"Apa telapak kakimu rasanya sangat sakit?"
"Ya, cukup ngilu, tetapi sekarang tidak apa-apa ..." cicit Keysa berbohong sambil menatap Arkan yang tengah mengemudi dengan sesekali menoleh ke arah Keysa dengan raut nada cemas.
"Kamu jangan membohongiku!" Arkan dengan nada meningkat memperingatkan dan menyebatkan Keysa meringis takut.
'Gawat, apakah dia mengetahui bahwa telapak kakiku telah membaik meskipun masih meninggalkan sedikit luka, tapi itu sudah tidak terasa sakit?' Keysa membatin takut, namun kemudian lega ketika Arkan melanjutkan ucapannya.
"Jangan-jangan telapak kaki telah infeksi gara-gara kamu paksakan terus berjalan tadi. Hm, sepertinya kita langsung periksakan saja hari ini ke dokter, sebelum luka telapak kakimu makin parah."
'Ini cuma luka memar, suamiku sayang ... jangan lebay deh!' gerutu Keysa menahan protesannya didalam hati, sebab tentu Keysa tak berani mengungkapkannya secara langsung dan yang keluat dari mulutnya ialah.
"Terserah." Keysa dengan acuhnya mengangkat bahunya tak perduli.
Cciiiiiiiiiiiiiiittttttttt!
Arkan menghentikan mobilnya secara mendadak ditepi jalan tanpa peringatan. Beruntungnya Keysa mengenakan sabuk pengaman hingga tidak terhempas begitu juga dengan Arkan disampingnya.
"Ada yang salah?" tanya Keysa dengan raut tak berdosa menatap Arkan yang ternyata menatapnya juga dengan tatapan tajamnya.
"Apa kamu bilang?" Arkan balik bertanya seraya melepaskan sabuk pengaman darinya sambil dengan tatapan yang tak lepas dari Keysa. "Ulangi sekali lagi!" Arkan tak ingi dibantah bergerak medekat dan menghimpit Keysa yang mundur perlahan.
Sayangnya ruang mobil yang sempit menyebabkan Keysa tak berdaya, mau mundur kemana dari awal posisinya memanglah sudah kepentok duduk di jok mobil dan ditambah sekarang Arkan malah menghimpitnya menyebabkan Keysa terasa sesak dalam bernafas.
"Tolong, menjauhlah sedikit ..." cicit Keysa memohon menutup matanya tak berani menatap Arkan sedekat ini.
"Jawab dulu pertanyaanku, kamu bilang apa sebelumnya?" tuntut Arkan sambil mengangkat dagu Keysa agar dirinya bisa menatap lekat wajah wanita dihadapannya.
"Ada yang salah."
"Bukan yang itu, satunya lagi!" tuntut Arkan.
Keysa membuka matanya dan langsung membuang pandangannya dari Arkan. Menyadari hal itu Arkan tersenyum sekilas sebelum ia kembali datar seperti biasanya.
"Ucapan yang mana?" tanya Keysa hati-hati.
"Ucapanmu sebelum menanyakan kata, ada yang salah."
Keysa menenguk ludahnya berat paham maksud Arkan mengenai ucapannya yang mengtakan kata 'terserah' dan Keysa ingat Arkan paling membenci kalimat itu. Jika beberapa tahun lalu saat Arkan masih jadi pacarnya, jika Keysa melontarkan kalimat, 'terserah,' maka Arkan pastinya akan memberikan hukum dengan menggelitiki Keysa sampai jera. Namun, hukumannya pastinya akan berbeda untuk keadaan yang berubah dimana sekarang Arkan menyimpan kebencian terhadap Keysa.
"Aku lupa," bohong Keysa tak berani mengatakan yang sebenarnya.
"Tapi aku masih mengingatnya." Arkan mundur dan kembali duduk seperti semula membuat Keysa bisa menghirup udara bebas.
'Kalau kamu tahu, kenapa masih nanya?!' rutuk Keysa membatin sedikit merasa kesal.
"Aku hanya ingin mengujimu,"beritahu Arkan seolah bisa membaca pikiran Keysa. "Dan ternyata kamu pembohong, tapi tenanglah aku takkan melakukan apapun kepadamu karena tamanmu yang akan menanggung semua ini." Arkan dengan santainya kembali memperalat Syaniah untuk melumpuhkan Keysa.
Sehingga seperti biasanya, Keysa tak melawan dan tak berdaya.
"Aku mohon jangan apa-apakan, Syaniah. Aku minta maaf, aku memang pembohong aku ingat bahwa aku pun telah mengatakan kata yang kamu benci. Hukumlah aku jangan Syaniah."
"Hal itu terlalu mudah untukmu dan tanganku bisa pegal jika menggelitimu sampai jera juga kamu tak hanya melakukan satu kesalahan saja." Arkan menyeringai menatap Keysa dengan datarnya.
"Kumohon jangan melampiaskanya kepada Syaniah. Aku janji akan melakukan apapun maumu ... ayolah suamiku ..." bujuk Keysa penuh pengharapan merayu Arkan.
"Apapun?" tanya Arkan menyeringai licik sambil menyunggingkan seulas senyuman devil-nya.
"Apapun, asal tidak melibatkan Syaniah." Keysa dengan yakinnya.
"Baiklah sekarang kamu-----"
*****
"Sebelumnya, kamu senang sekali mengataiku berengsekk, bajinganlah atau apalah itu, hanya karena sebuah foto yang bisa saja cuma editan, tapi kamu sudah sangat mempercayaimu. Lebih dari itu kamupun bahkan telah menampar serta mempermalukanku didepan banyak orang. Apa kamu tahu perbuatanmu hari itu bahkan membuatku hampir saja menikahi wanita jalang dan menghancurkan masa depanku?"
Keysa sedikit merasa bersalah dan tetap saja masih dalam penilaiannya mengenai Arkan. Melecehkan wanita dan buktinya bukan Cuma sebuah foto, Keysa sendiri yang menyaksikannya lewat kedua mata kepalanya. Jadi menurut Keysa, apa yang terjadi kepada Arkan dimasa lalu adalah akibat perbuatan Arkan sendiri lalu kenapa Arkan terus saja menyalahkan dirinya?
"Dan baru saja kamu pun telah melecehkanku, mencium bahkan merabaku, jadi sebutan apakah yang pantas untukmu?" Arkan dengan mudahnya tanpa beban menuduh Keysa dan menyebabkan Keysa menjadi tak habis pikir.
Astaga!! Arkan apa-apaan.
Bagaimana bisa seketerlaluan ini.
Keysa yang mengingat kelakuannya saja beberapa waktu lalu masih tak berani bergerak bahkan untuk sekedar menoleh sedikitpun. Pipi Keysa merona merah ditambah degub jantungnya yang berdebar-debar, tapi Arkan masih tega menggodanya.
"Hm, aku bahkan tidak menyangka sehebat ini kamu mempraktekkan adegan dalam fim drama yang jadi candumu semasa SMA. Atau jangan-jangan kamu sudah memperaktekkannya lebih dulu kepada--"
"Tidak, kamu pria pertamaku ..." cicit Keysa memotong kalimat Arkan tak ingin dinilai buruk.
Perasaan Keysa sekarang seolah diaduk-aduk Arkan hingga terasa aneh. Disatu sisi Keysa sangat malu dan disisi lainnya perkataan Arkan membuatnya merasakan kesal sekaligus sakit hati.
"Tapi tadi kamu telah melecehkanku, sayang." Arkan mengulangi kalimatnya sambil menyunggingkan seulas senyuman devil-nya mengejek Keysa.
Sontak membuat Keysa yang menahan malu semakin malu saja. 'Dasar m***m!! Bilang saja loh suka dan nggak usak diulang dua kali jugalah. Hhaahhh ... akupun melakukannya terpaksa karena menuruti keinginanmu! Ini salah, itu salah, jadi maumu apa sihh? Lama-lama kuracun juga kamu!' Keysa membatin mengeram kesal.
"Kamu anggap sentuhan isterimu sebagai pelecehan seksual?" Jawab Keysa bertanya balik dengan nada pelan sambil menoleh dan mendapati Arkan sedang menatapnya dengan intens.
Malu ditambah malu ditambah lagi tatapan Arkan yang sengit kepadanya, membuat Keysa benar-benar malu.
"Ya, tentu saja. Semua yang kamu lakukan tadi tanpa persetujuanku."
"Tetapi, kamu sendirilah yang memintanya!"
"Hm, benar, tapi aku tidak minta sekarang dan sebenarnya aku menginginkan hal itu jika kita sudah sampai dirumah. Lalu siapa tahu isteriku ternyata sangat agresif dan tak sabaran."
Keysa mengusap wajahnya kasar bekali-kali merutuki kebodohan dan menyesali perbuataannya. Harusnya tadi dia tak usah langsung tergesa melakukannya tau setidaknya malu-malu kucing dahulu agar sekarang Arkan tidak semena-mena mengejeknya.
"Aku minta maaf dan kalau kamu mau memenjarakanku karena hal itu silahkan saja aku akan pasrah menerimanya."
'Ya sana laporin saja, aku kepolisi biar kamu puas dan ditertawakan sekalian!! Memangnya kantor polisi mana yang mau menerima kasus laporan, seorang isteri yang melecehkan suami? Dasar gila!' sambung Keysa dalam hatinya.
"Tidak akan, aku takkan sebodoh itu memenjarakanmu. Dari pada melakukan hal itu lebih baik aku menuntut pertanggung jawabanmu."
Keysa yang kini jengah hanya bisa mendengus kasar. Ternyata selain pandai mempermainkan perasaan wanita, suaminya ini juga bisa sekali mempermainkan emosi orang lain.
"Terserah!!" jawab Keysa pasrah melupakan sesuatu.
"Apa katamu?" tanya Arkan dengan nada meningkat.
"Aku bilang terse-eh, bukan." Keysa tersadar langsung menggelengkan kepalanya. "Bukan-bukan! Bukan itu yang kumaksudkan suamiku." Keysa meralat kalimatnya dengan cepat seraya membujuk Arkan dengan memanggilnya suamiku dan berharap hal itu manjur.
Jika saat dipesta pernikahan juga beberapa saat lalu kata suamiku masih berhasil, maka kali ini juga pasti demikian. Keysa yakin apa kata, 'suamiku' pasti bisa sukses memperbaiki mood Arkan hingga tak jadi marah.
'Semoga, semoga saja luluh,' Keysa membatin penuh harap.
Namun, raut wajah Arkan yang masih datar dan menatapnya dingin memutuskan harapan Keysa yang lenyap seketika. Tamatlah riwayatnya.
*****