Nicko menghampiri Ressa yang sedang makan di kantin kantor. Gadis itu nampak sendirian. Setelah ia ditunjuk Evrand menjadi sekretarisnya, gadis itu menempati ruang tersendiri. Apalagi terkadang jam istirahatnya berbeda dengan staf lain, jadi untuk sekedar makan siang bersama ia tak sempat.
"Boleh duduk disini?" tanya Nicko saat baru datang.
"Silahkan pak," jawab Ressa selesai menyuap nasi ayam kremes yang dia pesan.
"Santai aja, panggil aja Nicko kalau kita sedang diluar urusan kerja," ucap Nicko mengakrabi, seperti biasanya.
Ressa hanya mengulum senyum simpul. Ia menyelesaikan makan siangnya dengan menandaskan jus jambu tinggal setengah isinya.
"Bapak, eh maksud saya Nicko, gak pesen makan?" Ressa merapikan bekas piringnya. Kebersamaan selama ini membuat Ressa tak terlalu canggung pada Nicko dibanding dengan si pria dingin, Evrand.
"Tadi selesai meeting lanjut makan diluar. Lagian sudah jam 2 kenapa kamu baru istirahat?"
Ressa diam sebentar lalu kembali berucap,"Pekerjaan hari ini lumayan, jadi baru sempat turun."
Bukan karena pekerjaannya tapi Evrand sejak tadi membuatnya terus berkutat dengan berbagai berkas mulai dari data project satu semester belakangan, analis data akuntan perusahaan, arsip desain project visual, dan masih banyak lagi. Ressa merasa itu bukan pekerjaan tapi lebih tepatnya dia dikerjai.
"Ressa, maaf kalau saya tidak memberitahu kamu sebelumnya tentang permintaan Evrand itu. Saya pikir Evrand tidak serius waktu itu, tapi ternyata..." kata-kata Nicko terpotong oleh sebuah suara dari belakang.
"Hai Nick, aku tidak tahu kau suka makan siang disini juga," Evrand melangkah sedikit lebar menghampiri mereka berdua.
Kini mereka bertiga duduk di satu meja. Suasana berubah canggung terlebih Ressa. Gadis itu melirik arloji di lengan dan berpikir sebaiknya ia menyudahi waktu istirahatnya sekarang.
Dengan sopan Ressa berpamitan meninggalkan Nicko dan Evrand yang terlihat saling beradu pandang. Evrand masih mempertahankan mimik wajah tanpa ekspresinya, ia bahkan terlihat meledek ke arah Nicko. Sementara Nicko merasa Evrand memang sengaja datang mengganggunya dengan Ressa.
Sepeninggal Ressa, Nicko pun hendak beranjak tanpa berkata apapun. Tapi sebuah deheman membuat kaki yang sudah tegas berpijak itu berhenti.
"Aku tahu kau menaruh hati padanya Nick, tapi sepertinya kini akan ada sedikit improvisasi," tutur Evrand melirik dengan senyum di sebelah sudut bibirnya.
Nicko membalas senyuman yg sama. "Aku pikir kita masih kawan lama seperti masa kuliah dulu Ev, dan aku sedang tidak ingin bersaing. Biarlah sang ratu yang menentukan," balas Nicko tak kalah tegas.
"Apa dia mengetahuinya?" kembali Evrand menelisik lawan bicaranya.
"Hampir. Sebelum kau mengacaukannya kembali," jawab Nicko lalu pria itu beranjak.
Evrand tak menggubris kembali. Kini pria itu tersenyum seperti menemukan kartu keberuntungan pertamanya.
Sejak malam itu, kau sudah menjadi misteri untukku. Dan jangan pikir aku akan menyerah sebelum mendapatkanmu, batin Evrand menegaskan.
****
Aroma soft rose di setiap sudut ruang menandakan Ressa selesai dengan rutinitasnya sepulang kerja. Gadis yang sangat menyukai kebersihan itu akan tidak betah jika tempat tinggalnya terdapat kotoran sedikitpun.
Ia melirik jam diatas nakas setelah keluar dari kamar mandi. Sudah jam 7 malam. Bahkan perutnya sudah berdendang minta di isi.
Selesai mengeringkan rambut dan berpakaian kasual dengan setelan kaos krem dan celana blue jeans selutut. Rambutnya di kuncir kuda membuat gadis itu terlihat berbeda dari kesan formalnya.
Jalanan malam itu mulai padat dengan lalu lintas mengingat malam sabtu. Akan lumrah melihat pemandangan yang padat karena besok sebagian besar rutinitas warga ibukota akan libur.
Ressa memarkirkan mobil di parkiran restoran jepang tempat ia dan beberapa temannya janjian. Akan sangat menyenangkam bukan berkumpul bersama teman di akhir hari masuk kantor seperti ini.
"Kalian sudah pesan makanan?" sambut Ressa setelah mendudukkan dirinya di kursi.
"Sudah dong, kita tidak lupa menu kesukaanmu," jawab Monika.
"Aku sedang punya voucher makan disini, lumayan kan 20% untuk beli tiket bioskop nanti sama my babe," timpal Vira yang disanggupi gelak tawa Monika dan Ressa.
"Ihh kau ini Vir, senang sekali memamerkan segala kencanmu dengan Romeo mu itu. Sedikitlah kasihan sama aku yang lagi ldr ini..." sungut manja Monika menambah tawa Vira lagi.
"Kau itu, Ressa saja yang jomblo tidak pernah masalah kenapa kau manyun begitu, aku bercanda cantik..." rayu Vira dengan menumbalkan nama Ressa.
Mereka bertiga masih melanjutkan obrolan seru sambil melahap menu pesanan yang sudah tertata rapi di meja. Ressa masih menimpali setiap gelak tawa diantara teman-temannya. Namun ucapan Vira tadi sempat menjadi buah pikirannya. Apa benar dia setragis itu. Di usianya yang sudah di angka 27, ia masih betah sendiri. Menikmati keseharian yang ia pikir sudah menyenangkan.
Sering Hansen menanyakan apakah ia ada dekat dengan seseorang pria yang akan dikenalkan. Dan Ressa selalu menjawab bahwa ia masih ingin menemani Daddy nya itu.
Jam sudah menunjuk jarum ke sembilan ketika Ressa memasuki pintu tol menuju kawasan apartemennya. Belum sampai 15 menit melewati jalan tol, tiba-tiba mobil itu mogok. Ressa memeriksa jarum penunjuk bahan bakar, tapi masih berada di warna kuning. Kembali ia mencoba menyalakan mobil tapi hasilnya nihil.
Rupanya kuda besi itu mulai lelah menemani kesendirian Ressa selama ini. Harusnya ia menerima tawaran Hansen untuk mengganti mobil yang sudah dipakainya sejak tahun ketiga ia menempuh pendidikan S1 nya itu.
Kini ia berada diluar mobil entah harus berbuat apa. Baru kali ini ia mengalami mogok dan apesnya di kawasan jalan tol. Kondisi jalanan yang sudah gelap dan tak begitu ramai karena jam pulang kerja pun sudah lewat membuat Ressa bertambah gelisah.
Siapa yang harus dia hubungi untuk membantunya sekarang? Oh alangkah menyenangkan kalau dia memang punya pacar yang siap membantunya saat genting seperti ini.
Ressa masih mondar mandir di sekitar mobil hanya ditemani sorot lampu depannya. Tiba-tiba sebuah sorot menyilaukan mendekat dan suara khas mobil sport mendekat, berhenti tepat dibelakang mobil Ressa.
Melihat dari penampakan mobil itu, pasti pemiliknya adalah bukan sembarangan. Biasanya mereka membeli mobil seperti itu untuk kegabutan semata. Tak lama pintu BMW putih itu terbuka dan jelas Ressa melihat itu adalah boss nya, Evrand. Apa ini keberuntungan atau kemalangan karena malah pria ini yang datang? Gumam Ressa.
"Pak Evrand?" Panggil Ressa.
Pria itu tidak menyahut dan mendekati Ressa. Lalu membuka kap depan mobil gadis itu, memeriksa sejenak. "Akan lama perbaikannya. Sepertinya kau jarang memperhatikan mobilmu. Apa kau sudah menghubungi layanan mobil derek untuk menjemput disini?"
Mobil derek? Ah iya, kenapa Ressa bisa tidak terpikir dengan itu.
"Hmm sudahlah. Biar aku urus mobil ini dan kau pulanglah bersamaku. Tidak baik anak gadis sendirian pulang malam begini," tutur Evrand lugas.
Sekitar 20 menit mobil derek datang. Ressa yang tak enak hati menolak bantuan dari boss nya itu akhirnya masuk ke mobil Evrand dan mesin pun menyala.
Sepanjang perjalanan mereka berdua hanya diam tanpa ada yang memulai pembicaraan. Sampai Evrand membuka suara menanyakan kawasan apartemen Ressa pun, gadis itu hanya menjawab sekedarnya.
Canggung pasti, Evrand mengalami hal yang sama. Harusnya dia mengambil kesempatan ini untuk lebih mengenal Ressa.
Baru Ressa berpikir jika malam itu lalu lintas berpihak padanya karena tidak terlalu padat agar dia cepat sampai dirumah, nyatanya tak sesuai yang di inginkan. Terjadi kemacetan karena ada kabel listrik yang mengalung turun sehingga dibutuhkan waktu untuk perbaikan. Mereka yang terlanjur terjebak di kemacetan itu hanya menghela napas pasrah.
"Semoga ini tidak akan lama. Apa kau sedang buru-buru?" ucap Evrand lalu menoleh pada Ressa.
Yang ditanya sempat terkejut namun segera mengulum senyum dan menjawab," Tidak pak, hanya tinggal pulang." Cukup lama mereka kembali terdiam dan Ressa baru ingat tentang mobilnya. "Hm pak, mobil saya bagaimana?" tanyanya sedikit canggung karena harus merepotkan Evrand.
"Oh itu, nanti setelah selesai akan diantar ke alamatmu. Kirim saja alamat lengkapmu padaku jadi aku tinggal menyampaikan pada mereka," jawab Evrand santai.
Jam sudah menunjuk pukul 10 malam dan perbaikan kabel itu belum juga selesai. Di belakang jalur masih saja dilakukan pengalihan untuk mengurangi kemacetan.
Ressa menguap kecil. Ia sudah cukup lelah hari ini dan kesialan tadi membuatnya ingin segera sampai rumah.
Evrand memperhatikan wajah lelah gadis disampingnya. Ia memikirkan sesuatu yang bisa mengurangi kantuk Ressa.
"Res, mau minum? Ada air mineral di dashboard depan kursimu. Ambillah jika kau haus," tawar Evrand ramah.
Ressa berpikir sekilas. Rupanya Evrand punya sisi lembut juga sebagai seorang pria. Tidak hanya menyebalkan dan berwajah dingin seperti biasanya.
Gadis itu mengangguk. Tangan Evrand terjulur hendak membuka kap dashboard yang sedikit rumit karena jauh dari jangkauannya. Pria itu melepas seatbelt lalu sedikit mendongak ke samping hingga Ressa dapat mencium aroma kayu-kayuan dari setelan kasual Evrand malam ini.
Saat Evrand berbalik, matanya bertemu dengan tatapan mata hazel Ressa yang membulat karena jarak mereka terlalu dekat. Bahkan Evrand bisa merasakan deru napas Ressa yang beradu dengan hembusan napasnya.
Keduanya masih terpaku di posisi yang sama dan Evrand segera menegakkan duduknya kembali. Pria itu tidak bisa terus memandangi manik mata Ressa yang selalu menarik rasa penasarannya untuk terus mengenali gadis itu.
Ressa segera meminum air mineral dalam botol bersegel itu. Ia meneguk lebih banyak untuk menetralkan degup jantungnya yang tadi sempat mencuat kesana kemari.
Terlihat arahan petugas lalu lintas di depan untuk bergerak maju menandakan perbaikan sudah selesai.