Masih Ada Cinta Kah?

1030 Words
Ayana POV "Istrimu itu enggak perlu di kasih uang skin care! enggak perlu dibelikan baju! dia itu siapa sih! dia itu hanya orang lain yang kamu nikahi. Aku itu ibu yang melahirkan dan membesarkan mu hingga kuliah dan sukses seperti ini. Sini gajihmu kasih ke ibu setengahnya dan setengahnya kamu pegang. Istrimu itu kasih untuk makan saja sekedarnya! enggak perlu lah dia pakai baju bagus dan skin care ran. Artis juga bukan!" Aku tertegun ketika aku kembali dari toilet mendengar percakapan mertuaku dengan suami. Ibu memang sering ke rumah dan meminta uang pada suamiku. Aku tidak masalah karena beliau memang ibunya suamiku. Namun .... bagaimana bisa ibu mengatakan bahwa aku ini orang lain yang hanya mas Faisal nikahi saja. Bagaimana seorang ibu mengatakan itu. Namun aku hanya bisa terdiam. Mungkin beliau sedang cemburu padaku. Maklum lah seorang ibu memang kadang seperti itu. Mas Faisal melihat padaku dan tersenyum padaku. "Kamu jangan anggap ya, omongan ibu. Kamu tahu kan kalau ibu emang sikapnya seperti itu." Beruntungnya aku memiliki seorang suami yang begitu peduli padaku. Ketika mertuaku bersikap menyebalkan maka suamiku akan menenangkan ku. Itu membuat jiwaku tertolong dan aku merasa bahwa sikap ibu mertuaku adalah sebuah cobaan rumah tangga kami. Dan kita berdua memang harus bisa melewati ini. Ku maklumi, kadang orang tua memang memiliki perasaan cemburu yang berlebihan. "Mas kerja dulu, ya." dia mengecup keningku seperti biasa ketika ia mau kerja. Dan aku merasa bahagia dengan sikapnya ini. "Iya, mas." Ku cium punggung tangannya dan dia pun pergi meninggalkan rumah. Aku rencananya akan menyiapkan makan malam untuk mas Faisal nanti sore. Jadi pagi ini aku harus pergi ke pasar untuk membeli ikan dan sayuran. Ku lihat uang yang mas faisal berikan hanya cukup untuk membeli tempe dan sayuran saja. Akhir akhir ini, mas Faisal memang memberikan uang yang kurang. Mungkin karena ibu yang meminta atau juga karena gajihnya yang sedikit. Dulu, ketika awal menikah selama lima bulan, mas Faisal selalu memberikan semua uangnya, kecuali untuk bensin motor dan ia jajan. Mas Faisal ini tidak merokok sehingga ia sering ngemil. Dan bagiku itu tidak masalah, asalkan tercukupi kebutuhan hidup kami. Namun akhir akhir ini ... uangnya selalu saja tidak cukup. Aku sudah menjual antingku demi agar kebutuhan kami terpenuhi. AKu pernah meminta untuk kerja membantunya, namun mas Faisal melarangku dengan alasan dia merasa malu kalau istri harus kerja juga. Dia bilang, istri tugasnya di rumah dan melayaninya. Maka aku pun dengan senang hati menuruti permintaannya, sebagai baktiku pada suamiku. "Ayana!" Dia Nilam teman sekolah ku. Aku hampir tidak mengenalnya karena dia masih saja cantik dan berpakaian modis. Nilam menelisik ku. "Ayana! ko kamu jadi kaya gini sih!" ia memegang kedua bahuku. AKu memang berubah setelah menikah dengan Mas Faisal. Bajuku kucel karena mas faisal tidak mampu membelikan ku baju. Wajahku juga kusam, karena boro boro untuk membeli skin care, bahkan untuk makan pun susah. Badan ku juga agak kurus karena aku lebih sering berpuasa dari pada makan. Fasalnya makan juga hanya nasi dan asin. Aku bukannya tidak mensyukuri nikmat. Namun ketika berpuasa justru meski hanya dengan ikan asin, maka rasanya akan terasa lebih nikmat. Aku harus bersyukur dan menganggap ini adalah sebuh cobaan hidup. "Kamu baik baik saja kan?" Nilan sedari dulu memang baik, karena kami ini bersahabat. AKu hanya mengangguk. "Kamu nikah sama faisal kan?" aku kembali mengangguk. "Ko bisa sih, kamu jadi kaya gini?" Nilam memeluk ku. "Mana nomor kamu, ayo cerita sama aku." "Terima kasih nilam." Ku berikan nomor ku padanya. "Jujur lah, Faisal memperlakukan kamu dengan baik kan?" Niam mengajak ku untuk makan di restoran. Aku sungguh merasa malu padanya karena penampilan ku yang acak adul seperti ini. Aku memakai daster yang memang sudah kucel. Rambutku aku ikat asal, dan aku bahkan enggak memakai bedak karena bedak ku memang sudah habis. Aku enggak berani meminta pada Mas Faisal. beban hidup kami sudah lumayan berat, aku enggak mau menambah bebannya dengan meminta bedak yang menurutku enggak penting penting amat. "Iya, Nilam." "Beneran kan?" Nilam kembali menatap padaku. Aku terdiam. Mas Faisal akhir akhir ini memang sudah dingin padaku. "Kamu satu kantor kan sama dia, kamu mungkin tahu dia kaya gimana kan?" Nilam terdiam. "AKu jarang ketemu sama suamimu. AKu kan sekertaris. AKu lebih sering bersama pak Akbar pergi nemenin dia meeting." Ujarnya. Aku senang mendengar bahwa pekerjaan Nilam memang se hebat itu. Dulu aku juga kerja, namun mas Faisal menyuruhku untuk berhenti dengan alasan ia cemburu melihat Pak AKbar sering melihat padaku. Padahal Pak Akbar juga sudah punya istri kan. "Oh, iya. Bagaimana kamu masih belum hamil?" tanya Nilam lagi. "Mungkin belum saatnya." ujarku. Kami mengobrol sampai selesai makan. Kemudian setelah itu aku pulang. Sore hari, aku menyiapkan makanan dan mengirim pesan pada mas Faisal untuk segera pulang. Namun herannya dia enggak membalas pesan ku. Jam sudah menunjukan puku tujuh malam, namun mas faisal masih saja belum membalas pesan ku. Dia juga tidak mengangkat panggilan ku. Aku sungguh tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Aku takut Mas Faisal ke napa napa. Hujan mulai lebat. Aku takut Mas Faisal kehujanan. Aku segera mengambil dua payung, untuk ku dan juga untuk mas Faisal. Mungkin saja dia sedang menunggu hujan di restoran yang letaknya tidak jauh dari kantor. Aku naik angkot ke sana karena aku takut suamiku terkena hujan dan sakit. Begitu angkot sampai aku turun dan benar saja mas Faisal di sana, namun ... Siapa perempuan yang bersamanya? Dia sangat cantik dan seksi tubuhnya. Bohay berisi dan berkulit putih. Aku melihat bahwa mereka akrab sekali. "Mas ..." aku merasa sesak, namun sebaiknya tidak cepat mengambil kesimpulan. Mungkin saja dia hanya temannya Mas Faisal kan? Ku tersenyum se kuat mungkin dan meletakan payung di telapak tangannya dengan air mataku yang terasa berat membendung. Tenang lah Ayana. Suamimu mencintaimu. Kamu harus ingat perjuangannya ketika dia ingin mendapatkan mu. Kamu diperjuangkan dan kamu diperlakukannya seperti Ratu. Kamu harus berpikir positif dan percayalah semuanya akan baik baik saja. Namun ... Tetap saja air mata ini luruh ketika aku naik angkot. Sakit sekali. Aku menyiapkan makan malam, sedangkan ia bersama seorang perempuan cantik. Aku menjual antingku untuknya makan malam dan membeli ikan mas di pasar. Namun ... ku pegang dadaku yang terasa sesak luar biasa ini. Kamu kenapa mas? masih cinta kah sama aku mas?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD