Zayn duduk tepat di sisi Naila di pinggir ranjang sebelah kiri, memerhatikan bagaimana Naila terlelap sejak 2 jam yang lalu di atas kasur miliknya. Zayn menjadi penasaran dengan apa yang Naila katakan beberapa jam lalu. Sebelah tangannya tergerak menyentuh kening dengan menyingkirkan beberapa helaian rambutnya. Sentuhan itu turun menelusuri pipi Naila dengan sentuhan lembut agar tak membuatnya terbangun. Jantungnya berdebar bersamaan dengan sentuhan jari-jemarinya yang berada di wajah itu. Ingatan tentang kebersamaan Naila dan Brian kembali terbesit di dalam kepalanya. Cukup mengecewakan, Zayn tidak bisa menyangkal kecemburuannya sendiri akan sang mantan kekasih yang berdekatan dengan kekasihnya.
Punggung jari jemarinya berhenti di sisi bibir Naila, debaran jantungnya berdebar semakin keras. Lambat laun tubuhnya merunduk, mendekat ke arah Naila. Perlahan-lahan bibirnya menyentuh bibir ranum milik Naila, berusaha selembut mungkin agar tak membangunkannya. Adrenalinya berpacu menghentak, seolah sedang melakukan seusuatu yang berbahaya. Jelas jika Naila bangun dan melihat apa yang Zayn lakukan saat ini, wanita itu pasti akan mengamukinya habis-habisan.
Bibir Naila masih sama, Zayn bahkan masih mengingat jelas rasanya dan bagaimana debaran jantungnya ketika pertama kali mereka berciuman. Lembutnya bibir Naila dan rasanya yang manis membuat Zayn tak bisa berhenti.
***
Naila terbangun dengan tubuh terduduk, kepalanya yang terasa berat, pening hingga rasanya dunia seakan berputar di sekelilingnya. Ini pasti karena ia terlalu banyak minum alkohol, tubuhnya sangat bau. Naila dapat mencium aroma tubuhnya sendiri dan ia kesal karena aroma itu. Naila mengecap, rasanya ada yang aneh dengan bibirnya.
Naila terkejut mendapati dirinya di kamar Zayn, sudah jelas pria itu pasti yang membawanya kemari. Naila rasa ia harus berterima kasih karena jika ia pulang dengan mabuk, ayahnya pasti akan memakinya habis-habisan selama 2 hari tanpa henti. Naila beringsut turun dari tempat tidur, di atas kursi ada sebuah pakaian bersih untuknya. Sebuah kaus hitam berlengan panjang dan celana training berwarna senada dengan garis putih di sepanjang sisi celana. Zayn pasti yang menyiapkan pakaian ini untuknya.
Naila mengambilnya dan pergi menuju toilet. Ia terpaksa harus memakai pakaian dalamnya lagi, setelah selesai mandi Naila pergi menuju keluar kamar. Alahkah terkejutnya ia ketika melihat Zayn tengah memasak sesuatu. Rasanya tak asing, seperti kejadian di masa lalu ketika Zayn kadang-kadang memasakannya sesuatu, masakannya cukup lezat Naila menyukainya.
"Uwaahh.. Apa yang kau masak? Kelihatannya tidak terlihat dari sini."
Zayn memutar kedua bola matanya malas, ia melirik Naila yang kini sedang berjalan menghampirinya menuju dapur. Naila mendekati Zayn untuk melihat masakan apa yang tengah dibuatnya. "Kau harus mendekat untuk melihat, tentu saja tidak bisa melihatnya dari jauh."gerutu Zayn.
"oh hanya pasta."Naila terdengat kecewa melihat makanan yang Zayn buat. Pria itu berdecak, reaksi Naila sangat mengecewakan bagaimana bisa ia berkata seperti itu bukannya berterima kasih padanya telah dibuatkan sarapan, walau hanya pasta.
"kau seharusnya berterima kasih padaku karena sudah memasakan sarapan untukmu, memberikanmu pakaian bersih dan memberikanmu tumpangan tidur."
"aku sangat berterima kasih, tapi jika kau memasakan aku seperti sup ayam aku akan sangat lebih berterima kasih."gerutu Naila yang membuat Zayn lagi-lagi memutar kedua bola matanya malas. Jadi begini maksud dari pribahasa di kasih hati minta jantung.
"jangan buat aku menyesal sudah menolongmu. Seharusnya kau minta tolong pada kekasihmu!."
"Kau benar!,”seru Naila hingga membuat Zayn terkejut. “Bagaimana caranya Brian pulang? Dia tidak pulang berdua kan?."memikirkannya saja sudah membuat Naila kesal bukan main, suaranya naik 1 oktaf ketika arah pembicaraan ini masuk ke dalam tahap curiga tentang perselingkuhan.
"Kau mau Brian mendengar suara cemprengmu di sini, kecilkan suaramu! Hargailah kami yang memiliki telinga, suaramu bahkan bisa menyakiti telinga cicak."perkataan Zayn terdengar sangat menyebalkan, Naila memutar kedua bola matanya, ia akan mengabaikan nya untuk saat ini,
"jawab aku! Dia tidak pulang berdua kan?!."Naila sangat-sangat penasaran, jika Brian pergi bersamanya. Seharusnya Naila tidak mabuk dan tak sadarkan diri seperti semalam. Bisa-bisanya dia melakukan hal ini. akhhhh... Naila tak bisa berhenti merutuki dirinya sendiri. Rasanya seperti melihat koki yang hampir profesional. Hampir karena ketika Zayn membolak-balikan pastanya masih ada satu atau bumbu pasta yang terjatuh di meja. Naila menggelengkan kepalanya mencoba untuk tetap fokus karena melihat Zayn memasak membuatnya kehilangan konsentrasi untuk membahas tentang Brian.
"Tentu saja dia pulang berdua? Kau pikir Brian bisa menyetir mobil dengan keadaan pingsan karena mabuk."Pasta nya sudah matang, Zayn menaruh pasta matangnya di kedua piring bersih untuknya dan Naila lalu wajannya ia taruh di tempat cuci piring.
"Apakah wanita itu yang menyetir mobilnya!."Naila kembali bertanya dengan penasaran. Zayn mengabaikannya, ia berjalan menuju meja makan untuk menaruh kedua piring berisi pasta di atas sana.
"Ayo makanlah!."Zayn menarik kursi untuknya lalu duduk, sementara Naila mengikuti apa yang Zayn lakukan dengan mengambil tempat di sebrangnya.
"Zayn jawab aku!."Gerutu Naila tak sabaran, rasanya seperti menunggu pengunguman eliminasi. Aroma pasta menusuk kuat ke indra penciumannya namun rasa penasaran tentang Brian dan identitas seseorang yang membawanya tadi malam mengalihkan rasa laparnya. Zayn mengabaikannya, menikmati makannya seraya melihat ke arah ponselnya untuk memeriksa emailnya.
"Dia berdua, dengan sopir sewaan kau puas! Jenis kelaminnya laki-laki terlihat seperti berumur 40 an. Sudah menikah dan tertarik pada wanita bukan Brian. Aku tidak tahu namanya, karena kami tidak berkenalan. Kau puas jadi jangan tanya lagi. Seharusnya kau tidak mabuk dan pingsan seperti mayat. Air liurmu menetes hingga membanjiri bantalku. Sehabis ini aku harus membersihkan kasurku secara menyeluruh."
"Hei. Kau pikir aku virus!."protes Naila. Ekspresi cemberutnya membuat Zayn mengulum senyum menahan tawa. Naila menyendokan pasta ke dalam mulutnya. Rasanya enak. Ooh... Zayn memang ahli dalam memasak.
"enak?."tanya Zayn sedikit penasaran dengan pendapat Naila mengenai masakannya walau ia tak berharap wanita itu akan benar-benar memuji makanannya. Bukan Naila namanya jika bisa bekata-kata manis pada Zayn.
"Biasa saja."Enaaaaaaaaakkkkk jerit Naila dalam hati. Terkadang ego menahan pujian yang tertahan. Naila menikmati makanannya dan mengabaikan Zayn.
"kau ini."
***
Naila dan Zayn sudah siap di depan kantor Brian, ketika mau pergi tadi Naila menelepon Brian untuk bertanya tentang akifitasnya hari ini, ia berkata akan pergi makan siang dengan klien. Mereka menunggu di dalam mobil yang di parkirkan tidak jauh dari mobil Jungkook berada.
“kabari ayahmu, dimana kau berada semalam.”
“kau benar.”Naila baru ingat, bagaimana bisa dia melupakan tentang hal itu. Berbohong bukanlah hal mudah, Naila mulai memikirkan kebohongan yang harus ia ucapkan kepada ayahnya, dimana ia menginap dan kenapa ia menginap. Tadi malam ia pamit untuk menghadiri acara bersama dengan Brian. Tidak mungkin Naila berkata jika ia menginap di rumah Brian karena ayahnya akan sangat murka, dan tidak mungkin juga ia jujur jika ia menginap di rumah Zayn walau kemungkinan besar ayahnya akan tidak mempermasalahkan jika ia berada di rumah Zayn. Kemungkinan besar, Naila tidak tahu kenapa. Benar saja jam 11 Brian keluar dari kantornya bersama dengan wanita itu. Naila tak bisa menyembunyikan kecemburuannya ketika mereka berada dalam satu mobil yang sama.
Naila ingin melabrak mereka kalau saja Zayn tak menahannya dengan alasan Brian bisa saja mengelak dan berkata mereka berdua pergi sebagai rekanan kerja. Misinya kali ini adalah memerhatikan keduanya, jika skinship terlalu berlebihan maka Naila akan maju untuk melabraknya.
"cepatlah Zayn atau kita akan kehilangan dia."
"dasar cerewet."gerutu Zayn karena Naila tidak bisa berhenti untuk menyuruhnya cepat-cepat.