itu sungguh keras kepala.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD