BAB 16

1756 Words
Zayn menaruh gelas nya di atas meja seraya memerhatikan Cafenya yang kini tengah di dekorasi untuk sebuah acara lamaran. Semua balon-balon yang terhias di setiap ruang lalu sebuah band yang berada di atas panggung, bersiap untuk bernyanyi merayakan acara pesta. Zayn hanya memakai kemeja merah dan celana bahan hitam, ia tak berniat ada di sini tadinya namun rasa penasaran membuatnya datang kemari untuk mengenyahkan semua perasaan dan pemikiran yang sangat menganggu tersebut. Tidak terlalu wah, karena ia ingin Cafe terlihat normal dan tak membuat seseorang yang akan dilamarnya begitu terkejut. Zayn menajamkan pandangannya ketika melihat siluet Brian berdiri di antara orang-orang pemain band. Ia memberikan sebuah instruksi yang sialnya membuat Zayn semakin panas. Apa ini benar-benar Brian sang pemilik acara, karena ia mengatur semuanya dengan baik. Zayn berdiri di daerah dapur, memerhatikannya dari jendela pintu. Para koki Cafenya begitu sibuk menyiapkan berbagai pastry untuk acara, sebentar lagi acara akan segera di mulai. Sepertinya semuanya sudah semakin siap untuk dimulai. Hal ini membuat Zayn gelisah, ia keluar dari dapur untuk pergi menuju ruangannya. "Kau di sini?."sapa Brian yang membuat langkah Zayn terhenti. Acara sudah di mulai semuanya sudah bersiap untuk menyambut tamu penting yang akan segera tiba. Di sapa oleh Brian bukanlah hal yang ingin ia rasakan, kini ia harus melakukan basa-basi yang sama sekali tak ingin Zayn lakukan. Suasana hatinya semakin buruk. "Ya. Kemarin baru stock opname jadi hari ini aku harus melihat laporannya. Semuanya sudah siap?."tanya Zayn seraya mengedarkan pandangannya ke segala arah. Brian mengangguk-anggukan kepalanya, bibirnya tersenyum dengan lebar. Merasa puas atas apa yang telah ia kerjakan pada acara ini. "Sudah semuanya. Tinggal menunggu."ucapan Brian pastinya mengarah pada Naila, kehadirannya yang saat ini ditunggu. Zayn merasakan perasaan berubah menjadi gelisah. Berdiri bersama dengan Brian di sini membuat perasaannya semakin buruk, pikirannya terus tertuju pada Naila, Zayn berharap jika Naila tidak akan datang kemari. "Aku tinggal dulu, ada yang harus ku kerjakan."Zayn bergegas pergi menuju ruangannya, sebelah tangannya merogoh saku celana bahan yang dikenakannya untuk meraih ponselnya. Zayn memutuskan untuk menghubungi Naila. Wanita itu tak juga mengangkat sambungan teleponnya, sambungan pertama, sambungan kedua hingga.. "Kau dimana?."tanya Zayn dengan suara keras, . Ia tak bisa mengendalikan emosinya saat ini. Naila tak mengatakan apapun, hal ini semakin membuatnya penasaran. Zayn tak bisa diam, ia terus berjalan mondar-mandir di dalam kantor ruang kerjanya. "Aku.. kenapa kau meneleponku. Kau tahu Brian sedang menungguku. Aku sibuk. Bicara saja nanti." "Apa kau sedang menuju Cafeku?." "Eoh. Ugh aku benci high heels bodoh ini."umpat Naila, Zayn mengerutkan keningnya wanita itu tak mendengarkan apa yang ia katakan.m dan terdengar sedang sibuk sendiri. "Jangan datang kemari!." "Kenapa kau melarangku! Apa selingkuhan Brian ada di sana?."Zayn mengerjapkan matanya, ia tak tahu harus berkata apa, hal apa yang membuat Naila tak akan datang kemari dan menghadiri acara ini. Zayn mencoba memikirkan sesuatu... sesuatu yang bisa membuat Naila tak bertanya lebih jauh dan menurut pada perkataannya. "Ya. Selingkuhan Brian ada di sini." "Kalau begitu aku harus ada di sana untuk menjaga kekasihku."Mendengar hal itu malah semakin membuat Naila bersemangat untuk menghadiri acara tersebut. "Tsk!,"kasa kekasih yang Naila ucapkan membuat sesuatu di dalam hatinya terasa sakit. "Jangan kemari pokonya jangan kemari." "Kau ini kenapa! Seharusnya kau mendukungku, lagi pula aku tidak bisa melakukannya." "Apa! Kenapa?." "Karena aku sudah di depan pintu." "APA!." PIP. Spontan Zayn keluar dari ruang kerjanya untuk pergi menuju ruang tengah dimana pesta itu digelar. 'Aku mohon bukan. Bukan dia.' Batin Zayn berkonfrontasi. Jantungnya berdebar keras, perasaannya dilanda kepanikan, Zayn semakin mempercepat langkahnya Ketika sampai di sana seorang wanita berdiri di hadapan seorang pria yang tengah memakaikan cincin untuknya. Bukan Naila, bukan juga Brian. Itu adalah orang lain. Zayn mengedarkan pandangannya dan menemukan Brian tengah mengamati kedua orang itu dari balik meja, Naila berada di sisi kanannya tampak senang menatap kedua orang itu. Tangan Brian melingkar di pinggang Naila, begitu dekat. Zayn sedikit tenang menemukan apa yang ia takutkan tak terjadi sekarang. Namun tetap saja, kedekatan keduanya membuat perasaannya memburuk. Naila mengedarkan pandangannya hingga tatapan mereka bertemu, ia menjulurkan lidahnya meledek Zayn. Naila memalingkan wajahnya kembali pada sepasang pria dan wanita itu. Sang pria adalah rekan kerja Brian, ini adalah hari bahagianya. Naila menatap Brian dan mengatakan sesuatu yang membuat Brian mencium keningnya dan tersenyum. Zayn menghela nafas kasar, ia berjalan menghampiri kedua orang itu. Berdiri tepat di samping kanan Brian, Naila dan Brian menoleh padanya. Hal ini mengejutkan bagaimana bisa Zayn menghampiri mereka, Naila memberikan sinyal dengan cara menatap Zayn lalu melirik ke arah ruangannya, kepalanya bergerak meminta Zayn untuk segera pergi namun pria itu malah mengabaikannya. "Kupikir ini acara lamaranmu. Kau yang paling mempersiapkan segalanya dengan baik."Zayn memasukan kedua tangannya ke dalam saku celananya lalu tubuhnya berputar menghadap ke arah panggung. "Bukan. Aku hanya membantunya karena ia sibuk dengan pekerjaaannya sementara kekasihnya berniat meninggalkannya jika ia tak segera melamarnya. Aku membantunya untuk itu,"jawab Brian sementara Naila hanya diam dan mendengarkan mereka berdua berbicara. "Jika... aku melamar kekasihku nanti. Aku rasa aku akan melakukannya di tempat yang hanya aku dan dia yang memiliki kenangan itu." Zayn hanya memerhatikan Brian sebentar, Brian tak memberikan ekspresi apapun. Ia mengeratkan pelukanya pada Naila lantas memandang kembali ke arah panggung. Zayn tak merespon apapun. Ia sudah tahu jika pesta ini memang bukan milik Brian yang akan melamar Naila seperti apa yang ia pikirkan. "Kau sendiri bukankah sudah membeli cincin kemarin. Kapan akan melangsungkan pernikahannya? Atau lamaran?."ucapan Brian membuat Naila menatap Zayn dengan kedua mata memincing seolah berkata. Kau mau menikah dan tidak mengatakannya padaku. Itu curang. Ucap Naila tanpa suara hanya dengan gerakan bibirnya saja. "Ah itu...,"tatapan mereka bertemu dan Zayn langsung memalingkan wajahnya ke arah Brian. "Mempelai wanitanya masih belum siap. Jadi masih memilih tanggal yang cocok." Bibir bawah Naila sedikit dimajukan untuk meledek Zayn, ketika Brian menatapnya Naila akan tersenyum dengan lebar. Ia tak percaya dengan apa yang Zayn katakan, sudah jelas terakhir wanita itu baru berkenalan dalam kencan buta, tak lebih dari itu. Kemarin mereka ke sana untuk membuntuti Brian, bukan membeli cincin pernikahan mereka berdua. *** Acara berlanjut ke karaoke dan minum-minuman, Naila hanya menegang gelas birnya dan bekum meminumnya sama sekali. Rasanya masih ragu, jika ia berakhir mabuk mungkin nantinya akan merepotkan Brian. Brian sering kali mengobrol dengan tekan kerjanya Naila mencari-cari wanita itu. Selingkuhan Brian namun ia tak ada di sini. "Aku harus ke toilet."Bisik Naila pada Brian yang di balas anggukan kepala olehnya. Naila pergi meninggalkan Brian untuk menuju toilet, sebenarnya tidak Benar-benar pergi ke sana, ia mencoba berjalan pergi untuk mencari keberadaan wajita itu. Namun anehnya ia tak ada di sana. Beberapa kali Naila hampir tersandung dengan high heels nya. Seharunya ia tak memakai sepatu sialan ini. Ini terlalu sempit dan tak nyaman di kakinya. Naila pergi menuju toilet untuk mencarinya namun ia juga tak ada di sana. Rasanya ingin langsung bertanya pada Brian namun pria itu pasti akan mencurigai nya karena tiba-tiba bertanya tentang nya. Ini membuat Naila penasaran bukan main. Baru saja ia keluar dari toilet seseorang menjatuhkan sepasang sepatu tali tepat di depan kakinya. Naila mendongak dan menemukan Zayn tengah berdiri bersandar pada dinding dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku celananya. "Sepatuku bagaimana bisa ada padamu?!." "Apa kau lupa! Saat malam kau di Apartemenku kau pergi meninggalkannya di sana dan malah memakai sendal ku, kau ini." "Benarkah!,"Naila mencoba mengingatnya dan benar saja. Sendal Zayn lebih nyaman dipakai waktu itu walaupun ukurannya sangat besar. "Terima kasih." "Hei dengarkan aku. Jangan minum-minum. Kau tahu kalau kau mabuk appa mu akan sangat marah."ucap Zayn mengingatkannya. Namun hal itu terdengar sangat menyebalkan, ia sudah dewasa tapi tidak boleh melakukan banyak hal itu sangat-sangat menyebalkan. "Terserah padaku."jawab Naila dengan mimik suara meledek. Ia tak ingin mendengar apa yang Zayn katakan, ia sendiri tahu tentang hal itu tapi di sini ada Brian. Bukankah akan tetap terasa aman walau mabuk. Naila melepaskan high heels nya lalu memakai sepatu tali miliknya. "Kau tidak pernah mau menurut dasar wanita keras kepala."gerutu Zayn yang membuat Naila menatapnya jengkel. "Apa kau katamu!." "Apa yang ku katakan."gerutu Zayn. Naila mendengus sebal, kedua matanya memincing menatap Zayn curiga. "Katakan pada calon istrimu jika dia harus banyak-banyak bersabar menghadapimu. Titipkan salamku padaya." "Hei."protes Zayn ketika Naila berjalan melewatinya dengan sengaja menginjak sepatu. Wanita itu benar-benar menyebalkan. Zayn terheran-heran kenapa bisa ia menyukainya dulu. *** Acara berakhir jam sebelas malam. Zayn masih di sana memantau Naila dari jauh. Wanita itu benar-benar melanggar apa yang ia katakan. Naila minum bir hingga mabuk dan sialnya Brian juga tidak dalam keadaan yang baik. Hampir semua tamu dalam keadaan yang sama. Beberapa dari mereka menghubungi sopir online untuk mengantar mereka sampai ke rumah. Beberapa karyawannya melakukan hal itu, memesankan pengemudi online. Brian memintanya untuk menghubungi pengemudi online untuknya ketika pengemudinya sampai, Brian menuntun Naila masuk ke dalam mobilnya diikuti oleh ia di sebelahnya. Setelah mengatakan alamat Apartemen nya ia tertidur di dalam. Zayn menahan supir itu untuk tidak pergi dulu dan mengeluarkan Naila dari dalam mobil Brian. "Aku yang akan mengantar wanita ini. Aku mengenal baik ayahnya." Supir itu mengangguk setuju dan mengemudi kan mobil Brian menuju Apartemennya tanpa Naila. Sementara itu Zayn membawa Naila menuju ke dalam mobilnya, tak mungkin membawanya pulang karena ayahnya akan sangat murka. Naila tidak bisa minum banyak bahkan hanya dengan setengah gelas ia sudah mabuk, mengherankan ia begitu keras kepala untuk minum. Zayn membawa Naila menuju Apartememnya, ia membaringkannya di atas ranjang tempat tidurnya. Zayn tak tahu apakah Brian sudah tiba di kamarnya laki-laki itu juga kelihatan mabuk berat. Ketika mobilnya berada di parkiran ia melihat mobil Brian di sana. Mungkin saja sudah sampai, namun ketika ia memerhatikannya dari balkon kamar Brian tampak sepi. Zayn kembali menuju kamar dimana Naila berbaring di atas ranjangnya. Ia melepaskan sepatu tali yang tengah di pakai nya lalu melemparnya ke lantai. Zayn menarik selimut hingga menutupi bahu Naila, ia duduk di pinggir ranjang, perlahan-lahan mengangkat kepala Naila untuk melepaskan tali kunciran rambut di kepalanya. Tiba-tiba saja Naila membuka matanya, menatap Zayn dengan kedua mata nya yang sayu. "Kau jangan berselingkuh dariku." "Kau tahu aku benci kau melakukan hal itu." Zayn tertawa melihat nya. Naila pasti mengigau. "Astaga. Kau sudah tahu dia selingkuh tapi tetap bertahan. Putuskan saja dia dan cari laki-laki baik. Kau mengerti."Naila hanya mengerjap kan matanya perlahan lalu kembali memejamkan mata yang membuat Zayn terkekeh. Ia bangkit berdiri untuk keluar dari sana namun langkahnya terhenti seketika ketika mendengar apa yang Naila katakan. "Kalian berdua berselingkuh dariku. Apa yang aku lakukan sebenarnya!. Kenapa kalian menyakiti hatiku seperti ini."gumam Naila lirih dengan suaranya yang terdengar serak, ia mengatakannya seraya memejamkan mata lalu suara dengkuran lirih lolos dari bibirnya. Perkataan itu membuat Zayn tertegun, apakah Naila baru saja mengatakan tentang ia dan Brian.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD