Malam Pengantin

1355 Words
Waktu terus beranjak, dan tak terasa hari telah larut, setelah beberapa kalo berganti pakaian dari pakaian adat, hingga gaun mewah yang semuanya hasil rancangan designer terkenal. Tentu saja semua itu bukan untuk dirinya, melainkan untuk sang keponakan, tapi karena tubuhnya yang tak jauh beda dengan keponakan membuatnya bisa menggunakan gaun yang telah di buat secara khusus untuk pernikahan mewah ini. Karena seluruh tamu telah berpamitan pulang. Termasuk pihak keluarganya, akhirnya mereka kembali ke kamar. Setelah mengantar sang istri ke kamar pengantin mereka, Haris melepas jasnya dan membasuh riasanya lalu berpamitan akan bertemu dengan sahabat-sahabatnya. " Kau, tidurlah dulu. Aku akan bertemu dengan sahabatku di hotel ini, jangan tunggu aku, karena belum tentu aku kembali..." ucapnya sembari mengganti baju dengan cepat. “Satu lagi, jangan berbangga diri dengan semua ucapan orang terhadapmu tadi. Dan jangan bermimpi menggantikan posisi siapapun!” Setelah mengucapkan kalimat itu, Haris langsung melangkahkan kaki menuju pintu dan menutupnya keras. Tinggallah Sonya sendirian di kamar yang sepi itu. Hhh! Inikah malam pengantin itu? Sunyi, sepi sendiri. Jangankan mempertanyakan kelelahanku atau membantuku membuka gaun. Dia justru mengataiku seperti itu? Ahh, sudahlah! Toh ini bukan pernikahan sesungguhnya, apa yang kau pikirkan Sonya? Dia itu kekasih keponakanmu, bagaimana mungkin dia membuka gaunmu dan bertanya padamu apakah kamu lelah? Jangan mimpi. Bulir bening membasahi pipinya tak terbendung. Menyadari bahwa pernikahannya sungguh menjadi pernikahan yang paling menyedihkan di jagad raya ini. Malam semakin larut, tampak Sonya di dalam kamar pengantin itu masih sendirian. Tangisnya tak kunjung reda, meratapi diri. Bahwa dia tak lagi sama dengan dirinya kemarin, yang bebas tanpa status. Kini foto dirinya telah membingkai di seluruh media cetak ataupun elektronik, dan telah menghiasi berita ke seluruh penjuru tanah air. Dengan berbagai macam pemberitaan yang mengulitinya secara tuntas khas wartawan. Sonya tak tahu harus berterimakasih atau bersedih. Saat ini dia tak dapat menggambarkan suasana hatinya dengan pasti. Yang jelas, ponselnya tak henti berdering sedari tadi, tapi dirinya enggan untuk menyentuhnya. Pesan masuk terus menerus masuk, baik dari group chat ataupun jaringan pribadi. Jangankan untuk menikmati menu yang terhidang dengan aroma menggoda di meja makan kamar pengantin itu. Melihatnya pun enggan, hingga semua menu itu dingin dengan sendirinya. Sonya tak beranjak dari duduknya, hingga waktu tanpa terasa telah menunjukkan pukul 02.00 dini hari, dan Haris, pria yang baru saja menikahinya tak kunjung memperlihatkan batang hidungnya, setidaknya sekedar untuk menghiburnya, karena telah memaksakan kehendak. Kamu pikir dia sahabatmu? Bisa kau harapkan akan menghiburmu dan meminta maaf karena telah menyeretmu ke dalam permasalahannya? Kau pikir dia siapa? Dan kau siapa? Apakah kau secantik Tanya ponakanmu, hingga membuat pria itu memperhatikanmu? Ayolah Sonya jangan berharap lebih, dan jangan mengasihani diri sendiri. Kamu memang telah menikah secara sah. Itu benar! Tapi pernikahanmu hanya sekedar penyelamat nama baik saja, catat itu. Sonya menghela nafas panjang, menatap kosong kearah jendela yang sengaja dia biarkan terbuka, hingga terlihat dengan jelas gelapnya malam ini seperti layaknya gelap hatinya. Semilir angin terus menerpa masuk di padu dengan dinginnya air conditioner menambah suasana kamar itu semakin dingin dan mencekam. Lamunannya buyar seketika, karena di kejutkan oleh suara ketukan pintu, dan tak lama kemudian pintu itu terbuka. Terlihat Haris, dalam keadaan mabuk di papah oleh asisten pribadinya, yang menunduk hormat padanya. "Selamat malam, Nyonya. Maaf, Tuan sedikit mabuk malam ini, karena tak dapat menghindari permintaan sahabat Tuan untuk merayakan pernikahan Tuan..." Sapa Yogie menunduk hormat kearah Sonya. Sonya hanya mengangguk, sembari mengelap air matanya dengan sigap. Setidaknya dia tak ingin orang lain mengetahui deritanya. Selesai mengantar sang Boss, Yogie pun segera berpamitan kepada Sonya yang masih terdiam mematung di depan pintu " Saya pamit dulu Nyonya, kalau butuh sesuatu bisa langsung hubungi saya, karena saya berada di sekitar Hotel..." lanjut Yogie sopan. "Baiklah, untuk sementara, kami belum membutuhkanmu, istirahatlah dengan baik, ini sudah larut..." jawab Sonya sembari menganggukkan kepalanya membalas Yogie sembari tersenyum, membuat Yogie terpana dengan ucapan istri tuannya. Haris berdiri di pintu sembari menatap Sonya yang tersenyum kearah asisten pribadinya. Haris tertawa terbahak-bahak, lalu mengunci pintu dan berjalan dengan langkah terseok-seok menuju ranjang, Sonya mengiringi langkahnya dari samping karena takut Haris terjatuh. Sekeras apapun hatinya, sesakit apapun yang dia rasakan atau sebenci apapun dia terhadap pria yang telah memaksanya menikahinya, dia tidak akan tega membiarkan pria yang telah menjadi suami sah-nya itu, hingga terjatuh dalam keadaan setengah sadar. Melihat Sonya mengiringinya, membuat Haris semakin terkekeh. Lalu dengan kasar dia menarik tangan Sonya, hingga mereka berdiri sejajar, lalu sedetik kemudian tangannya meraih wajah sang istri dan mencium bibir merah yang masih terpoles lipstick dengan kasar. Terlihat Sonya meronta sekuat tenaga, tapi beberapa kali menolak dengan berusaha memalingkan wajahnya, akhirnya bibir itu berhasil masuk dalam perangkap bibir Haris yang telah terkontaminasi dengan alkohol. Haris menciumnya dengan beringas seolah ingin memakan dirinya. Ingin rasanya dia menampar wajah sang suami yang telah lancang menyentuh bibirnya, tapi kembali. Haris adalah playboy kelas kakap yang sudah sangat hafal bagaimana reaksi wanita terhadapnya, dimana pada akhirnya semua wanita akan luluh padanya. “Aww! Lepasin aku!!” teriak Sonya pada akhirnya. Tapi suara kecilnya yang melengking justru membuat sang suami mencengkram bahunya lalu kembali memaksa dan menikmati bibir mungil itu dengan paksa. “Kau istriku, jadi ikuti saja permintaanku!” gertaknya sembari terus mengulang ciumannya seolah dia sedang candu. "Hentikan tingkahmu ini bung.!" teriaknya sembari memalingkan wajahnya, dia menatap wajah pria yang telah menikahinya dengan tatapan jijik. Sentuhan tangan pria itu, bak ribuan pisau tajam yang telah menyerang seluruh tubuhnya tanpa ampun hingga ke ulu hati. Tangisnya kembali pecah, karena amarah telah menyesakkan dadanya, menghadapi kenyataan pahit ini. Dia setuju menikah, tapi bukan berarti dia mau menjadi b***k ranjang pria ini. Apapun alasannya dia tidak ingin melakukan adegan ranjang dengan pria yang tidak dia cintai terlebih berdasarkan pernikahan paksaan. Hanya karena menjaga harkat dan martabat keluarga. Mendengar sang istri berteriak, seperti jijik dengan sentuhannya, membuat amarah Haris memuncak. Dengan secepat kilat tangannya menarik rambut sang istri, hingga Sonya meringis kesakitan dengan tatapan menyala. "Apa katamu, hahh.?!" teriak Haris dengan suara lantang. Kamar pengantin, yang terhias mewah di hotel bintang lima, bukan di iringi oleh suara tawa sepasang suami istri, atau desahan manja saling memadu kasih dan bermanja-manja. Kamar pengantin kali ini, berbeda dari kebiasaan, justru dipenuhi ketegangan. "Jaga sopan santunmu padaku.!" teriak Sonya dengan tatapan menantang, seolah dia tak takut pada pria di hadapannya yang tadi pagi menodongkan pistol kearahnya. Kehampaan hatinya semakin terasa kini, membuatnya bertindak berani. "Sopan santun, katamu?! " tawanya meledak dengan kepala mendongak keatas. "Sopan santun yang bagaimana maksudmu, ISTRIKU.." bisiknya lagi sembari terkekeh mendengar ucapan sang istri yang terdengar seperti lelucon baginya. " Seharusnya kau berterima kasih padaku, karena nama baikmu selamat, dan sebagai ganti hancurnya masa depan impianku.!" jawabnya tak ingin kalah dengan gelak tawa Haris yang telah menyepelekannya. " Ohh, ya? Aku lupa mengucapkan kata terimakasih, baiklah kalau itu, keinginan istriku..." ucapnya semakin mendekatkan tubuhnya, lalu secepat kilat dia telah memeluk Sonya dengan kuat. "Terimakasih istriku sayang…telah menyelamatkan nama baiku dan keluargaku.." bisiknya perlahan sembari memeluk erat sang istri. Sonya memejamkan mata dan mencoba berdamai dengan hati, meski enggan tapi semua telah terjadi, merontapun tak menbuahkan hasil, apa yang dapat dia lakukan jika semua seperti ini. Berlaripun tiada guna. Pikirnya. Tapi sejenak kemudian dia tersentak dengan tawa Haris yang meledak memecahkan suasana. "Seperti itukah yang kau inginkan? Kau pikir ini hanya keinginanku? " tanyanya sembari tangannya memegang dagu Sonya. Sonya terkejut dengan ucapan Haris, dengan cepat dia memalingkan wajahnya. "Apa maksudmu, Tuan?!" tanya Sonya membulatkan matanya, dan menatap tajam mata Haris. "Kau pikir, hanya aku yang menginginkan pernikahan ini?! Kau dan kakakmu itu jauh lebih mengharapkannya.!!" jawab Haris ketus. "Jaga ucapanmu, tuan Haris.!" balas Sonya merasa tersudut. Sejak kapan aku menginginkan menikah dengan pria sepertimu? Benar, aku ingin menikah, sangat bahkan. Tapi tidak denganmu! " Kalau kau tak menginginkan pernikahan ini, kau bisa saja lari meninggalkan aku di pelaminan, bukan menikmati peran sebagai pengantin yang paling bahagia di dunia ini, karena telah di nikahi oleh seorang Haris.!!" ucapnya sombong dengan nada semakin meninggi. Dasar orang mabuk! Kau yang memintaku menikmati peran dengan mengancamku! Tapi sudahlah, percuma berdebat dengannya. Toh aku akan selalu kalah. Disaat Sonya melamun dia di kejutkan oleh sang suami yang tiba-tiba mengangkat tubuhnya dan menghempaskannya ke atas ranjang, lalu dengan sigap dia membuka kancing kemejanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD