“Apa yang kamu lakukan di kamar aku!?” teriak Tania panik. Jangan sampai Wulan atau ibu-ibu militannya Aryo mengetahui kalau lelaki ini ada di kamarnya. Catat! Di kamarnya! Sedang terbaring dengan kaki menekuk dan satu kaki menumpang pada kaki lainnya. Kepalanya bersandar pada tumpukan bantal.
“Berengsek kamu! Ayo pergi!” Tania menarik kaki Aryo dan memintanya keluar dari kamarnya.
“Karena kamu nggak mau beresin kamar aku, jadinya aku tidur di kamar kamu. Impas, kan?” katanya santai sambil memejamkan mata.
“Arrggghhh! Kenapa aku sial banget punya tetangga kayak kamu sih?” Tania pergi meninggalkan Aryo dan masuk ke dalam rumah di sebelah rumahnya itu.
Pintu rumah Aryo tidak terkunci, jadi Tania bebas melakukan apa saja. Tadinya dia kepikiran untuk membuat rumah Aryo bertambah berantakan, tapi diurungkannya karena lelaki itu pasti akan membalasnya. Begitu saja terus sampai negara api menyerang. Akhirnya Tania memutuskan untuk membereskan ruangan Aryo sekadarnya saja. Merapikan tempat tidur dan juga memasukkan kembali kardus-kardus yang berada di sekitar tempat tidur ke kolong.
“Nggak banyak, kok yang harus dibereskan. Dasar saja dia mau ngerjain aku. Awas aja, akan kubalas nanti!”
Ketika dia melewati ruang tamu, dilihatnya ada secangkir kopi yang masih mengepulkan uap panasnya. Sepertinya lelaki itu baru saja menyeduh kopi dan belum sempat menikmatinya. Sebuah ide terlintas di benak Tania. Kakinya melangkah ke dapur dan mulai mencari sesuatu yang bisa dia pergunakan.
“Dasar cowok, nggak punya persediaan bumbu dapur!”
Tania melirik kulkas dan dibukanya kulkas satu pintu itu. Isinya boleh juga. Buah segar dan makanan siap saji yang tinggal dipanaskan di microwave. Ada sebotol saos, kecap dan juga cuka. Tania tersenyum jahil. Diambilnya cuka dan bergegas di menuangkannya ke dalam kopi milik Aryo.
“Ini bukan kopi cianida yang terkenal itu. Tapi dijamin nggak kalah mematikan kalau sudah mengena di lidah.” Tania tersenyum puas dan dengan langkah ringan dia kembali ke rumahnya.
Dilihatnya Aryo masih di posisi yang sama. Lelaki ini benar-benar kelewatan. Dengkur halusnya menandakan kalau lelaki ini sedang terlelap.
“Sialan. Malah tidur!” gerutu Tania. Dia mendekati Aryo dan mengamati wajahnya.
Dilihat dari dekat, lelaki ini sangat tampan. Wajah Timur Tengahnya benar-benar menggoda. Cambang halus di kedua rahangnya dan kumis tipis serta rambut halus di dagunya. Kulitnya halus tanpa komedo apa lagi jerawat. Juga tidak berminyak. Tania tidak suka cowok berminyak, kesannya jorok dan kucel. Kalau dengan wajah seperti Aryo, rasanya betah memandang berlama-lama.
Tania mengamati wajah Aryo semakin dekat. Hingga wajah mereka sejajar dan rambut Tania terurai menggelitiki pipi Aryo tanpa Tania sadari. Membuat lelaki itu membuka mata dan refleks mengangkat kepala hingga kedua bibir mereka menempel.
‘Cup!’
Tania langsung panik. Menegakkan tubuhnya dan berjalan mundur menjauhi Aryo. Langkahnya membentur tembok, membuat Tania terdiam sembari mengusap bibirnya yang tadi ketempelan bibir Aryo. ‘Apa yang tadi itu bisa dibilang ciuman?’
“Kalau kamu pengen aku cium, bilang aja. Nggak usah curi-curi kayak tadi. Kalau buat kamu, aku bakal kasih layanan bibir spesial.” Aryo berjalan ke arah Tania hingga tubuh jangkungnya tepat berada di depan Tania.
Samar-samar Tania bisa mencium aroma musk tubuhnya. Kedua tangan Aryo mengungkung tubuh Tania tepat di dekat telinganya. Napas panas Tania terasa di dadaa Aryo.
“Kamu menggemaskan. Apa tadi itu ciuman pertamamu?” godanya. Tubuh Tania semakin kaku. Perlahan dia memelorotkan badannya. Bermaksud keluar dari kungkungan Aryo dengan melewati bawah tangannya.
Gagal. Aryo membaca pergerakannya sehingga tangannya ikut turun mencegah Tania kabur. Terpaksa Tania menegakkan kembali tubuhnya dan menengadahkan wajahnya.
“Mau apa kamu?” tanyanya dengan gaya menantang. Seolah dia ingin menunjukkan pada Aryo bahwa lelaki itu tidak bisa mengintimidasinya.
Aryo menundukkan kepala. “Mau kamu,” bisiknya di telinga Tania. Membuat gadis itu mengangkat bahu karena napas Aryo menggelitikinya.
Refleks wajah Tania menoleh menahan geli dan … cup! Untuk yang kedua kali bibir mereka saling menempel lagi. Namun kali ini Aryo sudah menunggunya. Jadi ketika bibir mereka bertemu, langsung dilumatnya. Membuat mata Tania membelalak lebar dan tangannya sibuk mendorong dadaa Aryo sekuat tenaga. Mulutnya mengeluarkan protesan-protesan tertahan. Namun tenaga Aryo lebih kuat. Dia menahan tubuh Tania dan terus menciumnya hingga dia merasa cukup dan mencabut bibirnya.
Diusapnya bibir Tania yang basah bekas perbuatannya. “Bibir kamu manis. Aku suka.” Lalu Aryo pergi begitu saja meninggalkan Tania yang tiba-tiba saja kewarasannya tinggal separo.
=*=
Aryo melangkah ringan menuju rumahnya. Bahagia sekali dia bisa mengerjai perempuan sok suci yang tinggal di sebelahnya. Dari gayanya yang kaku dan tidak welcome ketika dicium, bisa ditebak kalau perempuan itu datang dari kampung. Nggak pernah ciuman apa lagi making love.
Sambil membaringkan tubuhnya di sofa, Aryo membayangkan mengerjai perempuan itu lagi. Pasti menyenangkan mengajarkan hal-hal erotiss pada perempuan cupu seperti Tania. Lagi pula, dibalik sosoknya yang seperti singa kalau baru saja bangun tidur, Tania itu sangat cantik. Perempuan itu menata rambutnya dengan baik dan juga memoles wajahnya tidak berlebihan. Malah membuat kecantikannya semakin menonjol.
“Aku harus cari kesempatan lagi supaya bisa mengerjai dia. Semakin dia kesal, semakin dia terlihat lucu.” Aryo tersenyum jahil dan mengangguk-anggukkan kepala. Di otaknya tersusun bermacam-macam rencana mesuum.
Sambil terus membayangkan wajah merah jambunya Tania, Aryo mengambil kopi yang sudah kehilangan uap panasnya. Dengan bersemangat dia menyeruput cairan hitam pekat itu dan mulai menelannya.
“Hooeekkkk!!! Apa ini? Kenapa kopi rasanya asem banget kayak kobokan bekas? Apa kopinya udah kadaluarsa?”
Aryo berjalan ke dapur. Memeriksa biji kopi sangrai dan mengecek tanggal kadaluarsa. “Masih harum dan belum kadaluarsa, kok.” Lalu dia menuang sesendok makan biji kopi ke mesin grinder dan menunggu serbuk-serbuk halus di cup khusus.
“Wangi dan rasa kopi. Nggak asem. Suhunya juga tadi pas. Nggak sampai 100 derajat. Jadi kenapa bisa seasam ini?”
Tidak perlu berpikir keras untuk mengetahui jawabannya. Siapa lagi kalau bukan perempuan sok suci yang berada di sebelah rumahnya.
“Jadi kamu membalas mengerjai aku, ya? Awas kamu, Tania,” desis Aryo dengan muka dendam.
=*=
Tengah malam, Tania terbangun karena ponselnya berdering. Kalau jam segini orang menelepon, pasti penting sekali. Dan kabar penting dan mendesak apa lagi tengah malam itu biasanya bukan kabar baik. Tania sedikit deg-degan sewaktu mengangkat video call dari nomor yang tidak tercantum di daftar kontaknya.
“Siapa, ya? Semoga cuma telepon iseng. Bukan kabar buruk.”
Diangkatnya telepon yang berdering tanpa henti itu. Layarnya gelap.
“Akhhh, Aryo … akhhh, kamu hebat, Sayang. Ini enakkk. Ohhh….”
Lalu bunyi penyatuan dua anggota tubuh itu terdengar nyaring sekali di kamarnya. Tania lupa mengecilkan volume apa lagi mematikan ponsel. Tangannya gemetar dan melempar ponsel yang masih menyuarakan desahan-desahan kepanasan. Tidak terlihat apa-apa di layar ponsel itu. Namun Tania tahu Aryo sedang memainkan ulernya dengan mengeluar masukkan ke dalam rumah uler yang tepat. Di suatu tempat, bukan di rumah sebelah karena tidak terdengar apa-apa dari dinding sebelahnya.
Bunyi penyatuan itu membuat Tania jijik sekaligus ketakutan. Dia memandangi ponsel yang layarnya masih gelap. Tiba-tiba layarnya berubah menjadi terang. Seperti sedang menonton video blue, layar ponsel kini menunjukkan secara terang-terangan dua tubuh bagian bawah yang saling bergerak seirama.
Tania melempar bantal hingga ponsel itu tertutup dan suara tadi menghilang. Di kepalanya penuh tanda tanya, bagaimana Aryo bisa tahu nomor ponselnya?©