HOT MAN 1
Tania meluruskan kaki jenjangnya. AC sudah terpasang dan hawa sejuk menerpa kulitnya. Batam tanpa AC ibarat hidup di gurun. Apalagi di sini blok perumahan baru, pohon besar belum ada.
Keputusannya membeli rumah di Batam bukan tanpa alasan. Setahun dia bekerja di sini, dia melihat bagaimana pesatnya pembangunan property di Batam. Selalu ada cluster perumahan baru yang muncul. Bukit-bukit dipotong, rawa-rawa ditimbun. Seperti dalam game sims city, pemerintah kota begitu sibuk meratakan tanah sehingga lebih mudah dibangun.
Gajinya sebagai manager marketing sebenarnya cukup untuk mencicil rumah di daerah yang lebih elit. Belum lagi tabungannya karena gagal menikah dulu, bisa untuk membeli cash rumah sederhana type 36. Tapi Tania pikir, dia tidak akan tinggal di Batam selamanya. Perusahaan selalu menempatkan para manager marketing keliling cabang di seluruh Indonesia. Paling lama dia akan tinggal 3 atau 4 tahun saja di Batam. Bisa lebih singkat tergantung prestasi. Setelah itu, dia akan diputar lagi, ditempatkan entah di mana.
Tidak mengapa untuk para jomblowati seperti dia. Berbeda kalau sudah berkeluarga. Akan lebih sulit berkumpul bersama anak dan pasangan masing-masing.
Karena itulah dia memilih membeli rumah tipe 36 dengan alasan bisa disewakan lagi jika nanti sudah tidak ditempati. Rumah yang dia beli terletak di kawasan strategis Batam Kota. Sudah direnovasi sehingga memiliki dapur dan teras. Untuk jomblowati seperti dia, rumah sebesar ini sudah cukup.
Memang dia harus merogoh saku lebih dalam karena harus membeli banyak barang. Kasur, lemari dan beberapa perlengkapan dapur. Juga AC dan meja kecil untuk laptop. Tapi semua sepadan dengan nilai investasi yang sedang dia bangun. Konon katanya, harga rumah dan kontrakan di daerah sini naik terus dari tahun ke tahun.
Tania masih melamun, menghirup aroma kamar baru. Cat baru dan suasana baru. Pakaiannya belum dia bongkar semua. Hari ini dia sangat lelah karena harus berbelanja barang dan mengatur letak perabotan. Juga menunggui orang yang memasang AC. Besok hari Minggu, dia bisa berbenah lebih lama. Sekarang dia mau tidur saja. Tania menarik selimut dan siap pergi ke alam mimpi.
=*=
Suara itu begitu lirih terdengar. Erangan-erangan gelisah seperti menahan sesuatu. Belum lagi suara-suara lain yang sangat mengganggu. Sumber suara begitu dekat. Seolah mereka yang bersuara berada satu ruangan dengannya.
Itu tidak mungkin. Dia tinggal sendirian di rumah ini. Apa ini mimpi? Kalau mimpi kenapa tidak ada gambarannya? Visualnya. Selama ini mimpinya selalu ada wujudnya. Misalnya dia mimpi berkasih-kasihan dengan seorang lelaki, maka dia bisa melihat jelas wujud lelaki itu. Kadang orang yang dia kenal, kadang tidak sama sekali.
Tapi yang sekarang sedang terjadi, dia mendengar suara orang bermesraan tapi kenapa warna mimpinya polos? Apa sebenarnya dia sudah sadar? Dan ini bukan mimpi?
“Hah! Sial! Siapa nonton bokep jam segini?” Diambilnya ponsel yang sengaja diletakkan di sebelahnya. Maksudnya supaya bisa mendengar alarm lebih jelas. Kadang telinganya suka tersumbat dan dia bisa bangun terlambat. Jam di ponselnya menunjukkan pukul dua dini hari. Masih terlalu pagi untuk terjaga.
Tania bangun dari tidurnya dan duduk tegak. Dia mulai mencari sumber suara. Rumah yang baru ditempati biasanya mengeluarkan aura mistisnya. Bisa jadi ini salah satu ujian yang harus dia hadapi. Mendengar suara-suara mistis dari alam gaib. Tapi suara mistis biasanya menyeramkan. Kalau ini menggairahkan. Dan ... apa itu?
Tania menajamkan pendengarannya. Kali ini dia yakin mendengar orang berkata-kata.
“Baby, aku nggak tahan. Cepetan sedikit?”
Ini maksudnya lagi ngapain? Antri di toilet?
“Keluarin aja, Sayang jangan ditahan.” Yang ini suara laki-laki. Dan apanya yang dikeluarin? Kok, kayaknya jorok banget.
Hilang sudah ngantuk Tania kini. Suara ini bikin dia makin penasaran. Dan suara ini datangnya dari tembok sebelah. Yang artinya, dari rumah sebelah karena rumah mereka satu dinding. Kalau ruangan yang dia tempati adalah kamar, maka yang di sebelah juga kamar.
“Ah, apes gue! Ujian tertinggi bagi kaum jomlo ya ini!” Tania menutup kuping. Sepertinya orang di sebelah tahu kalau Tania sedang mendengarkan. Bukannya dipelanin, suara itu malah makin keras.
Buset dah ... pake ada suara menggeram segala. Mereka lagi bercinta apa adu gulat? Gedebukannya itu, lho, parah banget. Belum lagi suara perempuannya, bawel banget! Nggak bisa apa cukup dengan mendesah? Nggak usah pake kasih komando kayak tukang parkir.
Terus, Sayang.
Dorong yang kuat.
Yang kencang, Beb.
Aduh, lagi, Yang. Enak.
Tania benar-benar terganggu. Dia ingin menggedor tembok seolah memberi tanda bahwa ada kehidupan di sebelah yang butuh keheningan.
“Mereka kenapa ribut banget, sih. Emang kalau bercinta harus seberisik itu? Bukannya malu, ya kalau ketahuan? Ini malah bikin mupeng. Ah, sialan! Sialan banget! Kayak nggak ada waktu lain buat ML.” Percuma juga Tania berkeluh kesah. Orang di sebelah juga tidak akan mendengar.
Tania menutup kedua kupingnya dengan dua bantal. Bisa saja Tania keluar, tapi di luar pasti banyak nyamuk karena dia belum memasang kawat nyamuk di ventilasi. Dan juga panas. Di luar kamar tidak ada AC atau kipas angin. Tania mulai bernyanyi lirih untuk mengusir suara yang semakin lama semakin mengganggu.
“Sayanggggg ....” Suara mendesah yang tidak seksi mengakhiri segala keributan. Setelah itu hening. Tidak terdengar apa-apa untuk beberapa waktu lamanya. Tania bisa bernapas lega. Dia bisa tidur kembali. Untung besok hari Minggu jadi dia bisa bangun siang.
Baru saja tubuhnya terasa rileks dan tirai mimpinya sedang membuka, suara sialan itu datang lagi. Kali ini sungguhan dekat. Bahkan ada suara benturan dan gesekan di tembok yang berada di sisi kanannya. Lalu suara garukan. Erangan perempuan yang tak henti-henti.
Tania sudah tidak tahan lagi. Orang sebelah benar-benar tidak punya sopan santun dan tidak bisa menghargai privacy orang. Kalau mau seribut ini, seharusnya mereka menyewa hotel saja atau kamarnya memakai peredam. Apa dia nggak tahu kalau dinding kamarnya berbatasan langsung dengan kamar orang lain?
Racauan perempuan semakin terdengar jelas dan kotor. Sumpah, ini nggak banget buat di dengar jomlo seperti Tania. Tadinya dia merasa gairahnya terpancing tapi sekarang, dia merasa jijik. Siapapun yang tinggal di sebelah harus merasakan protesnya. Dia nggak boleh seenaknya saja berbuat m***m.
Tania semakin jijik mendengar racauan perempuan yang sedang berada di puncak hasrat. Mau dicap pengganggu atau apalah, Tania nggak peduli. Dia lelah dan butuh tidur. Ketika didengarnya perempuan itu meracau meminta lelakinya mempercepat gerakannya, Tania menggedor tembok sebelah beberapa kali.
“Brisik, sialann!” teriaknya.
Lalu semuanya hening. Tidak ada suara lelaki apalagi perempuan sinting yang memaki. Yang ada cuma suara desah napasnya.
“Syukurlah ... gue bisa tidur. Awas aja besok! Gue datengin orang sebelah!”