9. Berkorban

973 Words
Keysa bolak-balik diruang tengah rumah Arkan menanti empunya pulang. Menghawatirkan dua hal sekaligus, bagaimana keadaan Syaniah dan bagaimana nasibnya besok setelah sah menjadi isteri Arkan secara agama. Pastinya sejak mengiyakan keinginan Arkan agar Keysa patuh dan tak membantah demi keselamatan Syaniah. Saat itu juga Keysa sadar bahwa hidupnya tak sama lagi, bahwa untuk selanjutnya meski tak rela ia akan dijadikan boneka atau mainan yang bisa Arkan mainkan semau dan seenaknya. Knop pintu diputar mengalihkan perhatian Keysa ke pintu yang memperlihatkan Arkan yang baru pulang. Masih dengan setelan yang digunakannya saat mengantarkan Syaniah ke rumah sakit. Dengan jas yang sudah dilampirkannya ke tangan dan kancing kemeja teratas yang terbuka. Menjadikan Arkan tampak seksi dan menggoda dimata Keysa. Andaikan Arkan tidaklah b******k dan tidak suka memanfaatkan ketampanannya untuk mempermainkan banyak kaum hawa, Keysa mungkin takkan begitu keberatan menjadi istrinya. Andaikan saja .... "Tidak," ucap Keysa tanpa sadar dengan pelan mengelak pesona ketampanan Arkan. Sambil menggelengkan kepala Keysa menyadarkan dirinya bahwa sosok dihadapannya bukan orang yang boleh dikaguminya, tapi patut dibencinya. "Kamu kenapa?" Tanya Arkan mengerut bingung mendapati Keysa menantinya pulang diruang tengah sambil menggeleng menatap kedatangannya. 'Apa wanita ini baru saja mengagumi ketampananku?' Arkan membatin seraya menyunggingkan seulas senyum devil-nya. 'Mengapa lelaki berengsekkk ini tersenyum, apa dia puas melihatku khawatir disini? Dia puas telah berhasil menjadikanku mainannya??' Keysa membatin dengan geramnya, tapi dia tak menunjukkan hal itu kepada Arkan, karena Keysa masih menyayangi nyawa sahabatnya, Syaniah. "Tidak. Aku tidak kenapa-napa, hanya mencemaskan keadaan Syaniah. Bagaimana kondisinya, apakah dia sudah siuman? Syaniah sudah baik-baik sajakan, kondisinya tidak ada masalah, jadi kapan dia bisa pulang???" Keysa mencecar Arkan dengan rentetan pertanyaannya yang membuat Arkan tak habis pikir. "Sayangnya dari sekian banyak pertanyaanmu, aku hanya punya satu jawaban yaitu, tidak." "Tidak untuk apa? Maksudmu bagaimana??" "Wanita bar-bar itu koma dan dia bahkan hampir mati jika saja aku terlambat satu detik membawanya ke rumah sakit." Arkan santainya merasa tak bersalah sama sekali bahkan mengatakannya tanpa simpati. "Sudahlah, lebih baik pergilah ke kamarmu beristirahat. Aku tak mau jika sampai mata pengantinku menghitam," sambungnya tak ingin dibantah. Keysa memutar berbalik dengan kecewa juga rasa khawatir yang kian terasa mendalam. Dia pun melangkah lamat-lamat menaiki tangga dengan tak bersemangat menuju ke arah kamar yang Arkan sediakan untuknya. "Hati-hati!" Peringat Arkan dengan nada membentak dan tiba-tiba saja tanpa sadar Keysa sudah berada dalam rangkulan Arkan. Apakah dia baru saja akan terpeleset, tapi jika benar begitu mengapa Keysa tak merasakannya sama sekali. "Itu karena kamu terlalu banyak melamun," jawab Arkan tepat sasaran seolah bisa menebak isi pikiran membuat Keysa kaget. ***** Akhirnya resepsi pernikahan yang tak inginkan pun terjadi, dihadiri oleh keluarga, teman serta rekan kerja kedua pihak mempelai pengantin. Dari akad nikah, dilanjutkan acara lain hingga ketika tamu undangan satu persatu atau secara bergandengan memberi ucapan selamat kepada pengantin. Hampir seluruh prosesi acara pernikahan berjalan dengan baik, lancar tanpa hambatan, tapi bagi Keysa hal itu terasa sesak karena tak menginginkan pernikahan tersebut terjadi. Belum lagi waktu terasa lambat menurut Keysa yang ingin semuanya cepat berlalu. Biarlah tangannya yang enggan kini terasa pegal, tapi masih tetap saja dipaksa terus menerima jabatan tangan dari para tamu undangan yang mengucapkan selamat atas pernikahannya. Keysa sudah tak mempermasalahkan hal itu, sebab ada yang lebih penting dari itu sekarang. Bagaimana keadaan Syaniah sahabat yang mungkin tengah terbaring lemah di ruang rawat rumah sakit sekarang ini?? Keysa sudah tak sabar ingin menjenguknya dan ingin memastikan keadaannya. Semoga saja setelah Keysa yang dari semalam menuruti semua perkataan Arkan dengan baik dapat meluluhkan hati Arkan sehingga mengizinkannya. "Berhenti melamun, Key!" ucap Arkan pelan dekat telinga Keysa, tapi masih dapat menyebabkan kekagetan. "Ahh-mmm ... ak-aku tak melamun," elak Keysa tergagap tak tahu harus menjawab apa dalam keadaannya yang masih kaget. "Kalau begitu turunkan tanganmu, sebab tak ada lagi tamu undangan yang akan menjabat tanganmu," beritahu Arkan dengan nada datar juga dinginnya sehingga Keysa yang menyadari hal itu jadi malu dan segera menurunkan tangannya. "Tunggu dulu, aku belum merasakan tangan isterimu, Arkan." Daren tiba-tiba saja datang menghampiri dan menyela percakapan sepasang suami isteri di atas pelaminan itu. Menyebabkan Arkan memanas tak suka melihatnya dan kelepasan mendaratkan pukulan di perut Daren. Walau demikian Daren tak marah dan malah terkekeh serta merasa lucu. Kemudian tanpa kenal takut, Daren kembali menggoda Arkan dengan meraih tangan Keysa, menjabatnya seraya sedikit mengangkatnya dan mengecupnya tanpa izin. "Haha!! Kulit tangan isterimu ini sudah sangat halus bahkan lembut. Aku jadi penasaran bagaimana dengan yang--" "Diamlah, Daren! Jangan membuat masalah disini!!" Peringat Ando yang ikut datang bersamanya langsung memotong kalimat Daren dengan kalimat peringatannya. Bersamaan dengan hal itu, disisi Keysa yang merasa diperlakukan seolah dilecehkan oleh Daren. Tak terima dan membalas segera dengan kasar menghempaskan tangan Daren yang masih saja menjabat telapak tangannya. "Pria b******n seperti ini tak akan mendengarkan ucapanmu," ucap Keysa menunjuk Daren sambil menatapnya dengan sinisnya. "Percuma karena bagaimana mungkin telinga produk setengah jadi ini berfungsi dengan baik," sambung Keysa mengejek Daren habis-habisan dan berhasil menciptakan sebersit perasaan bangga dalam diri Arkan pada Keysa. "Sialan!! Ch, aku menyesal memuji wanita sepertimu," kesal Daren membalas tatapan Keysa tak kalah sinisnya. "Sudalah ... berhenti berdebat disini atau akan jadi pusat perhatian para tamu." Ando menengahinya. Namun, Daren masih saja tak puas dan seolah masih ingin membuat masalah, "biar saja semua tamu undangan memperhatikan, biar sekalian mereka tahu bahwa betapa cocoknya kedua mempelai ini bersanding dipelaminan. Kedua mempunyai banyak kemiripan, prianya berengsekk dan wanitanya kurang ajar. Cocok sekali!!" Keysa memelototkan matanya pada Daren yang tak mau mengalah dan beralih menatap Arkan yang ternyata sedari memperhatikannya. "Kenapa mengundang tamu produk gagal seperti ini? Dengarlah mulutnya bahkan tak berfungsi dengan baik sampai tak mampu memfilter ucapannya sendiri," adunya kepada Arkan. "Tidak, Aku merasa tak pernah mengundangnya sama sekali, mungkin dia tamu tak diundang," jawab Arkan datar, tapi cukup membuat Keysa sedikit senang dan Daren makin mengeram. Menyadari suasana makin memanas membuat Ando segera menyeret Daren menjauh dari sana sebelum pelaminan kacau dibuatnya. *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD