BAB 06 - Trailed

1656 Words
"HEI!." Ethan mengerjapkan kedua matanya, menatap Zayn dan Naila bergantian. Kedua orang itu kompak sekali meneriakinya hingga membuat Ethan terdiam seketika. Naila menyendokan ice cream ke dalam mulutnya, sementara Zayn mengalihkan pandangannya seraya menyeruput kopinya. "Kenapa!. Kenapa!. Kenapa! Kenapa kau di sini dan bukannya bekerja Ethan."Naila menunjuk Ethan menggunakan sendok ice creamnya. Pria itu memutar kedua bola matanya malas lalu mengedarkan pandangannya. "Kau pikir aku sepertimu. Gara-gara kau mengundurkan diri kerjaanku jadi semakin banyak."Ethan menggeser kursi dari meja sebelah agar dia bisa duduk bergabung bersama dengan Zayn dan Naila. "Kau ini."decak Naila ketika melihat Ethan menyendokan ice cream miliknya dari sendok yang ia ambil di salah satu meja. "Bagaimana bisa kalian bersama lagi? Aku penasaran."Zayn melirik Ethan sekilas sebelum kembali menyeruput kopinya. Ethan menatap Zayn dengan keningnya yang mengerut, namun pria itu tak memberikan jawaban yang membuatnya senang. Lalu wajahnya beralih untuk melihat ke arah Naila. "Hei."protes Ethan ketika Naila menepuk kepalanya. "Tahu diri lah sedikit, kau itu minta ice cream ku jadi jangan makan banyak-banyak." "Kenapa kau pelit sekali. Kau juga suka menghabiskan makananku."protes Ethan tak kalah keras. "Itu karena kita berbeda. Kau pria dan aku wanita. Kau harus mengalah pada wanita." "Itu tidak adil." "Kalau begitu pakailah rok sepertiku. Maka aku akan membiarkanmu memakan semua ice cream ini." Zayn terkekeh melihatnya, Naila akan mengalah pada makanan apapun tapi tidak dengan ice cream. Sifatnya masih saja sama. Zayn melirik ponselnya ketika sebuah notifikasi muncul. Sebuah laporan biasa dari pegawai Cafenya. Ketika wajahnya mendongak kedua orang itu sudah akur, memakan ice cream seraya mengobrol tentang pekerjaan. Tunggu dulu.. Untuk beberapa saat ia pikir sebuah pekerjaan. Tapi sepertinya mereka bukan membicarakan hal itu. Ketika pendengarannya lebih jelas karena Zayn mulai memusatkan perhatian nya pada mereka berdua. "Jadi. Yena itu hamil anak siapa? Tidak ada yang tahu siapa anaknya! Habis dia tidur dengan sembarangan pria dasar wanita bodoh."gerutu Naila. "Banyak yang mengatakan jika Damian adalah ayah dari anaknya. Karena mereka sebelumnya cukup dekat."Ethan, sejak kapan pria itu suka membicarakan orang.   "Damian itu dari departemen mana?." "Penjualan. Aish.. Kau selalu seperti cacing terkena garam ketika melihatnya. Kau ingat ketika kau menabraknya di lift." "Oh.. Si pria tampan berotot. Dia memang tipeku."seketika itu juga Zayn terhenyak. Ia melihat ke arah tubuhnya sendiri sebelum kembali memandang Naila. "Dia tidak tampan. Aishhh apa yang tampan dari wajah seperti itu. Aku rasa aku masih lebih tampan darinya." "Eih.. Kau terlalu percaya diri. Kau harus makan cerry nya ini enak." "Kau seharusnya suapi Zayn lagi. Mungkin bayi besar menginginkannya juga."ucap Ethan sarkatis seraya melirik Zayn yang berada di sebelahnya dengan mata memincing. Ethan sialan. Rasanya Zayn ingin menendang nya sekarang. Ekspresi nya sangat menyebalkan. Menatapnya dengan mata menyindir seperti itu. Tiba-tiba saja Ethan mengaduh kesakitan karena Naila mencubit pipinya. Hingga membuat pria itu memprotes keras, baru Naila melepaskan tangannya. "Siapa yang kau sebut bayi, bukankah kau yang lebih mirip bayi. Apa.. Kau mau merajuk!."ledek Naila. Hal itu benar-benar membuat Ethan kesal, tapi ia malah tetap memakan ice cream itu. Naila memandang Zayn lalu berkata tanpa suara yang dapat Zayn mengerti. Walau ia tak harus mempelajari bahasa isyarat atau memperhatikan gerakan bibir itu dengan mata memincing. Katanya adalah 'kau berhutang padaku lagi. Jadi belikan aku ice cream lagi kapan-kapan.' Itu sangat berhasil ia baca. Dasar maniak ice cream. Padahal Zayn tak minta tolong padanya. Jika ia ingin, Ethan sudah ia tendang sejak tadi. Zayn hanya bersikap dewasa untuk tidak meladeni dua bocah tukang gosip di hadapannya saat ini. "Kalian berdua sudah seperti para bibi penggosip."ucap Zayn yang membuat Ethan menatapnya dengan kedua mata melebar tidak terima. "Bagaimana aku tidak. Naila selalu bertanya tentang hal-hal itu dariku dan aku bertanya pada orang lain. Lalu gosip itu berputar di ruang lingkup kami. Salahkan wanita ini yang membuat kesucian tutur kataku hilang." "Ya ya.. Terus saja salahkan aku. Setelah kau menghabiskan ice cream ku. Kau menyalahkan semuanya padaku. Dasar tidak tahu terima kasih." "Aku bertaruh kau menyuruh Zayn untuk membelikanmu ice cream." Zayn mengangguk, menatap Naila dengan senyum menyebalkan di wajahnya, hingga membuat Naila menatapnya dengan kedua mata menyipit. "Kau memang tidak bisa diajak kerjasama." *** Zayn dan Naila berada di depan kantor Brian. Ini sudah jam 7 malam tapi kekasihnya itu belum juga pergi dari kantornya. Naila tidak tahu jika Brian ada lembur hari ini. Brian memberikannya pesan tadi sore jam 4 tapi tidak mengatakan padanya jika ia akan lembur. Naila menatap ke mobil Brian dengan penasaran, kini mereka sedang berada di basement kantor, masuk ke dalam sini dengan alasan untuk menemui seseorang. Mobil Brian berada tepat di hadapan mereka. Naila mengecek ponselnya beberapa kali, berharap jika Brian memberikan nya kabar. Tapi pria itu tak kunjung melakukannya, membuat moodnya jelek saja. Sementara Zayn, mata pria itu fokus memandangi tablet yang menunjukan laporan setiap cabang Cafe. Bagaimana penjualan, pengeluaran, dan biaya yang dikeluarkan pada hari tersebut. Dengan penasaran Naila mengirimkan Brian pesan. Menanyakan tentang apa yang sedang dilakukannya. Dan detik itu juga Brian menelepon nya hingga membuat Naila terkejut bukan main. Cepat sekali. "Halo Brian. Kau sedang apa?." "Masih bekerja." "Kau bekerja terlalu keras. Kau akan sakit jika tidak istirahat." "Kau dimana?." tanya Brian. Hal itu membuat Naila diam sesaat. Zayn meliriknya, merasa penasaran dengan apa yang mereka bicarakan dan apa yang Naila katakan pada pria itu. "Di rumah. Menunggu pesan darimu." "Maafkan aku. Aku terlalu sibuk. Aku akan meluangkan waktu mulai dari sekarang. Untukmu." Bibir Naila tersenyum, hatinya menghangat mendengar apa yang baru saja Brian katakan padanya. Zayn tak bisa menulis sesuatu. Yang kini ia lakukan hanya diam dan mendengar semuanya. "Aku merindukanmu." "Aku juga begitu merindukanmu Brian." Naila terpanjat ketika mendengar Zayn tiba-tiba membuka pintu mobilnya. "Aku akan beli minuman."ketika Naila menoleh padanya untuk melihat kemana pria itu akan pergi. Ada sebuah mesin minuman kaleng di bawah sini, Zayn berjalan ke arah mesin itu. "Apa kau sudah makan?." "Eoh. Kau juga makanlah . Sudah malam." "Tentu saja. Aku akan pulang sekarang. Sampai jumpa nanti. Sampai rumah aku akan menelepon mu kembali." "Ya.."sahut Naila bersemangat. Malam ini Brian manis sekali. Perhatian kecilnya selalu membuat Naila tersipu malu. Wajahnya memerah karena malu, Naila tersenyum senang menatap ponselnya. Pip. Lalu tiba-tiba tubuhnya kembali tersentak kaget katika Zayn membuka pintu mobil dan masuk ke dalam. Pria itu hanya diam saja. Membuka minuman kaleng tanpa meliriknya. Zayn menaruh s**u strawberry ke sebelah Naila tanpa meliriknya. Minumannya sangat dingin, dan Zayn masih mengingatnya. Naila tak menyukai minuman bersoda, dan minuman ini adalah minuman yang selalu ia minta ketika Zayn membeli minum pada mesin minuman. "Terima kasih. Uh.. Kau masih mengingatnya."ucap Naila menatap minuman ia dengan bibir tersenyum. Zayn meliriknya sebentar sebelum kembali menatap lurus. "Jadi bagaimana. Kita pulang sekarang."Naila beralih menatap Zayn dengan wajah memberenggut. "Tapi. Brian belum pulang. Tunggu sampai di pulang. Ya. Ya ya."mohon Naila. Ketika Zayn memandangnya, wajah Naila berubah memelas. Mencoba untuk meluluhkan hati ptia itu. Zayn sangat kesal melihat ekspresi wanita itu sekarang. Cara klasik menyebalkan. Wanita itu sangat hafal bagaimana meluluhkan hatinya. Dan sialnya Zayn masih lemah dengan hal itu. Ketika dengan berat hati Zayn mengangguk, mengiyakan apa yang wanita itu minta. Ia benar-benar bahagia. "Kau luar bisa. Kau tahu, aku akan membalas kebaikanmu dengan memberikan satu permintaan yang boleh kau gunakan. Apapun itu. Asalkan kau akan menemaniku selama 1 bulan untuk membuntuti Brian." "Kau membutuhkan waktu satu bulan untuk membuntutinya. Apa kau sudah gila. Jika besok ketahuan dia selingkuh kau masih mau membuntutinya dan meyakinkan dirimu dia tidak selingkuh begitu."Naila mengerjapkan kedua matanya, memikirkan apa yang baru saja Zayn katakan. Naila tidak tahu, apa ia siap mengetahui Brian selingkuh. Bahkan dia sudah menangis kemarin ketika melihat Brian pergi bersama dengan wanita lain. Berkali-kali Naila mencoba meyakinkan dirinya jika wanita itu mungkin saudara perempuannya, keponakan, atau sepupunya. Bagaimana jika nanti dia benar-benar bertemu dengan selingkuhan Brian. Naila tidak tahu bagaimana ekspresinya nanti. Dan bagaimana hatinya nanti menerima hal itu. "Baiklah. Sampai benar-benar ketahuan jika dia selingkuh."Ya. Hanya sampai melihat dan memergoki kebusukan Brian. Naila akan siap memutuskan hubungan ini dan pergi dari kehidupan Brian. "Kau harus siap sakit hati. Kau tahu apa yang akan kau lakukan!."Zayn kembali memberikan peringatan. Dan Naila mulai membayangkan yang tidak-tidak. Matahya mulai berkaca-kaca. Ia membuka s**u itu menggunakan sedotan yang ia colok ke permukaannya dan meminumnya. Zayn tahu Naila tidak siapa. Anehnya wanita itu bersikeras untuk mengetahui apa yang kekasihnya lakukan. Berselingkuh, namun sepertinya tak siap jika nanti dia menemukan jawabannya. "Kau harus siap."ucap Zayn menatap wanita itu yang kini hanya memandang lurus menatap mobil Brian di hadapan mereka. "Aku tahu."jawab Naila tanpa memandang ke arah Zayn *** Ketika Brian keluar dari kantornya menuju mobilnya, Naila dan Zayn bersembunyi dengan sedikit menundukan tubuh mereka. Mata Naila membesar tat kala melihat seorang wanita keluar dan menghampiri mobil Brian. Spontan Naila duduk dengan tegap, namun Zayn kembali menariknya untuk menunduk. "Brian bersama dengan wanita lain."ucap Naila daramatis. "Aku tahu. Kita akan membuntutinya. Bisa saja dia cuma menumpang." "Ahh benarkah? Apa kau sedang membelanya." "Jangan mulai berdebat, kalau dia tidak selingkuh itu berarti kau menuduh Brian yang bukan-bukan." "Ah kau benar." Ketika Brian mulai melajukan mobilnya, Zayn mengikutinya di belakang. Zayn akan menjaga jarak agar mereka tidak ketahuan. Sementara Naila, wanita itu tidak bisa diam. Matanya memincing memperhatikan mobil Brian seperti elang yang memperhatikan mangsanya. Tajam sekali hingga membuat Zayn ingin tertawa. "Hei jangan tertawa dan kemudikan mobil ini dengan benar."gerutu Naila seraya memukul lengannya. Namun hal itu malah membuat Zayn tertawa lebih keras. "Zayn."protes Naila lagi. Mereka sampai di sebuah Apartemen. Mobil Brian masuk ke arah Basement, bukannya mempercepat laju mobilnya, laju mobil Zayn malah melambat. Naila menatapnya bingung, ketika Zayn melihat ke arah bangunannya dan lalu pada penjaga pintu masuk Apartemen. Security itu membungkuk padanya dan membuka plang lebar-lebar. Bahkan ketika Zayn belum mendekat ke arah pintu plang Basement. Security itu tersenyum padanya dan menyapa dengan ramah. "Baru pulang tuan Zayn." "Hei. Apa kau sering kemari? Apa kau juga suka membuntuti Brian ke Apartemennya?." "Apa kau pikir aku gila sepertimu! Untuk apa aku membuntuti Brian, aku bahkan tidak mengenalnya." "Lalu kenapa security tahu tentang mu!." "Aku juga tinggal di Apartemen ini." "APA!."  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD